Mengaburkan keresahan pada sebaris puisi yang tak selalu puitis. Menempelkan kegalauan pada abstraksi yang tak selamanya cerdas. Menitipkan pesan pada tamsil yang tak utuh.
Mereka bilang: abstraksi puitis mengisyaratkan kedalaman paham, juga kecerdasan memadatkan masalah yang terurai. Ia mengetuk pintu rasa, bukan mendobrak gerbang akal.
Tapi tak semua orang memahaminya. Yang paham pun lebih memilih diam. Karena puisi abstrak selamanya multi tafsir. Ia hanya mampir pada mereka yang mampu merangkul beragam pilihan.
Membaca berlembar-lembar bait yang abstrak. Terasa asyik-maksyuk. Di halaman terakhir, kesimpulan yang diraih hanya satu: kepekaan rasa, setelah akal lebih dulu tajam terasah.
Syarifuddin Abdullah | 03 Desember 2018/ 24 Rabiul-awal 1440H
Sumber foto: The Light Shutter
Ikuti tulisan menarik Syarifuddin Abdullah lainnya di sini.