x

Iklan

Hamzah Zhafiri Dicky

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Menjaga Cagar Budaya di Yogyakarta

Yogyakarta sebagai daerah yang istimewa, memiliki banyak sekali cagar budaya. Menjadi tanggung jawab bersama untuk menjaganya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sudah bukan rahasia lagi, Yogyakarta dari dulu memang dikenal sebagai daerah yang kaya akan budaya. Sejarah daerah ini dari sejak era kerajaan Mataram Islam, Pra-Kolonial, Hindia Belanda, hingga kemerdekaan dan bahkan reformasi, membuat Yogyakarta selalu punya relik-relik sejarah yang mengagumkan. Dari mulai barang-barang pusaka masa kerajaan Mataram, bangunan kuno Belanda, hingga rumah sakit dan balai umum bersejarah.

Semua kekayaan budaya itu didokumentasi oleh dinas pemerintah daerah untuk ditasbihkan sebagai cagar budaya.

Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Yogyakarta mencatat ada 455 benda cagar budaya di Kota Yogyakarta. Sebanyak 89 di antaranya telah ditetapkan resmi sebagai Benda Cagar Budaya oleh pemerintah pusat dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Adapun sisanya, ditetapkan berstatus benda warisan budaya oleh Wali Kota Yogyakarta pada 2009.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

“Kebanyakan berupa bangunan, pemiliknya diberikan insentif dalam pembayaran PBB (Pajak Bumi dan Bangunan),” kata Kepala Seksi Pembinaan dan Pelestarian Nilai-Nilai Budaya Widiyastuti.

Saking bagusnya cagar budaya yang terdapat di Yogyakarta, UNESCO bahkan sempat mengundang Walikota Yogyakarta, Haryadi Suyuti, untuk berbicara di depan Forum Wali Kota se-Asia Pasifik di Korea Selatan.

Namun begitu, bukan berarti pengelolaan cagar budaya di Kota Gudeg ini tidak memiliki catatan kelam. Tahun 2010 lalu, terjadi kontroversi atas pembangunan daerah pertokoan Yap Square. Pasalnya, pembangunan ini meruntuhkan gedung Balai Mardi Wuto, sebuah bangunan yang telah menjadi cagar budaya bersama dengan Rumah Sakit Mata Dr. Yap. Dr Yap Hong Tjoen mendirikan rumah sakit mata di Yogyakarta pada 1923 dan kemudian membangun Balai Mardi Wuto untuk pemberdayaan tunanetra yang tidak dapat disembuhkan pada 1926 sehingga menjadi mandiri.

Di lokasi yang akan menjadi tempat pembangunan Yap Square terdapat sejumlah bangunan yang pernah digunakan sebagai tempat tinggal, pusat pelatihan, dan perpustakaan Braille. Gugus bangunan yang dikenal sebagai Bale Mardi Wuto itu diperkirakan dibangun sekitar 1930-an.

Pembangunan Yap Square sendiri memang digagas oleh Badan Sosial Mardi Wuto sendiri selaku pemilik gedung dan tanah tersebut. Awalnya, baik rumah sakit dan balai Mardi Wuto diresmikan sebagai Bangunan Cagar Budaya. Namun, keputusan itu direvisi karena saat pertama kali diajukan pada tahun 1996, status Cagar Budaya dimaksudkan untuk bangunan rumah sakit seluas 22.690 meter persegi, adapun kompleks Mardi Wuto tidak termasuk.

Meski keputusan sudah dipukul palu, banyak pihak yang masih menyayangkan pembongkaran Balai Mardi Wuto yang dinilai bersejarah. Salah satunya adalah Masyarakat Advokasi Warisan Budaya (Madya).

Selain Mardi Wuto, ada lagi kasus perusakan cagar budaya di SMA 17 Yogyakarta. Berawal dari isu sengketa lahan. Muchammad Zakaria, yang mengklaim sebagai pemilik lahan di atas bangunan sekolah itu, berdasarkan surat perintah kerja (SPK), memerintahkan Yoga Trihandoko untuk merobohkan bangunan sayap kiri gedung SMA 17 yang berciri khas arsitektur Indische.

Perintah itu diberikan tiga kali, yaitu pada kurun waktu bulan Maret, April, dan Mei 2013. Bangunan yang dirusak terdiri dari ruang guru, dua ruang kelas, ruang laboratorium biologi, ruang komputer, ruang OSIS dan musala.

Kasus-kasus ini pun sangat disayangkan bisa terjadi. Padahal, bangunan cagar budaya adalah bentuk warisan kebudayaan yang berharga sebagai pengingat kita akan sejarah dan budaya.

Mari kita berharap semoga pemerintah mau menghadapi ancaman krisis cagar budaya ini secara lebih serius. Jangan sampai pelestarian budaya diganjal oleh kepentingan bisnis semata.

Pentingnya menjaga kebudayaan Yogyakarta telah disadari oleh banyak pihak. Salah satunya adalah seorang tokoh daerah Yogyakarta sendiri, Bambang Soepijanto. Pria yang sedang maju sebagai kandidat anggota DPD DIY ini mengakui pentingnya menjaga budaya Yogyakarta. Hal itu termaktub dalam visi dan misinya yang ingin menjadikan kebudayaan Yogyakarta, bukan saja warisan Indonesia, tapi juga warisan dunia.

 

Ikuti tulisan menarik Hamzah Zhafiri Dicky lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler