Entah apa yang istimewa dari pilpres 2019 sehingga para politisi begitu kreatif mereproduksi wacana yang membuat kita terpingkal-pingkal. Salah satu wacana itu adalah penyematan sebutan ulama kepada Sandiaga Uno, bakal calon wakil presiden (Bacawapres) mendampingi Prabowo Subianto.
Adalah politisi PKS Hidayat Nur Wahid yang menyebut Bacawapres Sandiaga Uno sebagai ulama. Menurut dia, julukan itu berangkat dari terminologi bahasa Arab yang mengejawantahkan ulama sebagai seseorang yang memiliki keahlian khusus.
Jadi menurut logika Hidayat Nur Wahid, setiap orang yang memiliki keahlian khusus adalah ulama. Orang yang ahli dalam ilmu ekonomi adalah ulama ekonomi. Dia yang ahli dalam ilmu matematika adalah ulama matematika. Dia yang ahli dalam ilmu tambal ban adalah ulama tambal ban. Dia yang ahli memungut sampah, yang dengan baju kumuh dan gerobak sampahnya ahli mengelola sampah, adalah ulama bidang ilmu persampahan.
Persoalannya, di Indonesia ulama terlanjur didifinisikan berbeda. Menurt Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ulama adalah orang yang ahli dalam hal atau dalam pengetahuan agama Islam.
Pemberian gelar ulama kepada Sandiaga Uno yang mendadak itu tentu tidak bisa dilepaskan dari persoalan politik elektoral. Jika ingin menggambarkan bahwa Sandiaga adalah seorang ahli atau profesional mengapa harus menggunakan istilah ulama yang dalam konteks sosial di Indonesia yang sudah terlanjur didifinisikan sebagai ahli agama Islam. Ini tentu tidak bisa dilepaskan dari upaya untuk menggunakan simbol-simbol agama sebagai alat pendulang suara dalam pilpres 2019.
Bagimana tidak, sebelumnya, lagi lagi politisi PKS, Sohibul Iman melalui media sosial menyebut bahwa Sandiaga Uno adalah santri post-Islamisme. Apa pengertian santri?
Menurut KBBI, pengertian santri adalah orang yang mendalami agama Islam, orang yang beribadat dengan sungguh-sungguh atau orang yang saleh. Sementara menurut wikipedia, santri secara umum adalah sebutan bagi seseorang yang mengikuti pendidikan agama Islam di pesantren, biasanya menetap di tempat tersebut hingga pendidikannya selesai.
Secara garis besar santri didifinisikan sebagai orang saleh dan pembelajar dalam agama Islam. Pertanyaan berikutnya sama, kenapa sebutan santri mendadak dilekatkan kepada Sandiaga Uno? Jawabannya sama, yaitu upaya untuk menggunakan simbol-simbol agama sebagai alat pendulang suara dalam pilpres 2019.
Lantas, apa sebenarnya ingin disembunyikan dari gelar santri hingga ulama yang mendadak dilekatkan kepada Sandiaga Uno? Apakah ini terkait dengan jejak-jejak Sandiaga Uno selama ini yang bila diungkap akan merugikan kepentingan politisi dalam pilpres 2019?
Setelah browsing di internet, muncullah beberapa jejak seorang Sandiaga Uno terkait dengan kepentingan publik. Salah satunya terkait dengan bencana banjir lumpur yang terjadi di Banyunwangi pada 2016 silam. Menurut website Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), banjir lumpur yang melanda kawasan wisata Pantai Pulau Merah, Kabupaten Banyuwangi, tidak lepas dari aktivitas pertambangan emas PT. Bumi Suksesindo (BSI) milik pengusaha Sandiaga Uno, Boy Thohir dan Soeryadjaya.
Bukan hanya itu, jejak Sandiaga Uno juga ditemukan dalam persoalan kebakaran lahan di Riau pada 2015. Seperti ditulis di website dw.com, Tahun 2015 Polda Riau menetapkan PT Langgam Inti Hibrindo sebagai tersangka pembakaran hutan seluas 250 hektare di kabupaten Pelalawan. Ini adalah perusahaan perkebunan sawit anak grup PT Provident Agro Tbk. milik Sandiaga Uno.
Apakah jejak-jejak seorang Sandiaga Uno yang terkait dengan persoalan publik itu yang ingin ditutupi oleh mendadak membanjirnya istilah-istilah santri hingga ulama? Entahlah. Mari kita nikmati kelucuan pilpres 2019 sambil ngopi agar tetap waras.
Sumber foto: https://today.line.me/id/pc/article/Sandiaga+Uno+Diimunisasi+Vaksin+Difteri+Begini+Mimik+Wajahnya-0p9MXD
Ikuti tulisan menarik firdaus cahyadi lainnya di sini.
