x

Iklan

Sapto

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

SBY, sang Jenderal Negosiator

Ketua umum Partai Demokrat ini lebih paham akan keinginan dari rakyat Aceh hingga lahirnya perjanjian Helsinki yang diikuti dengan keluarnya UU No. 11/2006

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Konflik yang hampir puluhan tahun terjadi di Aceh berhasil diselesaikan Presiden ke 6 Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono melalui perundingan sengit.

Dimana kala itu, pemerintah Indonesia dan petinggi Gerakan Aceh Merdeka menandatangani perjanjian Helsinki pada 15 Agustus 2005.

Alhasil, melalui kesepakatan tersebut kedua pihak sepakat mengakhiri konflik yang selama ini terjadi di Tanah Rencong tersebut.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Jika dilihat sedikit kebelakang, Ketua umum Partai Demokrat ini lebih paham akan keinginan dari rakyat Aceh hingga lahirnya perjanjian Helsinki yang diikuti dengan keluarnya UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.

Tentu dengan melewati negosiasi yang panjang, tak semerta diikuti dengan dilandasi nasionalisme dan cinta tanah air yang dilakukan SBY terhadap rakyatnya kala masih menjabat sebagai orang nomor satu di Republik tercinta ini.

Menurut buku Pencapaian Kinerja Pembangunan KIB I (2004-2009) dan KIB II (2009-2014) yang disusun Kementerian Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, semua langkah yang dilakukan SBY itu dilakukan agar terjadi kedamaian di Bumi Aceh.

Proses terwujudnya MoU Helsinki sebenarnya telah dirintis sejak tahun 2000 pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

Namun proses perundingan soft power yang difasilitasi oleh Henry Dunant Centre (HDC) hanya melahirkan Jeda Kemanusiaan I dan II (Joint Understanding on Humanitarian Pause For Aceh), serta Moratorium Konflik yang ditandatangani pada 12 Mei 2000 di Jenewa, Swiss.

Namun sempat terhenti untuk beberapa lama hingga 15 Januari 2001, kedamaian tak kunjung tercipta di Aceh. Konflik malah kian keras terjadi.

Upaya mewujudkan Aceh yang damai kemudian diupayakan di zaman pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri. Tepatnya pada 9 Desember 2002, diadakan perundingan CoHA (Cessation of Hostilities Agreement) atau Perjanjian Penghentian Permusuhan di Jenewa, Swiss.

Dalam rangka menyelesaikan masalah atau konflik sosial di kalangan masyarakat, Pemerintahan SBY juga membentuk lembaga-lembaga dialog. Antara lain pembentukan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB).

Presiden SBY juga memfasilitasi pembentukan Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM), pembentukan Komunitas Intelijen Daerah (KOMINDA) dan Forum Pembaruan Kebangsaan (FPK).

Selain itu, salah satu aksi penting dalam mendukung Inpres No. 2 Tahun 2013 tentang Penanganan Gangguan Keamanan Dalam Negeri adalah dihasilkannya Nota Kesepahaman Bersama 10 Kementerian/Lembaga Negara.

Perundingan yang juga difasilitasi HDC ini mendapat dukungan dari banyak negara, seperti Jepang, Amerika Serikat, Kanada, Thailand, Denmark, Prancis, Australia, Qatar, Malaysia, Inggris, Filipina, dan Swedia.

Sayang aneka perundingan yang digelar tak juga berhasil menghentikan konflik di Aceh. Barulah kemudian tanggal 15 Agustus 2005, Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka yang dimediasi Crisis Management Initiative (CMI) mencapai kesepakatan damai.

Ikuti tulisan menarik Sapto lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler