x

Iklan


Bergabung Sejak: 1 Januari 1970

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Reformasi Politik Militer

Berlangsungnya reformasi politik di Indonesia mengubah perjalanan institusi militer di bidang politik.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

(20 Tahun TNI Pascareformasi : 5 Oktober 1998-5 Oktober 2018)

Oleh : Ikhsan Yosarie

 

Konsiderans huruf d, TAP MPR No. VI/MPR/2000 Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri, mengatakan bahwa peran sosial politik dalam dwifungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia menyebabkan terjadinya penyimpangan peran dan fungsi TNI dan Polri yang berakibat tidak berkembangnya sendi-sendi demokrasi dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.

Melalui UU No.34 tahun 2004 tentang TNI, potensi kelahiran kembali dwi fungsi ABRI diantisipasi. Pengantisipasian ini perlu karena konsep dwi fungsi ABRI lah yang menjadi pintu masuk utama militer untuk berperan dalam bidang sosial-politik. Pengantisipasian tersebut dilakukan pada konteks jati diri TNI. Sehingga, melalui pembentukan jati diri TNI pascareformasi, filosofi dwi fungsi ABRI terdekonstruksi dan direkonstruksi melalui UU ini. Rumusan mengenai jati diri TNI yang diamanatkan UU tersebut dapat menjadi pondasi utama untuk melihat bagaimana seharusnya posisi TNI terhadap politik praktis. 

Jati Diri dan Identitas Politik

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Jati diri  yang dimaksud terdapat dalam pasal 2 huruf d, diamanatkan bahwa salah satu jati diri TNI adalah Tentara Profesional, yaitu tentara yang terlatih, terdidik, diperlengkapi secara baik, tidak berpolitik praktis. pada Konsiderans huruf d UU TNI, dijelaskan TNI dibangun dan dikembangkan secara profesional sesuai kepentingan politik negara, mengacu pada nilai dan prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia, ketentuan hukum nasional, dan ketentuan hukum internasional yang sudah diratifikasi, dengan dukungan anggaran belanja negara yang di kelola secara transparan dan akuntabel.

Pengaturan lainnya yang diatur dalam UU TNI adalah tentang jenis politik TNI. Jenis politik tersebut menjadi identitas politik TNI pascareformasi. Identitas politik yang dimaksud adalah politik TNI merupakan politik negara, sehingga dalam menjalankan perannya TNI bergerak sesuai dengan keputusan politik negara. Hal ini dapat dilihat pada pasal 5 UU TNI yang mengamanatkan TNI berperan sebagai alat negara di bidang pertahanan yang dalam menjalankan tugasnya berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara. Kebijakan dan keputusan politik negara adalah kebijakan politik pemerintah bersama-sama dengan DPR yang dirumuskan melalui mekanisme hubungan kerja antara pemerintah dan DPR, seperti rapat konsultasi dan rapat kerja sesuai dengan peraturan Perundang-undangan (Penjelasan Pasal 5).

Sejalan dengan pasal 5 UU TNI tersebut, TAP MPR No.VII tahun 2000 tentang Peran TNI dan Peran Polri, yang notebene aturan hukum yang secara hierarki berada diatas UU TNI, juga mengatur hal demikian. Dalam  pasal 5 ayat (1), disebutkan bahwa Kebijakan politik negara merupakan dasar kebijakan dan pelaksanaan tugas Tentara Nasional Indonesia. Kebijakan dan keputusan politik negara sebagai dasar pelaksanaan tugas TNI, tampak pada pelaksanaan tugas pokok TNI. Pada pasal 7 ayat (1) UU TNI, dijelaskan bahwa tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.

Kemudian, pada ayat (2), disebutkan bahwa tugas pokok tersebut dilakukan dengan dua cara, yaitu Operasi Militer Untuk Perang (OMUP) dan Operasi Militer Selain Perang (OMSP). OMSP kemudian dirincikan menjadi beberapa bagian, (1) mengatasi gerakan separatisme bersenjata; (2) mengatasi pemberontakan bersenjata; (3) mengatasi aksi terorisme; (4) mengamankan wilayah perbatasan; (5) mengamankan objek vital nasional yang bersifat strategis; (6) melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai dengan kebijakan politik luar negeri; (7) mengamankan Presiden dan wakil presiden beserta keluarganya; (8) memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya secara dini sesuai dengan sistem pertahanan semesta; (9) membantu tugas pemerintahan di daerah; (10) membantu kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat yang diatur dalam undang-undang; (11) membantu mengamankan tamu negara setingkat kepala dan perwakilan pemerintah asing yang sedang berada di Indonesia; (12) membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian, dan pemberian bantuan kemanusiaan; (13) membantu pencarian dan pertolongan dalam kecelakaan (search and rescue); serta (14) membantu pemerintah dalam pengamanan pelayaran dan penerbangan terhadap pembajakan, perompakan, dan penyelundupan.

Larangan dan Jabatan Sipil

Representasi sebagai tentara profesional berikutnya tampak pada keberadaan larangan bagi setiap prajurit TNI yang diatur dalam pasal 39 UU TNI. Dalam pasal tersebut, prajurit TNI dilarang terlibat dalam Kegiatan menjadi anggota partai politik, Kegiatan politik praktis, Kegiatan bisnis, dan Kegiatan untuk di pilih menjadi anggota legislatif dalam pemilihan umum dan jabatan politis lainnya. Pasal 5 ayat (2) dan ayat (4) TAP MPR No.VII tahun 2000 tentang Peran TNI dan Peran Polri, juga mengatur perihal larangan bagi prajurit TNI. Pada ayat (2), diatur bahwa Tentara Nasional Indonesia bersikap netral dalam kehidupan politik dan tidak melibatkan diri pada kegiatan politik praktis. kemudian pada ayat (4), diatur bahwa Anggota Tentara Nasional Indonesia tidak menggunakan hak memilih dan dipilih. 

Keberadaan larangan bagi prajurit TNI, terutama berkaitan dengan politik praktis, kemudian diikat dengan aturan perihal keharusan pensiun dini bagi prajurit TNI jika ingin terlibat politik praktis, misalnya menunaikan hak politik (memilih dan dipilih) dan menduduki jabatan sipil. Seperti diatur dalam pasal  5 ayat (5) TAP MPR No.VII tahun 2000 tentang Peran TNI dan Peran Polri, bahwa prajurit TNI hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas ketentaraan. Aturan ini kemudian diperkuat dengan pasal Pasal 47 ayat (1) UU TNI yang mengatur bahwa prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan.

Meskipun demikian, terdapat pengecualian berdasarkan skala kebutuhan dalam hal posisi jabatan sipil bagi prajurit aktif. Skala kebutuhan ini dapat kita pahami bahwa jabatan sipil tersebut membutuhkan militer untuk mendudukinya. Beberapa posisi yang dikecualikan tersebut diatur pada 47 ayat (2)nya, bahwa prajurit aktif dapat menduduki jabatan pada kantor yang membidangi koordinator bidang Politik danKeamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotik nasional, dan Mahkamah Agung.

Sebagai aturan main, dijelaskan berikutnya pada ayat (3), bahwa prajurit menduduki jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didasarkan atas permintaan pimpinan departemen dan lembaga pemerintahan non departemen serta tunduk pada ketentuan administrasi yang berlaku dalam lingkungan departemen dan lembaga pemerintah non departemen dimaksud, serta ayat (4), Pengangkatan dan pemberhentian jabatan bagi prajurit sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai dengan kebutuhan organisasi departemen dan lembaga pemerintah non departemen yang bersangkutan.

Suksesi Reformasi Politik

Berlangsungnya reformasi politik di Indonesia mengubah perjalanan institusi militer di bidang politik. Keinginan untuk mengurangi peran militer dalam bidang politik dan pemerintahan terus digerakkan oleh kekuatan-kekuatan pro-reformasi. Reformasi politik Indonesia berimplikasi kepada keharusan militer untuk mereformasi dirinya sendiri. TAP MPR No.VI tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri, TAP MPR No.VII tahun 2000 tentang Peran TNI dan Polri,  dan Undang-Undang Nomor 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI), menjadi produk hukum yang hadir dalam rangka suksesi reformasi TNI.

Sumber gambar : news.liputan6.com

Ikuti tulisan menarik lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler