x

Iklan

Ahmad Amin

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Partai Demi Ibu Puan

Pemilihan seorang ulama tua seperti Maaruf Amin tak lain adalah cara untuk memberi ruang bagi generasi baru politik, seperti Puan, di Pilpres 2024.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Partai Demi Ibu Puan, disingkat juga PDIP. Puan Maharani, Menko PMK menjadi penentu dari pilihan politik partai-partai koalisi pemerintahan Jokowi.

Pemilihan seorang ulama tua seperti Maaruf Amin tak lain adalah cara untuk memberi ruang bagi generasi baru politik, seperti Puan, di Pilpres 2024. Semua partai setuju pilihan Megawati ini.

Apapun resikonya. Seperti kehilangan barisan pendukung yang liberal-sekuler, adalah konsekuensi yang harus ditanggung Jokowi. Sementara Jokowi juga akan menangguk datangnya dukungan sekalangan Islam konservatif. Mungkin dalam jumlah yang relatif sama, keluar dan masuk, sehingga akan impas.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dengan tidak memilih cawapres seorang ekonom, Jokowi sangat yakin bahwa masalah Islam lebih besar ketimbang masalah ekonomi. Di tengah ancaman krisis ekonomi, Jokowi lebih memilih meraih simpati warga Islam yang dulu menjauhinya. Bila isu pilpres digeser oleh kalangan oposisi ke isu ekonomi (meninggalkan isu agama dan kesukuan), Jokowi akan menyesal memilih pendamping bukan ekonom sebagai cawapres.  

Kekalahan Jokowi nanti adalah akibat Egoisme yang keterlaluan di diri Megawati dan PDIP. Pilihan partai penguasa, PDIP, lebih mementingkan kepentingan keluarga ketimbang bangsa dan negara. Lebih rendah lagi ini dari mental Tribalisme (sebuah mental berpikir yang melulu hanya memementingkan golongan dan keluarganya).

Sebenarnya polah PDIP ini mirip dengan Demokrat yang ngotot menaikkan terus level politik pangeran Cikeas, Agus Harimurti Yudhoyono.  Perbedaannya, Demokrat, kabarnya pada saat negosiasi terakhir SBY sempat menyerah dan mengeluarkan opsi tokoh alternatif.  Meskipun akhirnya Gerindra tetap memilih Sandiag Uno yang memiliki kapital uang sangat besar (hartanya 3 kali Prabowo) sebagai pendamping Prabowo di 2019.

PDIP di era Megawati hingga Jokowi, tetap memiliki corak neoliberal saat berkuasa. Tidak ada itu ekonomi Trisakti. Di era Jokowi ekonomi bertumbuh stagnan (5,2%), hanya menguntungkan golongan terkaya (lambatnya laju pengurangan kemiskinan dan masih tingginya Gini Index), dan ketergantungan yang tinggi pada utang (neraca keseimbangan primer negatif). Banyak proyek-proyek yang dijanjikan tidak dituaikan, Proyek 35.000MW hampir pasti tidak tercapai, termasuk Industri Mobil Esemka yang dinanti tak kunjung tampak. Kapasitas Tim ekonomi Jokowi, dan kapasitas Jokowi sendiri yang memilih timnya, tidak mampu menghadapi tantangan ekonomi terhadap Indonesia ke depan.

Maka, sekali lagi, isu ekonomi akan menjadi pusat perhatian di Pilpres 2019. Bila Prabowo memiliki tim kampanye ekonomi yang mumpuni, maka semakin besar potensi kemenangannya. Karena rakyat pemilih saat ini akan jauh lebih kritis terhadap isu ekonomi.

Akhirnya cita-cita untuk menaikkan Puan di Pentas 2024, bila Jokowi 2 Periode, pun kandas. Kesempatan Puan malah akan tertutup, karena bila kubu Prabowo yang berkuasa, dan sukses 5 tahun berikutnya, maka rakyat tak akan lirik Puan dan PDIP di 2024. ***

Ikuti tulisan menarik Ahmad Amin lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB