x

Iklan

Anggito Abimanyu

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Membaca Pesan APBN 2019

Sejak krisis 1999, APBN juga berfungsi sebagai stabilitas makro ekonomi dan referensi bagi kepercayaan pelaku ekonomi pada pengelolaan ekonomi Indonesia.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Membaca Pesan APBN 2019

oleh Anggito Abimanyu

Dosen UGM, Yogyakarta

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

APBN adalah jangkar perekonomian Indonesia, demikian pula dengan APBN 2019. Kesehatan APBN 2019 mencerminkan kesehatan perekonomian Indonesia, ketahanan APBN 2019 menggambarkan ketahanan perekonomian Indonesia, kestabilian ekonomi Indonesia dijaga melalui kebijakan dan postur APBN 2019.

APBN adalah instrumen kebijakan keuangan negara untuk melakukan fungsi pertumbuhan, alokasi dan distribusi sumber daya ekonomi. Kebijakan APBN ditetapkan dalam keputusan politik antara pemerintah dengan DPR. Pembahasan APBN juga sering dilakukan dengan terlebih dahulu dilakukan konsultasi dan uji publik. APBN bukan saja kepentingan DPR, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah tetapi juga bagi dunia usaha, BUMN, sektor keuangan, sektor sosial, dan sektor riil. APBN juga dapat difungsikan sebagai kebijakan counter cyclical, stimulus pada waktu menghadapi krisis keuangan.

Di Indonesia APBN menjadi sangat krusial, karena sejak krisis 1999, APBN juga berfungsi sebagai stabilitas makro ekonomi dan referensi bagi kepercayaan pelaku ekonomi pada pengelolaan ekonomi Indonesia. Peringkat ekonomi suatu negara salah satunya ditentukan pada kesehatan fiskal atau APBN.

Ukuran utama dari kesehatan APBN 2019 adalah defisit di bawah 3 % dan rasio utang di bawah 60 %. Di  samping itu ada juga ukuran-ukuran besaran keseimbangan primer, rasio perpajakan, rasio belanja program kemiskinan, belanja infrastruktur, sustainabilitas pengelolaan utang, stimulus fiskal, dampak moneter, dampak penciptaan lapangan pekerjaan,  serta ekspansi atau kontraksi APBN.

Kalau dilihat dari sisi komponen APBN, baik pendapatan, belanja dan pembiayaan maka, APBN juga bisa dibedah, misalnya komposisi pendapatan pajak dan PNBP. Dari sisi belanja, komposisi antara belanja pemerintah pusat dan pemerintah daerah, belanja subsidi, terutama BBM, listrik, dan pangan. Dari sisi pembiayaan, dapat dianalisis besaran pembiayaan rupiah dan valas, pembiayaan syariah berbasis proyek, suku bunga utang atau yield obligasi, investasi dan divestasi Pemerintah, besarnya pokok utang yang jatuh tempo hingga besarnya penyertaan modal negara (PMN) di BUMN.

APBN 2019 mencerminkan kesehatan ekonomi Indonesia, misalnya penurunan defisit APBN dari 2,1 % menjadi 1,84 % dari PDB (2018), bahkan terendah sejak tahun 2013. Keseimbangan primer juga sudah mendekati surplus, yakni 20,1 triliun (0,12 % PDB), turun dari Rp 142 triliun atau 1,23 % PDB pada tahun 2015. Keseimbangan primer defisit memberi arti bahwa penerimaan negara tidak mampu menbiayai belanja pemerintah di luar pembayaran bunga utang. Jika terjadi defisit keseimbangan prinmer berarti belanja pemerintah harus dibiayai dengan sumber utang. Rasio utang Indonesia di bawah 30 % dalam batas yang aman dan dapat dibayar dengan kemampuan keuangan APBN kita.

***

Persoalan APBN 2019 kita masih terletak pada tiga hal. Pertama, rasio pajak yang masih di bawah referensi negara tetangga lainnya. Kedua, tambahan belanja subsidi BBM lebih tinggi dibanding dengan tambahan pendapatan negara dari minyak, dan memberikan beban pada perekonomian. Ketiga, masih terbatasnya kemampuan ekspansi belanja pemerintah di luar belanja infrastruktur.

 APBN 2019 memberikan pesan bahwa Pemerintah dan DPR tetap menjadikan tujuan  kesehatan APBN sebagai  prioritas stabilitas nasional. Melalui APBN 2019 pemerintah menjaga adanya stabiliitas perekonomian dalam tahun politik. Tidak ada kebijakan perpajakan yang baru, tidak ada kenaikan harga BBM dan Listrik, defisit terus dijaga,  tidak ada tambahan utang yang signifikan, tidak ada proyek besar yang baru. Secara makro, Pemerintah dan Bank Indonesia menjaga agar Inflasi, kebutuhan bahan pokok dan stabilitas nilai tukar terus terkendali, demikianlah pesan jelas dari APBN 2019.

Konsekuensi dari kebijakan APBN 2019 tersebut adalah risiko perekonomian ke depan akan lebih besar, baik bagi pertumbuhan ekonomi maupun stabilias makro ekonomi, dan instrumen mitigasi risiko juga sangat terbatas. Mudah-mudahan kondisi risiko global mereda di tahun 2019, Pemilu berjalan aman, dan pada pasca pemilu, kebijakan ekonomi Indonesia dapat dinormalisasikan, kebijakan populis  segera ditinggalkan sehingga ekonomi bisa berjalan normal menuju tujuan kesejahteraan rakyat dalam jangka panjang.

Membaca pesan APBN 2019

oleh Anggito Abimanyu

Dosen UGM, Yogyakarta

 

APBN adalah jangkar perekonomian Indonesia, demikian pula dengan APBN 2019. Kesehatan APBN 2019 mencerminkan kesehatan perekonomian Indonesia, ketahanan APBN 2019 menggambarkan ketahanan perekonomian Indonesia, kestabilian ekonomi Indonesia dijaga melalui kebijakan dan postur APBN 2019.

APBN adalah instrumen kebijakan keuangan negara untuk melakukan fungsi pertumbuhan, alokasi dan distribusi sumber daya ekonomi. Kebijakan APBN ditetapkan dalam keputusan politik antara pemerintah dengan DPR. Pembahasan APBN juga sering dilakukan dengan terlebih dahulu dilakukan konsultasi dan uji publik. APBN bukan saja kepentingan DPR, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah tetapi juga bagi dunia usaha, BUMN, sektor keuangan, sektor sosial, dan sektor riil. APBN juga dapat difungsikan sebagai kebijakan counter cyclical, stimulus pada waktu menghadapi krisis keuangan.

Di Indonesia APBN menjadi sangat krusial, karena sejak krisis 1999, APBN juga berfungsi sebagai stabilitas makro ekonomi dan referensi bagi kepercayaan pelaku ekonomi pada pengelolaan ekonomi Indonesia. Peringkat ekonomi suatu negara salah satunya ditentukan pada kesehatan fiskal atau APBN.

Ukuran utama dari kesehatan APBN 2019 adalah defisit di bawah 3 % dan rasio utang di bawah 60 %. Di  samping itu ada juga ukuran-ukuran besaran keseimbangan primer, rasio perpajakan, rasio belanja program kemiskinan, belanja infrastruktur, sustainabilitas pengelolaan utang, stimulus fiskal, dampak moneter, dampak penciptaan lapangan pekerjaan,  serta ekspansi atau kontraksi APBN.

Kalau dilihat dari sisi komponen APBN, baik pendapatan, belanja dan pembiayaan maka, APBN juga bisa dibedah, misalnya komposisi pendapatan pajak dan PNBP. Dari sisi belanja, komposisi antara belanja pemerintah pusat dan pemerintah daerah, belanja subsidi, terutama BBM, listrik, dan pangan. Dari sisi pembiayaan, dapat dianalisis besaran pembiayaan rupiah dan valas, pembiayaan syariah berbasis proyek, suku bunga utang atau yield obligasi, investasi dan divestasi Pemerintah, besarnya pokok utang yang jatuh tempo hingga besarnya penyertaan modal negara (PMN) di BUMN.

APBN 2019 mencerminkan kesehatan ekonomi Indonesia, misalnya penurunan defisit APBN dari 2,1 % menjadi 1,84 % dari PDB (2018), bahkan terendah sejak tahun 2013. Keseimbangan primer juga sudah mendekati surplus, yakni 20,1 triliun (0,12 % PDB), turun dari Rp 142 triliun atau 1,23 % PDB pada tahun 2015. Keseimbangan primer defisit memberi arti bahwa penerimaan negara tidak mampu menbiayai belanja pemerintah di luar pembayaran bunga utang. Jika terjadi defisit keseimbangan prinmer berarti belanja pemerintah harus dibiayai dengan sumber utang. Rasio utang Indonesia di bawah 30 % dalam batas yang aman dan dapat dibayar dengan kemampuan keuangan APBN kita.

***

Persoalan APBN 2019 kita masih terletak pada tiga hal. Pertama, rasio pajak yang masih di bawah referensi negara tetangga lainnya. Kedua, tambahan belanja subsidi BBM lebih tinggi dibanding dengan tambahan pendapatan negara dari minyak, dan memberikan beban pada perekonomian. Ketiga, masih terbatasnya kemampuan ekspansi belanja pemerintah di luar belanja infrastruktur.

 APBN 2019 memberikan pesan bahwa Pemerintah dan DPR tetap menjadikan tujuan  kesehatan APBN sebagai  prioritas stabilitas nasional. Melalui APBN 2019 pemerintah menjaga adanya stabiliitas perekonomian dalam tahun politik. Tidak ada kebijakan perpajakan yang baru, tidak ada kenaikan harga BBM dan Listrik, defisit terus dijaga,  tidak ada tambahan utang yang signifikan, tidak ada proyek besar yang baru. Secara makro, Pemerintah dan Bank Indonesia menjaga agar Inflasi, kebutuhan bahan pokok dan stabilitas nilai tukar terus terkendali, demikianlah pesan jelas dari APBN 2019.

Konsekuensi dari kebijakan APBN 2019 tersebut adalah risiko perekonomian ke depan akan lebih besar, baik bagi pertumbuhan ekonomi maupun stabilias makro ekonomi, dan instrumen mitigasi risiko juga sangat terbatas. Mudah-mudahan kondisi risiko global mereda di tahun 2019, Pemilu berjalan aman, dan pada pasca pemilu, kebijakan ekonomi Indonesia dapat dinormalisasikan, kebijakan populis  segera ditinggalkan sehingga ekonomi bisa berjalan normal menuju tujuan kesejahteraan rakyat dalam jangka panjang.

Ikuti tulisan menarik Anggito Abimanyu lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler