x

Iklan

Joko Ade Nursiyono

Staf Analisis Statistik Lintas Sektor Badan Pusat Statistik (BPS), Penulis Buku Pengantar Statistika Dasar, Kompas Survei Ubinan, Kompas Teknik Pengambilan Sampel, Setetes Ilmu Regresi Linier
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Menjaga Harga Kopra

Harga komoditas kopra beberapa bulan terakhir terus merosot. Harganya terpuruk sampai Rp. 2.400 per kilogram. Masalah ini perlu segera ditangani.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Baru-baru ini, fenomena turunnya harga kopra terjadi di seluruh wilayah, terutama Indonesia Timur. Ironinya, pemerintah belum mengetahui akar permasalahan yang terjadi di pasar kopra. Tentu hal ini memiriskan mengingat kopra menjadi salah satu komoditas andalan Indonesia, terlebih bagi masyarakat Maluku Utara (Malut).

Data Badan Pusat Statistik (2018) menunjukkan, Nilai Tukar Petani (NTP) nasional per Oktober adalah 103,02. NTP nasional ini bila dibandingkan bulan September 2018 turun sebesar 0,14 persen. BPS Malut mencatat, Indeks Harga yang Diterima Petani (It) naik sebesar 0,20 persen, sedangkan Indeks Harga yang Dibayarkan Petani (Ib) juga naik sebesar 0,34 persen. Berdasarkan data tersebut, kenaikan Ib lebih besar daripada kenaikan It. Artinya, kenaikan pengeluaran sehari-hari petani melebihi kenaikan pendapatan dari lapangan usaha pertanian. Ongkos untuk mengolah lahan sampai menghasilkan komoditas pertanian rupanya melebihi biaya makan sehari-hari, biaya menyekolahkan anak, serta biaya perumahan.

Penurunan NTP nasional ini ternyata juga diikuti oleh Nilai Tukar Petani Subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat (NTPR) di beberapa wilayah. Di Maluku Utara sendiri, NTPR Oktober 2018 turun sebesar 1,15 persen. Ditengarai, penurunan NTPR ini salah satunya diakibatkan turunnya rata-rata kelompok tanaman perkebunan rakyat, terutama kelapa. Mengingat kopra sebagai salah satu produk dari kelapa, harga kopra akan terpengaruh.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Stabilisasi harga

Mengingat harga kopra saat ini yang terpuruk hingga Rp. 2.200 per kilogram, ada baiknya pemerintah melakukan langkah pengendalian harga. Riwayat harga kopra yang mulanya bergerak di kisaran Rp. 14.000 per kilogram itu kian memprihatinkan. Jikalau persoalan ini belum bisa diatasi sampai 2019, bisa jadi memberi efek negatif bagi kesejahteraan petani.

Beberapa pemerintah daerah saat ini tengah melakukan upaya mengatasi harga kopra. Di Tidore Kepulauan, misalnya, pemerintah berencana memberikan penyertaan modal bagi pengusaha agar dapat membeli kopra dengan harga layak. Pemerintah provinsi Maluku Utara juga akan menggelontorkan dana sekitar 5 miliar untuk mendongkrak harga kopra. Meski demikian, pengendalian harga kopra tak cukup dengan sejumlah dana. Keberanian dan kejelian pemerintah dalam memerangi spekulan harga serta memutus rantai pemasaran kopra sangat dibutuhkan.

Selain itu, perlindungan hukum perdagangan kopra secara nasional perlu diterapkan lagi. Era orde lama, Presiden Soekarno pernah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 11 Tahun 1963 Tentang Kopra. Mandat peraturan itu tertuang dengan dibentuknya Badan Usaha Kopra (BUKOPRA) yang salah satu tugasnya adalah menjamin stabilitas harga kopra. Ironinya Perpres itu tidak lagi dijalankan sampai saat ini.

Ancaman kemiskinan

Kemiskinan masih menjadi persoalan sampai saat ini. Harga kopra yang terjun bebas di tingkat petani setidaknya memberi tanda, bahwa negara diminta hadir untuk menstabilkannya. Terlebih, kebanyakan petani  belum memiliki wadah untuk berkontribusi dalam tarik-ulur harga kopra.

Data BPS menyebutkan bahwa angka kemiskinan nasional per Maret 2018 menyentuh satu digit (9,82 persen). Kendati demikian, angka kemiskinan Maluku Utara per Maret malah naik, BPS Malut mengungkap jumlah penduduk miskin di Malut per Maret 2018 sebesar 6,64 persen. Kondisi tersebut naik dibandingkan kondisi September 2017. Terjadi kenaikan 3,2 ribu penduduk miskin. Masyarakat yang bergerak di sektor pertanian dinyakini berisiko tinggi terjerumus dalam kemiskinan. Saat harga komoditas penyumbang turbulensi ekonomi mengalami penurunan, sedangkan harga kebutuhan pokok sehari-harinya lebih tinggi, daya beli petani makin lama makin tergerus. Sebab apa yang mereka bayarkan tak sebanding dengan apa yang mereka peroleh.

Kita belum bisa puas dengan kemiskinan satu digit. Upaya untuk lebih meminimalkannya justru lebih berat. Kita menghadapi permasalahan fundamental di mana angka kemiskinan lebih dikarenakan adanya Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) yang cenderung meningkat. BPS Malut mencatat, nilai P1 dan P2 Malut sejak 2015 sampai 2017 cenderung meningkat. P1 tahun 2015 sebesar 0,7, 2016 sebesar 0,73, dan meningkat di tahun 2017 menjadi 0,81. Sedangkan P2 di tahun 2015 adalah 0,13, lalu di tahun 2016 0,18 kemudian meningkat menjadi 0,20 di tahun 2017.

Penurunan harga kopra yang tendensi melambat berpotensi memperdalam jurang pendapatan antara penduduk ekonomi terbawah dan ekonomi teratas. Perbedaan pendapatan di antara penduduk miskin juga semakin parah. Petani kopra tampaknya menunggu-nunggu kebijakan pemerintah. Sebagai solusi jangka pendek, jaminan harga kopra diberikan untuk mereka tidak memperbesar peluang petani kopra terjungkal dalam kemiskinan. Tetapi, dalam jangka panjang, intervensi harga ditengarai belum cukup efektif untuk menjamin kesejahteraan petani.

Proses hilirisasi produk turunan kelapa yang ada, rupanya belum diterapkan. Selama ini, produk turunan kelapa mayoritas diolah menjadi kopra. Petani belum mendapatkan sentuhan khusus bagaimana cara mengubah kelapa menjadi beberapa produk olahan yang lebih menguntungkan. Ketergantungan petani kopra pada satu jenis produk turunan kelapa menjadikan risiko mengalami kerugian amat besar. Lebih-lebih saat harga kopra sedang anjlok seperti sekarang. Persaingan dagang antara produk minyak kelapa sawit dan produk minyak olahan kopra menjadi salah satu penentu pembentukan harga kopra.

Penyediaan wadah seperti organisasi perkopraan dinyakini dapat meningkatkan daya tawar petani dalam pembentukan harga. Regulasi sebagai bentuk payung hukum perdagangan hasil perkebunan kelapa turut menjaga minat petani kopra. Tak hanya itu, masalah harga kopra juga dikarenakan belum tersedianya pasar untuk menyerap kopra dari petani. Volume kopra yang membeludak, tentu akan merugikan petani tanpa adanya kepastian pangsa pasarnya.

Sentuhan teknologi bagi para petani menjadi urgen apabila terjadi variasi harga di beberapa wilayah. Ketidaktahuan petani kopra terhadap perbedaan harga inilah yang memberi “angin segar” para tengkulak memainkan harga. Pemanfaatan grup daring sebagai wadah bagi para petani kopra untuk mendapatkan informasi harga pasar kopra merupakan sebuah keharusan. Dengan begitu, ke depan petani sendiri bisa memperkirakan harga jual kopra. Selain itu, mereka dapat menyiapkan strategi pemasaran apabila terdapat persaingan harga yang tidak sehat.

Harga kopra tidak semestinya dibiarkan begitu saja, apalagi menyelepekannya. Sebab, kondisi itu dalam jangka panjang berdampak menambah kemiskinan. Di tengah berjuang menyabung nasib, petani kopra terancam bergeming. Kalau aktivis dan mahasiswa ribut dengan berdemo sana-sini, bahkan menelan korban berjatuhan, petani kopra tetap bergeming. Bergeming akibat sebegitu sengsara mengusahakan kopra.(*)

Ikuti tulisan menarik Joko Ade Nursiyono lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler