x

Iklan

Nizwar Syafaat

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Perlukah Rencana Debat Utang dengan Menkeu?

Debat tentang utang antara pengamat dan masyarakat dengan Menkeu sesuai dengan Saran Jokowi dipadang tidak perlu karena akan menimbulkan kegaduhan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Di media massa online hari ini tanggal 26 April 2018, Presiden Jokowi Menantang para pengkritik utang adu data dengan Sri Mulyani.  Tantangan tersebut dilayani oleh Rizal Ramli, kapan dan dimana maunya pemerintah debat itu dilaksanakan?. Lalu yang menjadi pertanyaan saya, data apa yang mau diadu? Memangnya Menkeu Sri Mulyani punya data lain di luar yang sudah dipublikasikan di web Kemenkeu?.

Saya menyarankan debat itu tidak perlu diadakan, karena debat itu hanya akan menciptakan kegaduhan yang tidak perlu dan tidak produktif.  Soalnya informasi dan data tentang perkembangan utang termasuk sumbernya  yang mencakup pokok utang, cicilan bunga  dan lainya sudah disajikan secara terinci oleh Kementerian Keuangan dalam dokumen APBN dan Buku SAKU Kemenkeu.  Informasi dan data yang dipegang oleh masyarakat semua berasal dari pemerintah, tidak mungkin masyarakat memiliki data lain selain data resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah. 

Barangkali hanya interpretasi yang berbeda tentang kebijakan utang antara masyarakat dan pemerintah.  Hal itu wajar, karena kebijakan utang itu adalah kebijakan publik yang bersifat pilihan, artinya masih ada pilihan kebijakan lain selain utang untuk menggerakkan ekonomi nasional, dan itu merupakan ruang kritisi publik.  Sri Mulyani bilang APBN milik kita. Artinya masyarakat diberi ruang untuk melakukan kritiisi atas ABPN tersebut untuk saling menginatkan agar jalannya APBN sesuai dengan tujuan dan sasaranya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Menkeu Perlu Menjelaskan Beberapa Hal agar Tidak Menjadi Bo;a Liar!!  

  1. Perbedaan utang warisan, Jokowi mengatakan bahwa pemerintah saat ini diwariskan utang sebesar Rp 2700 T padahal dalam dokumen Rp 2600 T dan bunganya Rp 250 T padahal dalam dokumen Rp 185 T per tahun.
  2. Apakah lazim seorang presiden mengemukakan utang warisan ke publik, padahal Jokowi diwariskan juga aset negara  oleh pemerintahan sebelumnya senilai lebih dari Rp 5000 T ditambah lagi kekayaan BUMN pada tahun 2018 yang mencapai Rp 7200 T (mungkin sekitar 5000-6000 T nilai pada tahun 2014). Artinya  utang diwariskan kepada Jokowi lebih kecil dari  25% dari total asset negara dan BUMN yang ditinggalkan kepada Jokowi. Dengan demikian pemerintahan sebelum Jokowi telah mewariskan kondisi negara dalam keadaan sehat.  Masa pemerintahan sekarang hanya mau asenya tapi tidak mau utangnnya?
  3. Presiden sebelumnya menanggung bunga utang yang ditinggalkan oleh pemerintah sebelumnya tapi mereka tidak mengeluh.  Justru mereka membayar sebagian bunga utang dari pendapatan, dan dalam APBN-nya, mereka tidak lebih besar pasak daripada tiang. Jokowi adalah satu satunya presiden setelah era reformasi yang menciptakan utang untuk meningkatkan pengeluaran APBN-nya.  Dua tahun terakhir pemerintahan SBY melakukan hal yang sama tapi rata-rata keseimbangan primer selama 10 tahun masih positif Rp 0.7 Trilliun.  Benarkah ini?
  4. Pemerintah sekarang tidak perlu membandingkan alokasi anggaran untuk infrastruktur yang besar daripada untuk alokasi subsidi BBM.  Yang lalu sudah berlalu, pemerintah sekarang jangan terlalu berfikir benar tentang infrastruktur, seakan akan pemerintah yang dulu salah karena subsidi habis dibakar? Perlu dicacat subsidi energi era SBY lebih besar 2 kali daripada era Jokowi, tapi harga minyak mungkin era Jokowi ½ dari era SBY.  Apa masih disalahkan SBY memberikan subsidi.  Mungkin perlu dilihat dampak terhadap daya saing dan pertumbuhan manufaktur akibat dikurangi subsidi? Bagaimana sekarang pertumbuhan industri manufaktur? Memang itu yang dikehendaki oleh IMF…….!!!!
  5. Data BPS menunjukkan bahwa ketimpangan ekonomi antara Jawa vs luar Jawa justu makin timpang era Jokowi dan kondisinya lebih buruk dibanding tahun 2007.  Kontribusi Jawa terhadap PDB nasional oleh SBY mampu diturunkan dari 58.20% pada tahun 2007 menjadi 57.99 pada tahun 2013. Justru pada tahun 2017 naik lagi menjadi 58.49%.   Lalu dimana hasil infrastruktur di Luar Jawa yang didengungkan untuk pemerataan Jawa vs Luar Jawa?  Itu fakta !!!
  6. Sebenarnya Menkeu Sri Mulyani sudah menjelaskan semuanya itu tentang utang bahkan Sri MUlyani akan melakukan koreksi, tapi memang ada pertanyaan yang spesifik dari pengamat yang perlu dijelaskan lebih detail agar clear.
  7. Saran saya, tidak perlu dilakukan debat kalau hanya masalah data dan informasi.  Kalau masalah perbedaan intepretasi kan bisa dijelaskan oleh Menkeu melalui komprensi pers supaya tidak menimbulkan gaduh yang tidak perlu.

Ikuti tulisan menarik Nizwar Syafaat lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler