x

Iklan

Syarifuddin Abdullah

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Kecanggihan Mesin Propaganda Turki Memainkan Kasus Khashoggi

Tampak sedang menggiring munculnya tuntutan agar pelaku dan dalang pembunuhan Jamal Khashoggi dapat diadili di Mahkamah Kriminal Internasional

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Mesin dan strategi propaganda Turki yang memainkan kasus Jamal Khashoggi terkesan selalu lebih unggul beberapa langkah dibanding kemampuan counter yang dilakukan oleh mesin dan strategi propaganda Kerajaan Saudi Arabia (KSA).

Turki mampu mengkombinasikan sisi politik dan keamanan dalam mengolah informasi terkait kasus Khashoggi, yang dibocorkan secara bertahap, sistematis, terukur dan semuanya tampak bertujuan untuk menjebak pihak KSA.

Sejak awal, Turki tampak mengolah kasus Khashoggi dengan dua tujuan utama: mendiskreditkan pihak KSA tanpa terlibat langsung dalam ketegangan diplomatik bilateral antara Turki vs KSA; dan kedua, melakukan semacam internasionalisasi kasus Khashoggi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tahap-I: menggiring KSA untuk menyangkal

Selama tiga hari pertama (2 – 4 Oktober 2018), pihak Turki masih fokus dan hanya membocorkan informasi bahwa Khashoggi dinyatakan hilang: tidak ada kabarnya setelah memasuki kantor Konsulat Jenderal (Konjen) KSA pada 2 Oktober 2018. Selama periode tiga hari itu, Turki mengesankan bahwa informasi yang dimiliki penyelidik Turki hanya berdasarkan laporan tunangan Khashoggi, Hatice Chengiz.

Mungkin karena itulah, pihak KSA langsung merespon dengan menegaskan tidak tahu menahu nasib Khashoggi, sekaligus memberikan kesan penyesalan terkait nasib salah seorang warganya. Dan inilah jebakan pertama yang berhasil memancing KSA.

Tahap-II: menggiring KSA untuk mengakui

Memasuki hari keempat (5 Oktober 2018), Turki membocorkan ke media rekaman CCTV yang memperlihatkan Khashoggi sedang memasuki gerbang gedung Konjen KSA di Istanbul, yang viral secara global. Melalui rekaman ini, Turki ingin mengirim pesan kepada publik dunia, bahwa Khashoggi benar memasuki gedung, dan mencoba mengaitkan KSA dengan penghilangan Khashoggi, namun pada saat yang sama, tidak mengesankan dampak lanjutan yang disembunyikan.

Reaksi KSA terhadap bocoran rekaman itu – dan tampaknya sesuai yang diharapkan – muncul dalam wawancara Muhammad bin Salman (MBS) dengan stasiun Bloomberg (5 Oktober 2018), yang menegaskan bahwa Khashoggi telah meninggalkan gedung Konjen, dan KSA tidak memiliki kepentingan untuk menyembunyikan informasi.

Yang menarik, penegasan MBS seolah sengaja dibiarkan menjadi konsumsi publik global selama beberapa hari, sebelum akhirnya Presiden Recep Tayyip Erdogan dalam lawatannya ke Hongaria (8 Oktober 2018) mengirim sinyal kuat dengan mengatakan, “Pihak Konjen KSA harus membuktikan bahwa Khashoggi benar telah meninggalkan kantor Konjen”. Lebih menarik lagi, pernyataan Erdogan ditutup dengan mengatakan, “Konjen KSA pasti akan melakukan itu”. Pernyataan penutup Erdogan ini mengesankan bahwa Erdogan tahu persis bahwa Konjen tidak mungkin bisa membuktikan Khashoggi telah meninggalkan kantor Konjen.

Akibatnya, Riyadh dan pihak Konjen KSA hanya bisa merespon dengan mengatakan, Konjen KSA tidak memiliki rekaman CCTV yang membuktikan Khashoggi telah meninggalkan kantor Konjen.

Hal ini membuktikan bahwa Turki memang sengaja mengeksploitasi tiap informasi yang dimilikinya untuk menjebak dan membuat pihak KSA tampak seolah “mati langkah”.

Yang juga menarik, hampir semua bocoran informasi dilakukan melalui semacam kerjasama antara dua media lokal Turki yang memiliki situs berbahasa Inggris (Daily Sabah dan Yeni Safak) dengan institusi resmi Turki yang melakukan penyelidikan (tim penyelidik kejaksaan, dinas intelijen dan kepolisian). Kalau dicermati, semua foto dan rekaman video yang menjadi viral secara global pertama kali diberitakan melalui dua media lokal Turki tersebut. Tiap bocoran tampak diarahkan untuk kepentingan luar negeri Turki, dengan menggiring atau membiarkan publik opini dunia untuk menyimpulkan sendiri-sendiri.

Pada tahap ini, Turki membocorkan informasi (11 Oktober 2018) tentang pergerakan mencurigakan anggota Tim-15 orang yang datang dari KSA ke Istanbul pada 2 Oktober 2018, lengkap dengan foto-foto, nama dan usianya.

Selanjutnya, Turki membocorkan informasi bahwa kemungkinan Khashoggi dibunuh dan mayatnya dimutilasi di salah satu ruangan di gedung Konjen KSA. Penegasan bahwa Turki bahkan mengetahui di ruangan mana mayat Khashoggi dimutilasi mengirim sinyal kuat bahwa Turki memang memiliki rekaman visual.

Seperti bisa diduga, rangkaian bocoran informasi itu menjadi viral secara global, dan tentu semakin menggiring asumsi dan publik opini global bahwa Khashoggi memang dibunuh, sekaligus pada saat yang sama, menafikan kemungkinan Khashoggi ditangkap dan dibawa ke KSA. Giringan ini membuat KSA berada dalam posisi tidak nyaman, karena menyadari kemungkinan akan menghadapi tudingan kriminal dan tuntutan hukum. Dan kayaknya, inilah tujuan awal yang dirancang oleh Turki.

Tentu pihak KSA terus melakukan counter narasi, dengan berupaya membantah tiap teori Turki terkait kasus Khashoggi, antara lain dengan cara menjelekkan pihak Turki dan beberapa negara sekutunya di Timur Tengah (terutama Qatar) dan menunjukkan kontradiksi yang terkandung dalam tiap teori Turki.

Namun perlawanan mesin propaganda KSA tampak gagal total, selalu tertinggal beberapa langkah. Sebab Turki, secara fokus dan terukur, terus melancarkan bocoran informasi yang mendiskreditkan KSA, dengan mengatakan bahwa Turki memiliki rekaman audio dan bahkan bukti visual, yang membuktikan Khashoggi dibunuh di dalam Konjen KSA, yang akhirnya membuat KSA berada pada posisi bertahan dan melancarkan reaksi yang tidak terukur.

Pada saat inilah, yang paling menyakitkan bagi KSA adalah munculnya permintaan Turki agar diiizinkan melakukan penyelidikan di kantor Konjen dan rumah kediaman Konsul KSA. Sebuah permintaan yang tidak mungkin ditolak oleh KSA, yang notabene ingin membuktikan KSA tidak terlibat dalam pembunuhan Khashoggi.

Pada saat yang hampir bersamaan, Turki membocorkan teori AppleWatch, yang mengesankan bahwa Turki menjadikannya sebagai “instrumen petunjuk kuat” untuk menyimpulkan bahwa Khashoggi dibunuh. Dijelaskan juga bahwa pihak IT Turki telah berhasil mentranskrip rekaman Apple Watch dengan menegaskan bahwa jam itu terkoneksi dengan pesawat seluler iPhone milik Khashoggi, yang dititipkan dan dipegang oleh tunangannya, yang menunggu di sekitar kawasan Konjen KSA.

Bahkan kemudian muncul penegasan (14 Oktober 2018) bahwa Turki memiliki dan sudah menyelidiki rekaman sekitar 150 CCTV yang terpasang di sekitar gedung Konjen dan rumah kediaman Konsul KSA, sebagian CCTV itu milik warga dan/atau gedung perkantoran sekitar.

Intinya, Turki tidak menyisakan ruang bagi KSA untuk bermanuver. Akibatnya, KSA semakin tertekan. Tidak aneh jika kemudian KSA menerima dan mengizinkan Turki melakukan penyelidikan di kantor Konjen dan rumah kediaman Konsul KSA, melalui pembentukan semacam Satgas Gabungan yang bernama Join Action Team. Meskipun KSA menyetujui pembentukan Satgas Gabungan, namun Turki tetap menegaskan akan melakukan penyelidikan secara terpisah dan independen.

Perkembangan lanjutannya, akibat tekanan dan pemberitaan global yang terus menyudutkan KSA, akhirnya Raja Salman sendiri muncul ke permukaan dan terlibat secara langsung, dengan mengumumkan penyelidikan internal di KSA dan menyetujui dilakukannya penyelidikan di Konjen dan rumah kediaman Konsul KSA. Pada tahap ini, beberapa media global mulai menyimpulkan kemungkinan KSA akan mengakui terbunuhnya Khashoggi.

Harus diakui bahwa propaganda sistematis yang dilakukan Turki telah berhasil penuh, dengan munculnya pengakuan pihak KSA pada 20 Oktober 2018, bahwa Khashoggi terbunuh di lingkingan Konjen KSA, meski tetap mengelak dengan alasan tewasnya Khashoggi akibat “kecelakaan” yang muncul dari perkelahian.

Alasan tewas akibat perkelahian, kemudian dicounter lagi oleh Turki dengan membocorkan informasi bahwa Turki memiliki bukti Khashoggi tewas karena leher tercekik.

Tahap-III: menggiring publik opini Global untuk menyalahkan KSA

Pengakuan KSA tentang terbunuhnya Khashoggi di lingkungan Konjen KSA, adalah hasil maksimal yang dicapai oleh mesin propaganda Turki. Namun prosesnya masih sedang-dan-akan terus berlanjut.

Wacana yang kini mengemuka (setelah pengakuan) adalah penolakan publik opini yang menganggap versi KSA terkait terbunuhnya Khashoggi sangat tidak logis, ngawur, mengandung kebohongan yang disengaja, dan cenderung menutupi-nutupi (cover-up) kejadian sesungguhnya.

Sebab penyangkalan yang berlangsung selama 18 hari (2 – 20 Oktober 2018), lalu tiba-tiba muncul pengakuan (20 Oktober 2018), dengan mudah disimpulkan ada kebohongan. Poin itulah yang diringkas oleh Presiden Donald Trump yang sebelumnya menegaskan versi cerita KSA kredibel, lalu pada Sabtu 21 Oktober 2018 menegaskan, “obviously there’s been deception, and there’s been lies” (jelas ada banyak tipuan dan banyak kebohongan) terkait kasus Khahoggi.

Selain itu, muncul tuntutan agar dibentuk tim independen global, jika perlu dipimpin langsung oleh PBB, untuk menyelidiki kasus Khashoggi secara transparan lalu membawa pelaku dan dalangnya ke meja hijau.

Salah satu argumen Turki yang masih “disimpan” sampai hari ini (21 Oktober 2018) adalah klaimnya memiliki bukti visual tentang proses pembunuhan dan mutilasi Khashoggi. Padahal boleh jadi Turki sebenarnya tidak memiliki bukti visual dan hanya menggertak. Dan jika benar Turki memiliki bukti visual, berarti selama ini Turki memiliki akses ke rekaman CCTV di internal Konjen KSA.

Dan salah satu jebakan yang mungkin dirancang Turki adalah menggiring munculnya tuntutan agar pelaku dan dalang pembunuhan Khashoggi dapat diadili di Mahkamah Kriminal Internasional (International Criminal Court).

Catatan penutup: metode dan desain propaganda yang selama tiga pekan dimainkan Turki secara sistematis dan terukur dalam kasus Khashoggi, yang diarahkan sesuai tujuan yang disetting sejak awal, dan sejauh ini relatif sukses, dapat dianggap sebagai salah satu kampanye propaganda paling canggih, lihai dan sukses di abad ke-21, bahkan disebut kecanggihannya mengalahkan kampanye propaganda Rusia dalam kasus Pemilihan Presiden Amerika 2016.

Syarifuddin Abdullah | 21 Oktober 2018/ 11 Safar 1440H

Catatan: materi utama artikel ini diolah ulang dan disadur dari artikel Haedar Ibrahim Al-Musaddar, yang berjudul “Kasus Khashoggi, Bagaimana Turki Membuktikan Kemampuan Propagandanya”, yang dimuat aljazeera.net pada 19 Oktober 2018.

Sumber foto ilustrasi: aljazeera.net

Ikuti tulisan menarik Syarifuddin Abdullah lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler