x

Iklan

Syarifuddin Abdullah

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Cak Imin Ngotot Dipinang Menjadi Cawapres

Kenapa Muhaimin Iskandar (Cak Imin) terkesan begitu ngotot, cenderung ngoyo, bahkan ada upaya memaksakan diri untuk dipinang sebagai Cawapres?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Dari sekian nama yang memposisikan diri layak menjadi Wapres, Cak Iminlah yang paling awal berkampanye, melalui poster-poster jumbo di berbagai jalan, sejak sekitar sekitar setahun silam, yang mempromosikan Cak Imin sebagai Cawapres paling ideal.

Ketika pertama kali melihat poster-poster Cak Imin itu, awalnya saya memahaminya sebagai sebuah agenda kagetan oleh sebagian aktivis PKB wilayah. Namun semakin ke sini, agenda itu ternyata agenda nasional PKB.

Artikel ini mungkin lebih sebagai upaya memahami dan menjawab pertanyaaan banyak orang, kenapa Muhaimin Iskandar (Cak Imin) terkesan begitu ngotot, cenderung ngoyo, bahkan ada upaya memaksakan diri untuk dipinang sebagai Cawapres?

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sampai saat ini, PKB belum menentukan bandul dukungannya kepada salah satu dari dua Capres yang dominan (koalisi Jokowi dan koalisi Prabowo). Padahal, PKB berada dalam dalam kabinet pemerintahan Jokowi. Dan itu dipicu oleh beberapa faktor utama:

Pertama, dalam koalisi parpol pendukung awal Jokowi pada Pemilu 2014, PKB yang tertinggi perolehan suaranya (11.298.957 atau 9,04 persen dari total suara sah nasional), jika dibandingkan dengan Nasdem (6,72 persen), PPP (6,53 persen), dan Hanura (5,26 persen). (Lihat gambar ilustrasi). Golkar memang lebih tinggi (14,75 persen), namun Golkar belakangan baru bergabung dengan Koalisi Jokowi.

Memulihkan suara asli PKB di era Cak Imin, tentu bukan persoalan enteng. Sebab dengan perolehan 9,04 persen suara nasional pada Pemilu 2014, maka Cak Imin bisa mengklaim telah memulihkan posisi PKB ke era ketika PKB masih dikomandoi oleh Gusdur pada Pemilu 1999 (12,6 persen) dan Pemilu 2004 (10,5 persen).

Saya pikir perolehan suara PKB pada Pemilu 2014 inilah yang menjadi alasan utama kenapa Cak Imin tampak begitu ngotot untuk dipinang menjadi Cawapres-nya Jokowi untuk Pilpres 2019.

Kedua, dari semua nama Cawapres yang muncul dalam berbagai survei, Cak Imin adalah yang paling siap. Sebab agenda ini tampaknya sudah dirancang Cak Imin sejak Pemilu 2014, meski kampanye Cawapres itu baru mulai gencar di ruang publik sekitar setahun silam. Adapun tokoh lain, mereka baru mengkampanyekan diri beberapa bulan terakhir.

Ketiga, meski semua warga NU cukup cair, namun PKB susah dipisahkan dari NU. Dan menurut beberapa sumber, saat ini, sebagian besar jaringan organisasi NU, mulai dari pusat hingga ke daerah, telah dikendalikan oleh “tangan-tangan” Cak Imin. Tapi sebaliknya juga bisa dikatakan, bahwa meski tidak ada buktinya NU dapat menjadi “penentu bandul keterpilihan” Paslon Capres-Cawapres, tapi akan sangat keliru secara politik, bila ada Paslon Pilpres yang mengabaikan pengaruh struktur NU terhadap kecenderungan pemilih nasional.

Keempat, berdasarkan tiga acuan tersebut, di atas kertas, kemanapun PKB/Cak Imin berpihak, akan menjadi faktor yang cukup menentukan. Sadar dengan posisi ini, mungkin karena itulah, maka hingga saat ini, PKB Cak Imin belum menentukan sikap koalisinya. Dan itu juga berarti bahwa PKB Cak Imin masih membuka peluang “pindak koalisi”.

Saya pikir empat alasan itulah, yang membuat Cak Imin tampak begitu ngontot untuk dipinang sebagai Cawapres. Pertanyaan lanjutan: lantas kenapa kubu Jokowi/PDIP tampak masih gamang memilih Cak Imin sebagai Cawapres? Saya pikir ini juga ada alasannya:

Pertama, saya mengamati sepak terjang Cak Imin sejak Pemilu 1999, dan kesimpulan saya, Cak Imin adalah sosok politisi secara par exellence. Ini keunggulan, tapi juga bisa menjadi poin kelemahan. Saya pikir banyak orang yang trauma melihat Cak Imin mengelola persiteruannya melawan keluarga Gus Dur (Mbak Yeni) dalam soal perpecahan PKB. Sebab jika dengan keluarga Gusdur saja, Cak Imin bisa melakukan “politik......”, bisa dibayangkan apa yang mungkin dilakukan terhadap kelompok politik lainnya.

Kedua, terkait dengan poin pertama, menjadi jelas kenapa kubu PDIP dan Jokowi hingga saat ini belum menjatuhkan pilihan Cawapres kepada Cak Imin. Salah satu pertimbangannya, karena kalau Cak Imin dijadikan Cawapres Jokowi pada Pilpres 2019, maka itu berarti membuka pintu selebar-lebarnya kepada Cak Imin untuk tampil sebagai Capres terkuat di Pilpres 2024. Dari sini kemudian muncul hitung-hitungan politik Pipres 2024. Sebab kalau itu terjadi, dalam kapasitasnya sebagai politisi par excellence, tidak ada jaminan bahwa Cak Imin akan tetap menghitung kepentingan PDIP di Pilpres 2024. Dan tampaknya Cak Imin belum mampu meyakinkan kubu PDIP terkait hitung-hitungan Pilpres 2024 ini.

Ketiga, kalau diasumsikan tawaran Cawapres kepada Cak Imin datang berbarengan dari kubu Jokowi dan kubu Prabowo, saya yakin Cak Imin akan lebih cenderung memilih kubu Jokowi. Sebab selain posisi Jokowi lebih di atas angin, Cak Imin/PKB tidak memiliki “konflik ideologis” di kubu koalisi Jokowi. Konflik ideologis ini akan lebih tajam bila Cak Imin bergabung dengan kubu Prabowo, sebab di kubu ini ada PAN dan PKS, juga PBB.

Keempat, di sisi Cak Imin dan PKB sendiri, mengambil jarak sambil menunggu “dipinang” sebagai Cawapres, bukannya tanpa risiko tinggi. Cak Imin bisa kehabisan napas. Dan jika sampai akhirnya kubu Jokowi memilih Cawapres selain Cak Imin, maka Cak Imin dan PKB akan tersudut sebagai tokoh/parpol yang terbuang. Mau berdiri sendiri maju sebagai Caperes tidak dimungkinkan. Jika bergabung dengan kubu Prabowo, maka Cak Imin akan terpaksa atau dipaksa untuk melakukan konsesi politik yang mungkin menyakitkan.

Kelima, sebenarnya ada kemungkinan lain, Cak Imin/PKB bisa membentuk koalisi baru bersama Demokrat, seperti yang dilakukan dalam Pilgub DKI 2017. Tapi meski koalisi Demokrat-PKB memiliki faktor keunggulan, yakni “tokoh muda” jika AHY berpasangan dengan Cak Imin, tapi koalisi ketiga ini, cenderung akan kalah sebelum bertanding.

Kesimpulannya, posisi Cak Imin untuk maju atau dipinang sebagai Cawapres, baik oleh kubu Jokowi atau pun kubu Prabowo, sebenarnya serba tanggung. Namun jika Cak Imin harus menunggu lagi Pilpres 2024, kayaknya akan terasa “jaauuuh banget”. Dan poin inilah yang membuat Cak Imin terkesan begitu ngotot, cenderung ngoyo, bahkan ada upaya memaksakan diri untuk dipinang sebagai Cawapres. Tapi sikap seperti itu kan soal lumrah saja dalam politik, Bung.

Singkat kalimat, jika ditamsilkan, PKB Cak Imin adalah ibarat seorang gadis yang tidak cantik-cantik banget, tapi ngotot dan ngoyo untuk dipinang. Hehehe.

Syarifuddin Abdullah | 24 Maret 2018 / 07 Rajab 1439H

Sumber foto: dokumen pribadi

Ikuti tulisan menarik Syarifuddin Abdullah lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB