Ironis. Itu kata yang mungkin tepat menggambarkan kebijakan Kementerian ESDM terkait pengelolaan Blok Brantas.
Beberapa waktu yang lalu Lapindo Brantas Inc mendapatkan perpanjangan Kontrak Bagi Hasil Gross Split Wilayah Kerja (WK) Brantas. Dengan demikian, Lapindo Brantas Inc, bersama kontraktor lain, yaitu PT Prakarsa Brantas dan PT Minarak Brantas Gas mendapatkan perpanjangan hak kelola hingga 20 tahun ke depan.
Masih segar di ingatan publik tentang bencana industri tambang di Sidoarjo berupa semburan lumpur yang menghancurkan rumah dan tanah warga di 2006 silam. Ribuan warga kehilangan rumah, tanah dan penghidupannya akiat semburan lumpur tersebut.
Celakanya, hingga kini tidak jelas siapa yang bertanggung jawab atas pemulihan ekologi dari kerusakan alam yang ditimbulkan akibat semburan lumpur itu. Semua seperti bersembunyi di balik alasan bencana alam.
Diberikannya pengelolaan Blok Brantas kepada Lapindo adalah preseden buruk bagi pengelolaan lingkungan hidup di negeri ini. Suatu saat jika ada kecelakaan ekologi di kawasan pertambangan padat huni, perusahaan tambangnya akan berdalih bahwa itu bencana alam bukan karena pengeboran. Di saat dalih bencana alam itu diterima oleh kekuasaan, maka tanggung jawab untuk memulihkan kerusakan alam yang ditimbulkan pun akan melayang. Seiring dengan lepasnya tanggung jawab atas pemulihan ekologi itu, perusahaan tambangnya masih memiliki kesempatan untuk mengelola blok migas lainnya.
Untuk itulah tidak ada kata terlambat bagi Kementerian ESDM untuk membatalkan hak kelola Lapindo di Blok Brantas!
Yuk tandatangani petisi untuk @KementerianESDM: Batalkan Hak Kelola Lapindo di Blok Brantas! Klik petisi di https://www.change.org/p/menteri-esdm-batalkan-hak-kelola-lapindo-di-blok-brantas
Ikuti tulisan menarik firdaus cahyadi lainnya di sini.