x

Iklan

TD Tempino

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Ketua DPR RI Dari Wartawan ke Senayan

Di mata hadirin dan teman sejawat tentang sosok Bamsoet kalau bisa disimpulkan dalam satu kalimat bunyinya begini : BamSoet tetaplah pribadi yang humble.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Catatan Budaya Thamrin Dahlan

Orang Ketiga

Inilah konotasi positif tentang makna orang ketiga. BamSoet mengukir sejarah menjadi wartawan ke -3 menduduki jabatan terhormat sebagai Ketua DPR RI. Sebelumnya Adam Malik dan Harmoko. Perlu perjuangan panjang dan jatuh bangun merintis karier jalur politikus.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Namun berbekal pengalaman jurnalis mulai dari Media Universitas Jayabaya tempat menempuh ilmu akuntansi sampai harian Prioritas, Majalah Vista dan kemudian Pemimpin Redaksi Harian Suara Karya merupakan energi positif ditakdirkan jadi orang ketiga,

"saya takut kualat" demikian ungkap BamSoet ketika di tanya kenapa tidak menggunakan fasilitas kendaraan negara RI 3. Pasalnya junjungan beliau Ketua Partai Golkar Erlangga mendapat mobil dinas bernomor RI 35.

 

Inilah salah satu bentuk kerendahan hati dan tak ingin arogan menggunakan kekuasaan demi menjaga hati sesama Kader Golkar. Jadilah Bamsoet penggemar sekaligus kolektor otomotif menggunakan mobil berbahan bakar gas. Murah dan bebas polusi katanya mengikuti logika praktis.

Orang ketiga bukan sembarangan sodara. Inikah puncak karier BamSoet yang sebelumnya tidak terduga. Namun garis tangan anak tentara (kolong) ini tentu membanggakan keluarga besar dan juga komunitas wartawan. Pesan BamSoet sebagai jurnalis " dunia jurnalis sudah mengajarkan banyak kepada saya tentang disiplin waktu berpikir terbuka analitik kerja keras dan tanggung jawab."

 

Buruk Sangka

Awak pikir kenapa juga Egi Sudjana dekat dekat dengan Ketua DPR Bambang Soesatyo (BamSoet). Apa urusanya Bapak yang satu ini pake duduk sebelahan lagi. Apa dia diundang atau datang sendiri merapat ke orang penting. Ini acara spesial bedah buku "dari wartawan ke senayan" di gedung Nusantara DPR Kamis 25/10/2018.

Ech setelah awak baca buku biografi Bamsoet ternyata Egy Sudjana teman lama satu kost ketika sama sama bergerak di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Pantas banget mereka akrab sekali walau berbeda pilihan kendaraan politik dalam menegakkan Demokrasi Pancasila. Oh Kawan lama ceritanya ya. Eah awak jadi malu sendiri berburuk sangka. Maaf ya Bung ES. Bamsoet tidak berubah walau sudah di puncak karier.

Cerita terrekam mereka anak anak muda satu malam kelam kelaparan maka dipesanlah nasi goreng. Ketika membayar saling tengok, tak satupun punya uang. jadilah sepatu kets baru milik MS Kaban di korbankan. Satu kenangan manis berteman dengan calon calon orang hebat membentuk karakter masing masing untuk berjuang untuk Indonesia.

 

Pasar Induk Kramatjati

Benar juga falsafah jawa tentang kelengkapan hidup anak manusia. BamSoet sudah memiliki 5 syarat  buat jadi Ksatria.   Dia punya wisma (rumah), wanita (istri) turangga (kendaraan) kulila (hewan periaan dan curiga ( senjata) seperti tertera di halaman 78.

Tentu semua didapat bukan dari warisan orang tua namun segala harta halal yang berbuah tahta itu di dapat dari perjuangan.  Ketika kuliah di Jayabaya BamSoet sudah berjualan telor busuk dan assesories plonco mahasiswa baru. Jiwa enterpreuneur itu melekat pada jiwa raganya sehingga peluang berdagang sayur di Pasar Induk Keramatjati pun dilakoni dengan tekun dan serius.

Kata nenek saya sesorang itu bisa tegak kokoh berdiri dan kencang berlari apabila memiliki 2 tungkai yang kuat.   Bamsoet memiliki 2 kaki kuat dalam artian bukan saja sebagai jurnalis dia juga seorang pengusaha sukses. Wartawan sejatinya tidak lepas dari amplop namun bagi BamSoet justru kebalikannya.  Dia bukan wartawan amplop tetapi amplopnya  wartawan.

Satu kisah nyata.  Ketika Panda Nababan  Pemimpin Redaksi Harian Prioritas tak sengaja bertemu dengan BamSoet.  "eh banyak sekali isi amplopmu ?"   Penulis muda itu memang sangat produktif dan kreatif sehingga honor  sebagai wartawan lepas melebihi teman teman. BamSoet langsung didapuk menjadi wartawan Prioritas dan baru 6 bulan kemudian diterima secara resmi setelah membuat surat lamaran.

 

DPR Sejuk

Presiden Jokowi dalam testimoni di buku Dari Wartawan ke Senayan memberikan apresiasi berlebih untuk sosok seorang BamSoet. "Kesan pertama saya tentang Bamsoet kalau mengkeritik pedas sekali.  Tapi saya tahu BamSoet konsisten dan apa adanya. Perjalanan keras sebagai wartawan serta jiwa kewirausahaan yang kuat sebagai pengusaha mematangkan pikiran nurani dan pikirannya dalam berpolitik"

Wakil Presiden Jusuf Kalla malah bersedia menggoreskan tulisan tangan di buku otobiografi BamSoet. Dalam kapasitas Tokoh Golkar JK menulis " BamSoet memerankan dengan baik tugas beratnya sebagai Ketua DPR - RI.  Dia netral dan jadi penyejuk suhu parlemen. Berbekal potensinya sebagai wartawan tangguh dan selalu respek cerdas dan cekatan dalam berkomunikasi"

Dua pucuk pimpinan Negara ini sudah lebih dari cukup memberikan pujian untuk Bamsoet diantara sekian banyak testimoni tokoh nasional seperti Surya Paloh dan Yapto serta teman wartawan. Langkah pertama Bamsoet di DPR adalah memperbaiki hubungan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (BPK). " tidak ada gunanya kita terus saling bersiteru mari saling membangun Negara ini dengan sikap profesionalisme"

 

Pesan Moral

Sebagai seorang blogger saya merasa bersyukur mendapat kesempatan hadir di acara peluncuran buku Bamsoet berkat budi baik Mas Ananto Fajar. Tetangga di Perumahan Bumi Harapan Permai (BHP) Kampung Dukuh Jakarta Timur jauh jauh hari sudah mengabarkan akan ada bedah buku BamSoet ketika menghadiri resepsi pernikahan putra Ketua DPR.

Memperoleh buku fenomenal setebal 289 halaman. Hard cover,  berwarna diterbitkan Gramedia Pustaka Utama dengan ISBN :  978 602 03 9868 6 sungguh satu keberuntungan menambah koleksi buku biografi tokoh nasional.

Kamis, 25 Oktober Gedung Nusantara DPR-MPR Senayan menjadi saksi sejarah peluncuran buku Bamsoet.  Walaupun kini ditengah kesibukan Ketua DPR tetap menulis.   Ini kesejatian jiwa seorang pewarta apalagi telah mengabadikan rekam jejaknya dengan  menerbitkan 13 buku.   

"Tangan yang meraihmu ketika kau jatuh lebih berarti dari pada yang menyalamimu ketika sukses" inilah ungkapan hati nan paling dalam Bamsoet seperti yang tertulis di halaman pertama buku.

 

Sahabat seperjuangan BamSoet dari Harian Prioritas : Wina Armada, Nano Bramono, Heru Subroto dan Bobby Batara menuntaskan biografi dalam waktu 2 bulan.  Reportase dan rangkuman testimoni di tulis dengan sangat elok, mengalir dan enak dibaca.  Maklum diksi dan perbendarahaan kata para  wartawan senior ini bisa jadi melebihi jumlah kosa kata yang ada di Kamus Bahasa Wartawan.

Di mata hadirin dan teman sejawat tentang sosok Bamsoet kalau bisa disimpulkan dalam satu kalimat bunyinya  begini :  BamSoet tetaplah pribadi yang humble, hangat, apik, ulet, cerdar, kritis dan lugas. Tak ada yang berubah dengan BamSoet. Salut "

 

Demikian pula ungkapan pribadi Mas Ananto Fajar dan teman teman SMP 49 Jakarta Timur.  BamSoet sudah jadi orang besar tetapi dia bukan sok pembesar justru tetap menjadi  sosok yang selalu berbesar hati dan rendah hati. Semangat silaturahmi  tetap terjaga selalu berusaha hadir reunian walaupun ditengah kesibukan seabrek.

Tulisan ini bukan sekedar puja puji tetapi menurut ustaz awak,  apabila 40 orang bahkan lebih memberikan kesaksian  bahwa seorang anak manusia itu baik maka itulah doa untuk keabadian kebaikannya.

Terinspirasi dari buku Dari Wartawan Ke Senayan,  saya pikir buku ini patut dan dan layak dibaca oleh generasi muda sebagai motivasi membentuk karakter enterpreuner.   Bukan karena di buku tercantum 2 halaman tentang kepemimpinan tetapi kegigihan BamSoet sehingga survive sampai di puncak karier  memang patut diteladani.

Salamsalaman

TD

 

Ikuti tulisan menarik TD Tempino lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler