x

Iklan

Tulus Abadi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Jebakan Batman Kredit Online

Pada akhirnya mayoritas pengaduan konsumen adalah menunggak atas hutangnya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Tulus Abadi

Ketua Pengurus Harian YLKI

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Fenomena digital ekonomi kian tak terbendung, merambah berbagai sektor dan komoditas. Sektor transportasi dengan transportasi online,  sektor perhotelan dengan hotel online, dan sektor telekomunikasi dengan fenomena OTT (Over The Top), seperti whatsapp, facebook, insatgram, dll. Salah satu sektor yang terdampak oleh digital ekonomi adalah sektor finansial, dengan wujud finansial teknologi (fintek). Berbasis fintek itulah kemudian muncul kredit online, baik yang legal dsn atau ilegal. Kini kredit online makin marak di tengah masyarakat. Di satu sisi banyak memberikan kemudahan, tetapi di sisi lain banyak menimbulkan permasalahan. Kini lebih dari 300-an perusahaan kredit online yang beroperasi di Indonesia. Sebagai sebuah produk finansial teknologi, kredit online bisa jadi sebuah keniscayaan yang tak bisa dihindari. Namun di lapangan terjadi berbagai ketimpangan yang pada akhirnya sangat merugikan konsumen. Beberapa ketimpangan itu adalah:

Pertama, mayoritas perusahaan kredit online yang beroperasi di Indonesia tidak mengantongi izin dari OJK (Otoritas Jasa Keuangan), alias perusahaan ilegal. Data OJK per Juli 2018, hanya 64 perusahaan kredit online yang terdaftar/berizin di OJK. Sementara jumlah total perusahaan kredit online yang beroperasi di tengah masyarakat tidak kurang dari 300-an perusahaan. Kedua, mayoritas konsumen tidak memahami dan atau tidak membaca kontrak perjanjian yang dibuat oleh perusahaan kredit online. Sebab mayoritas masyarakat yang mengajukan kredit online adalah masyarakat kecil, dengan pemahaman yang sangat rendah. Baik dari sisi teknis finansial, teknologi informasi, dan aspek digital. Dan kredit/hutang yang diajukan pun sangat kecil, mulai Rp 500.000 s/d Rp 1.500.000. Ironisnya, konsumen tidak memahami bagaimana besaran bunga yang ditentukan, dan mekanisme cara penagihan oleh perusahaan online kepada konsumennya. Maka wajar jika pengaduan yang banyak dialami konsumen adalah hitungan bunga/besaran hutang yang harus dikembalikan, yang jumlahnya bisa tiga kali lipat dari hutang pokoknya. 

Pada akhirnya mayoritas pengaduan konsumen adalah menunggak atas hutangnya. Mereka menunggak bisa jadi karena memang tidak bisa mengembalikan (faktor ekonomi), atau karena memang tidak tahu bahwa bunganya sangat tinggi. Mayoritas konsumen mengalami kesenjangan informasi. Bahwa idealnya secara teknis untuk melakukan transaksi kredit online konsumen harus memenuhi syarat, yakni: paham terhadap tekbologi informasi, paham terhadap aspek finansialnya misalnya masalah penghitungan bunga, dll. Terutama memahami masalah teknologi digital. Sayangnya ketiga hal ini tidak dipahami konsumen secara utuh, bahkan pemahaman konsumen sangat minim. Setelah konsumen menunggak atas hutangnya itu, pihak perusahaan kredit online akan melakukan penagihan kepada konsumen dengan cara "menteror" konsumen via telepon dan atau menyedot data pribadi konsumen yang ada di telepon seluler milik konsumen. Misalnya mengetahui nomor-nomor telepon yang ada di handphone konsumen, percakapan call/WA/whatsapp, dan bahkan foto pribadi yang ada di handphone konsumen. Perusahaan kredit online menyebarkan foto pribadi konsumen yang berbaju minim ke berbagai pihak, sebagai bentuk tekanan psikologis pada konsumen.

Terhadap fenomena maraknya kredit online ini  ada beberapa langkah yang mendesak untuk dilakukan. Pertama, agar masyarakat konsumen berhati-hati bahkan waspada dalam mengajukan kredit pada perusahaan kredit online. Sebelum mengajukan kredit, pelajari dan pahami dengan seksama apakah perusahaan tersebut punya izin/terdaftar di OJK atau tidak; pelajari hitung-hitungan bunga dan tata cara penagihannya. Jangan coba-coba konsumen melakukan pengajuan kredit pada perusahaan online jika konsumen tidak paham baik dari sisi finansial dan kontrak perjanjiannya. Dan jangan sekali-kali konsumen mengajukan kredit pada perusahaan kredit online yang tidak terdaftar di OJK. Kedua, kita mendesak OJK untuk secara serius melakukan pengawasan terhadap fenomena  kredit online dan memberikan sanksi tegas bagi perusahaan kredit online (yang berizin) tapi banyak melakukan pelanggaran regulasi dan melanggar hak-hak konsumen. Dan ketiga, kita mendesak OJK dan Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) untuk segera menutup atau memblokir perusahaan kredit online yang tidak berizin dan beroperasi di Indonesia. Dan pihak kepolisian untuk melakukan tindakan pro justitia bagi perusahaan kredit online yang tidak berizin tapi melakukan praktik operasional sebagai perusahaan kredit online.

 

Dari sisi mikro ekonomi, manfaat utang atau kredit online bisa jadi berdampak signifikan. Setidaknya bisa meningkatkan literasi finansial masyarakat pada lembaga finansial. Apalagi untuk masyarakat yang tidak bisa mengakses lembaga perbankan (unbankable) karena tidak punya jaminan dan atau memang tidak perform secara ekonomi. Kredit online seolah menjadi oase untuk menjawab fenomena tersebut. Namun di sisi lain, masyarakat sebagai konsumen kredit online masih miskin informasi dari segi apapun. Para lelaku usaha kredit online juga banyak menyembunyikan informasi yang seharusnya disampaikan. Bahkan banyak pelaku usaha kredit online yang memang tidak punya itikad baik pada konsumen. Belum lagi pengawasan yang lemah oleh OJK, dan pihak lainnya. Jika sudah seperti ini fenomena kredit online hanya akan menjadi jebakan batmen bagi masyarakat, dan dalam jangka panjang bisa menjadi bom waktu yang mengerikan. Waspadalah!   ***

 

 

Ikuti tulisan menarik Tulus Abadi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB