x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Dari Piring Menuju Langit

Menyantap hidangan, pada akhirnya, membuat berpikir tentang kehebatan yang ada di balik sebuah hidangan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Hidangan yang tersaji di atas piring senantiasa mengundang takjub. Bukan hanya karena hidangan itu mengundang hasrat untuk menyantapnya berkat kepiawaian juru masaknya, melainkan pula lantaran sejarah terciptanya hidangan. Ketika menatap dan kemudian menyantap sebuah hidang, pikiran saya melayap dan menyusuri balik jejak-jejak yang dilewati oleh bahan-bahan makanan hingga olahan juru masak terhidang di hadapan saya.

Memasak, bagi para juru masak, lebih dari mencampuradukkan berbagai jenis bahan dan bumbu, tapi juga proses menghargai sumber kehidupan. Karena itu, muncul trend memasak yang tidak membuang sedikitpun bahan masakan. Jika memasang kangkung, seluruh daun dan batang kangkung dimanfaatkan. Para juru masak berusaha agar tidak ada sumber kehidupan yang tidak digunakan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Di dalam memasak, proses-proses kimiawi terjadi karena juru masak memanaskan,  merebus, menggoreng, mendinginkan, mencampur dengan air dan kaldu, menyertakan beraneka rempah. Ketepatan komposisi dari beraneka bahan makanan akan menciptakan hidangan yang baru sama sekali dengan cita rasa yang berbeda dari bahan asalnya. Di atas wajan panas, keragaman melahirkan kelezatan.

Untuk menciptakan semangkuk sup, juru masak memanfaatkan kentang, wortel, seledri, garam, merica, bawang merah dan putih, air, kaldu, daging ayam atau sapi. Tiap-tiap bahan memiliki sejarahnya sendiri, sejak dari benih, tumbuh, disiangi, hingga dipetik oleh para petani yang berutang budi kepada bumi, air, udara, kotoran hewan, maupun sinar matahari. Ketika bertemu dalam satu panci, bahan-bahan itu melebur dan berpadu untuk menciptakan sejarah baru: semangkuk sup hangat yang bukan hanya menghangatkan tubuh tapi juga membangkitkan semangat, kegembiraan, dan kebahagiaan.

Ajaib, bukan? Barangkali semua itu terlihat biasa, jamak, dan lumrah, lantaran kita menjumpainya sehari-hari (sarapan, makan siang, makan malam, mengudap) sehingga tidak merasakan keajaiban di dalam hidangan yang kita santap (juga minuman yang kita teguk).

Sungguh ajaib pula bahwa hidangan yang dimasak itu akan dicerna oleh sistem yang bekerja dengan mekanisme tertentu dalam tubuh, yang melibatkan pergerakan otot-otot dan enzim-enzim, lalu diserap ke dalam darah, beredar ke seluruh tubuh, menjadi sel-sel yang tumbuh jadi tulang, daging, kulit, rambut, kuku. Makanan itu pula yang membuat kita berenergi untuk berpikir, bergerak, tidur nyenyak, sembuh dari sakit, kenyang dari lapar.

Maka, ketika saya menikmati sup hangat itu, saya tak bisa melupakan sejarah kehadiran wortel, merica, daging, dan sebagainya—bagaimana wortel ditanam, tumbuh, dipanen; begitu pula dengan ayam dan sapi, diternakkan, hingga tiba waktunya diambil dagingnya. Mereka mengorbankan diri demi manusia dan menjadi bagian dari diri manusia.

Makanan yang kita pilih untuk disantap memengaruhi suasana emosi kita. “Jangan pernah bilang tidak enak pada makanan,” kata ibu saya. Yang menjadikan makanan tidak enak adalah juru masak yang menggoreng ikan terlalu matang, suasana hati kita yang sedang kesal, bahan makanan yang terlambat dimasak dan telanjur basi. Jangan pernah bilang tidak enak pada semangkuk sup, sebab di dalamnya wortel yang manis dipetik dalam kesegarannya, kentang yang padat diambil dari dalam Bumi, merica yang menghangatkan, bawang yang menguarkan aroma stimulan, dst. Masing-masing menawarkan cita rasa yang berbeda dan manfaat yang beragam.

Menyantap hidangan, pada akhirnya, bukan hanya untuk mengisi lambung yang lapar, memberi asupan untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan kalori dan nutrisi, tapi juga memberi asupan spiritual, membuat berpikir tentang kehebatan yang ada di balik sebuah hidangan. Juru masak sekalipun kalah hebat dibandingkan dengan kehebatan yang tersimpan dalam sejarah bahan-bahan makanan itu: bagaimana sebuah biji berubah menjadi sebatang wortel yang segar, manis, dan menyehatkan. **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB