x

Iklan

Natasya Sitorus

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Renungan Hari AIDS Sedunia 2018

Tentang kehilangan anak-anak HIV akan nenek serta kegundahan ketersediaan Antiretroviral

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Mata nenek Ani tertutup rapat. Tubuhnya kaku, tak lagi bernapas. Kamis pagi, Hanif menemukan neneknya tergeletak di lantai kamar mandi. Nenek yang selalu mengurus Hanif dan kedua kakaknya sudah tiada. Tak ada lagi suara cerewet yang setiap hari mengingatkan Hanif dan Rahmat untuk patuh minum obat antiretroviral (ARV). Delapan tahun lalu, Hanif dan kedua kakaknya kehilangan ibu mereka, putri semata wayang nenek Ani. Kini mereka kehilangan nenek.

Rahmat kini telah duduk di bangku SMK sementara Hanif, sejak setahun lalu berhenti sekolah di kelas 5 SD karena diejek oleh teman-temannya. Kala itu, nenek Ani memberanikan diri untuk datang ke sekolah dan bertanya langsung kepada guru Hanif tentang kasus tersebut. Didampingi Lentera Anak Pelangi, nenek meminta kejelasan tentang kasus perundungan yang dialami Hanif. Setelah kasus itu selesai, Hanif kembali bersekolah. Selang dua bulan, ia berhenti karena tak lagi punya semangat untuk bersekolah.

Rahmat, Dias, dan Hanif kini tak lagi memiliki nenek. Hanya tinggal kakek yang menemani mereka sehari-hari di rumah. Sepeninggal ibu mereka, Hanif sudah menganggap nenek sebagai ibunya. Tak terbayangkan seperti apa kesepian dan rasa rindu Hanif terhadap nenek. Sementara Rahmat, dengan tatapan kosongnya seakan merenungi pertengkarannya dengan nenek hampir setiap hari setahun belakangan. Mereka bertiga seakan tak percaya atas kepergian nenek yang tiba-tiba tepat dua hari menjelang  Hari AIDS Sedunia.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Hari ini seluruh dunia memperingati Hari AIDS Sedunia. Kampanye nasional bertemakan “Saya Berani, Saya Sehat, Tahu Status Lebih Baik”. Media sosial diramaikan dengan foto-foto yang ditempeli pita berwarna merah sebagai bentuk kepedulian. Tak hanya itu saja, ramai-ramai para aktivis HIV meneriakkan kekecewaan mereka terhadap berita adanya korupsi pengadaan obat ARV. Semestinya, obat tersebut dapat diperoleh secara gratis di rumah sakit dan beberapa puskesmas rujukan di Indonesia. Namun karena disinyalir adanya penggelembungan biaya pengadaan ARV ini, maka keberlanjutan dukungan pemerintah terhadap penyediaan obat ini akan dipertimbangkan lagi.

Rahmat dan Hanif, serta 9,230 anak dengan HIV berusia 0-14 tahun (Kemkes, 2018) lainnya tak akan bisa mengerti tentang kabar terancamnya keberlanjutan obat ARV ini. Mereka hanyalah anak-anak, yang sebagian besar kehilangan orang tua mereka karena penyakit ini. Mereka hanyalah anak-anak yang juga terinfeksi HIV, dan yang mereka tahu hanyalah mereka harus menelan obat yang sama setiap hari, setiap dua belas jam. Jangankan berteriak menentang korupsi pengadaan ARV, untuk meminta obat yang lebih bersahabat dengan anak saja mereka tak mampu. Mereka hanyalah anak-anak yang perlahan akan paham bahwa tak ada lagi anggota keluarga lain yang mampu mengasuh mereka.

Hanif dan kedua kakaknya masih beruntung karena masih memiliki kakek. Namun kakek juga sudah tua, sering sakit. Suatu hari nanti, jika kakek tiada, siapa yang akan mengurus mereka? Panti atau balai rehabilitasi untuk anak dengan HIV jumlahnya masih sangat terbatas. Ribuan anak lainnya juga terancam kehilangan sosok orang dewasa sebagai pengasuh mereka. Kamis kelabu lalu, Hanif lirih bertanya, “Lalu siapa yang mengantarkan aku untuk berobat nanti?”

Sekedar berani  untuk mengetahui status HIV rasanya tak cukup. Walau HIV ada obatnya, tapi jika pengadaannya dikorupsi, mau bagaimana? Tahu status tapi diskriminasi masih subur di masyarakat, apakah berani untuk berteriak “Saya HIV” jika masa depan anak dan keluarga yang menjadi taruhannya? Kepada siapa anak-anak ini harus mengadu dan berlindung, mengharapkan kasih sayang dan dukungan? Ah, perjalanan ini ternyata masih panjang.

Ikuti tulisan menarik Natasya Sitorus lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu