x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Gesit untuk Berubah

Adaptasi terhadap perubahan merupakan tuntutan bagi siapapun maupun bagi organisasi, tapi kenyataannya tak mudah dilakukan. Apa kiatnya?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Pepatah lama, ‘Tak ada yang tetap kecuali perubahan’, tetap berlaku hingga kini. Orang lama pergi dari organisasi, orang baru datang. Proyek lama selesai, proyek baru menanti dikerjakan. Teknologi lama semakin usang, yang baru berebut perhatian. Dalam skala apapun, dari pribadi hingga global, perubahan terus terjadi.

Dihadapkan pada keadaan seperti itu, kemampuan menghadapi perubahan jadi kompetensi yang semakin diperlukan. Para ahli manajemen menyebutnya change agility—kemampuan untuk memahami perubahan yang sedang berlangsung dan kemampuan untuk beradaptasi terhadap perubahan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tidak setiap sumber daya dalam organisasi kita punya kemampuan yang sama dalam menghadapi perubahan. Misalnya saja, ketika dua perusahaan dilebur (merger), maka organisasi yang lama pun hilang dan lahirlah organisasi baru hasil peleburan. Tidak mudah bagi karyawan dari masing-masing organisasi yang lama untuk menyesuaikan diri dengan perubahan ini. Kenormalan mereka terganggu (disrupted).

Masing-masing organisasi mungkin memiliki kultur yang berbeda, aturan dan tata kerja yang tidak persis sama, maupun kebiasaan yang berlainan, tapi kini mereka harus bergabung jadi satu. Mereka mungkin harus meninggalkan cara-cara kerja yang lama. Mereka juga harus berkenalan dengan teman kerja dan atasan baru. Munculnya banyak masalah dalam interaksi di tahun pertama sudah pasti tak bisa dicegah. Itu lumrah dan jamak terjadi.

Apapun jenis dan skala perubahan dalam organisasi, akan muncul tantangan bagi para pemimpinnya. Pemimpin di semua jenjang dihadapkan pada tantangan perubahan, bukan hanya keluar, tapi mula-mula ialah di dalam atau internal. Para pemimpin bisnis akan sukar menghadapi tantangan dari luar sepanjang mereka belum berhasil mengatasi tantangan perubahan di dalam organisasi. Jadi, tantangan internal inilah yang perlu dibereskan lebih dulu. Apa yang bisa dilakukan?

Pertama, penting bagi business leader untuk berbagi tujuan. Seperti kata pepatah: berawal dari akhir—tujuanlah yang menggerakkan suatu tindakan. Anggota tim, dari jenjang manapun, merasa berkepentingan untuk mengetahui apa tujuan dari organisasi mereka. Mereka merasa perlu berbagi keyakinan bahwa tindakan mereka melakukan kegiatan dan menciptakan sesuatu yang bernilai. Misalnya saja, dua tahun mendatang kita harus menguasai 40% segmen pasar.

Kedua, tunjukkan adanya peluang di depan mata. Para pekerja atau anggota tim perlu diyakinkan bahwa memang ada peluang untuk mencapai tujuan itu. Bagi mereka yang berada di garis depan seperti pemasar dan penjual, peluang merupakan isu yang sangat memotivasi mereka. Karena itu business leader perlu menunjukkan seperti apa tren pasar, seberapa besar ceruk yang berpeluang diraih, seperti apa calon konsumen mereka, dst. Tentu saja, semua ini harus dikaitkan dengan perubahan yang sedang berlangsung dalam organisasi, bahwa perubahan organisasi dilakukan untuk merebut peluang.

Ketiga, bukalah kesempatan untuk bereksperimen bagi siapapun. Perubahan perlu penyesuaian, terlebih lagi bila ditautkan dengan tujuan yang ingin dicapai. Maka, kran eksperimen untuk mengkreasi sesuatu yang baru, misalnya cara membuat produk, prosedur pengambilan keputusan, cara memasarkan, perlu dibukan. Mereka dapat menghindari cara-cara lama untuk menemukan cara-cara baru yang lebih cocok bagi organisasi baru. Tanpa eksperimen, hal itu sukar dilakukan. Perubahan dan eksperimen merupakan dua hal yang sukar dipisahkan. Jadi, izinkanlah tim untuk mengambil risiko yang terukur dan jangan terlalu mudah menghakimi kesalahan.

Keempat, bangunlah tim lintas organisasi. Kohesivitas tim perlu dibangun untuk menghindari ketidaknyamanan akibat perubahan organisasi. Perubahan pasar yang berlangsung cepat menuntut kemampuan organisasi untuk meresponnya dengan cepat pula. Bila organisasi masih bersikap kaku, perubahan di luar akan berjalan jauh di depan. Penting bagi organisasi untuk membangun fleksibilitas atau keluwesan, misalnya saja dalam pengambilan keputusan, membangun kerjasama antar bagian yang mungkin bermakna saling meminjam orang, maupun kecepatan aliran informasi dalam organisasi. Sekat-sekat organisasi yang sering menghambat kolaborasi sudah waktunya dirobohkan.

Change agility bukanlah keterampilan yang dapat dikembangkan dalam semalam. Memahami apa yang harus dilakukan akan sangat memudahkan organisasi dan orang-orangnya untuk memahami perubahan dan menghadapi tantangannya.

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu