x

Iklan

Kadir Ruslan

Civil Servant. Area of expertise: statistics and econometrics. Interested in socio-economic issues. kadirsst@gmail.com.
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Perempuan Tangguh di Balik Angka Statistik

Posisi petugas surveyor umumnya diemban oleh kaum lelaki. Namun belakangan ini trennya mulai berubah, posisi itu tidak lagi menjadi monopoli kaum lelaki.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Negeri ini tak pernah sepi dari perempuan-perempuan luar biasa yang terus membaktikan diri dalam membangun negeri. Mereka telah memberikan kontribusi yang sangat besar bagi kemajuan bangsa dan negaranya di berbagai ladang pengabdian.

Faktanya, kontribusi kaum perempuan terhadap pembangunan nasional terekam melalui angka-angka statistik. Hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS), yang secara rutin dilaksanakan Badan Pusat Statistik (BPS) dua kali dalam setahun pada bulan Februari dan Agustus untuk memotret kondisi ketenagakerjaan nasional, memperlihatkan bahwa angka partisipasi angkatan kerja perempuan telah mencapai 51 persen. Hal ini memperlihatkan bahwa lebih dari setengah dari penduduk perempuan berumur 15 tahun ke atas termasuk dalam angkatan kerja atau aktif secara ekonomi (bekerja atau mencari kerja) pada Agustus 2016.

Tidak membikin heran jika hasil SAKERNAS juga memperlihatkan bahwa dari total jumlah angkatan kerja nasional yang sekitar 130 juta orang pada Agustus 2016, sekitar 50 persennya merupakan kaum perempuan. Fakta ini menunjukkan peran strategis kaum perempuan dalam menopang perekonomian nasional dan kemajuan bangsa.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ahli demografi dari Universitas Indonesia, Prof. Sri Moertiningsih Adioetomo, menyatakan bahwa mendorong partisipasi kaum perempuan di pasar kerja merupakan salah satu faktor krusial bagi Indonesia dalam memanfaatkan bonus demografi yang sedang dialami. Dengan demikian, struktur penduduk yang didominasi kelompok usia produktif dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional melalui investasi dan konsumsi rumah tangga.

Di BPS yang terjadi pun demikian. Peran institusi ini dalam mempersembahkan statistik berkualitas bagi pembangunan nasional juga tidak lepas dari kontribusi perempuan-perempuan luar biasa yang telah bekerja keras dalam kegiatan pengumpulan data di lapangan.

Para petugas pengumpul data lapangan atau surveyor ini disebut Koordinator Statistik Kecamatan atau disingkat KSK. Mereka disebut KSK karena wilayah kerjanya mencakup satu kecamatan. Idealnya, setiap kecamatan di Indonesia harus memiliki seorang KSK. Namun karena keterbatasan sumber daya manusia, kondisi ideal ini belum bisa terpenuhi. Bayangkan, ada lebih dari tujuh ribu kecamatan di Indonesia.

Tugas KSK boleh dibilang lumayan berat dengan tanggung jawab yang tidak ringan. Dikatakan berat karena nyaris saban hari mereka harus berada di lapangan untuk mengunjungi dan mewawancarai responden yang terpilih sebagai sampel dalam pelaksanaan sebuah survei. Pekerjaan mereka terkadang tak mengenal waktu dan beratnya medan tugas. Semuanya bergantung pada lokasi dan keberadaan responden. Tidak jarang mereka harus mewawancarai responden di malam hari, bahkan di daerah yang menjadi pusaran konflik seperti pedalaman Papua.

Karena itu, para KSK  juga kerap dijuluki “kelelawar.” Mereka mendapat julukan ini karena tidak jarang harus mengunjungi dan mewawancarai responden meskipun hari sudah gelap. Selain itu, sudah menjadi kebiasaan mereka harus begadang hingga larut malam saat semua orang telah terlelap tidur untuk merapikan dan membetulkan isian kuesioner.

Mereka juga sering dijuluki “ikan kering.” Pasalnya, meskipun panas terik membakar kulit, mereka harus wara-wiri berkeliling kampung untuk menemui responden dan mengumpulkan data. Karakteristik pekerjaan ini menjadilkan para KSK memiliki mobilitas yang sangat tinggi. Keberadaan mereka di kantor boleh dibilang hanya sesaat. Sebagian besar waktu mereka dihabiskan di lapangan. Itulah sebabnya, konon salah satu syarat menjadi KSK adalah dapat mengendarai sepeda motor dengan mahir.

Karena beratnya beban tugas, posisi KSK umumnya diemban oleh kaum lelaki. Namun belakangan ini trennya mulai berubah, posisi itu tidak lagi menjadi monopoli  kaum lelaki. Kini, KSK perempuan semakin banyak jumlahnya. Mereka umumnya anak muda serta memiliki idealisme dan semangat juang yang tinggi dalam mengumpulkan data. Mereka juga memiliki latar belakang akademik yang baik karena umumnya sarjana strata satu (minimal Diploma III). Bahkan, tidak jarang di antara mereka merupakan sarjana Statistika dan Matematika jebolan dari kampus-kampus ternama, seperti Universitas Padjajaran dan Universitas Gadjah Mada.

Meskipun perempuan, jangan sekali-kali meremehkan ketangguhan mereka di lapangan. Medan tugas yang berat di berbagai pelosok negeri telah menjadi saksi ketangguhan mereka dalam mengumpulkan data untuk pembangunan negeri.

Serupa dengan para KSK laki-laki, para KSK perempuan merupakan ujung tombak BPS. Mereka merupakan mata rantai yang sangat penting dari kegiatan pengumpulan data. Di tangan merekalah ditentukan apakah statistik (data) yang dirilis BPS ke khalayak, seperti jumlah penduduk miskin dan tingkat pengangguran, benar-benar berkualitas. Jika data yang mereka kumpulkan tidak berkualitas, maka informasi statistik yang disajikan ke publik bakal menyesatkan, secanggih apapun peranti komputer yang digunakan dalam proses pengolahan data.  

Dalam spektrum yang lebih luas, data statistik yang tidak akurat bakal menjadikan ongkos kebijakan sangat mahal dan tidak efisien. Berbagai program pemerintah  bakal meleset dari sasaran karena didasarkan pada data yang tidak akurat. Sungguh sebuah tanggung jawab yang tidak ringan. (*)

 

Ikuti tulisan menarik Kadir Ruslan lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler