x

Iklan

Aditya Harlan

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Menilik Kebijakan Tarif Dasar Listrik yang Naik

Sejak 2015 PLN telah memberikan pengumuman bahwa subsidi listrik 23 juta rumah tanggga dengan tegangan 900 Volt Ampere (VA)

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sejak 2015 PLN telah memberikan pengumuman bahwa subsidi listrik 23 juta rumah tanggga dengan tegangan 900 Volt Ampere (VA) akan dicabut pada awal 2017. Selain itu PLN juga meminta mereka beralih ke listrik non subsidi dengan tegangan  1300 Volt Ampere (VA).

            Setelah diimplementasikan secara luas, kebijakan tersebut menimbulkan keresahan tersendiri. Isu yang beredar santer saat itu adalah Presiden Jokowi menaikkan tarif dasar listrik secara diam – diam.

            Namun beragam pendapat terkait kenaikan TDL juga memunculkan statemen negatif dari beberapa tokoh politik. Seperti yang sampaikan oleh ketua DPP Partai Gerindra Sodik Mudjahid yang menyatakan bahwa kenaikan TDL sangat memberatkan rakyat dan tidak pro rakyat tandasnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

            Nurjaman Center for Indonesian Democracy (NCID) sempat mengeluarkan sebuah statement yang ditujukan kepada presiden Jokowi. Melalui Jajat selaku direktur NCID, beliau menyampaikan bahwa Jokowi semestinya paham dengan kondisi masyarakat yang sedang sulit. Dengan seringnya mengeluarkan kebijakan yang tidak pro rakyat, tentu Jokowi tidak layak disebut sebagai pemimpin wong cilik. Nyatanya bukan kesejahteraan yang diterima rakyat, tetapi beban hidup rakyat yang bertambah.

            Hal tersebut dibantah oleh Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir yang menegaskan bahwa tak ada kenaikan Tarif Dasar Listrik seperti yang dihebohkan warganet di jagad media sosial, isu kenaikan TDL dibuat sebagai fitnah yang ditujukan ke pemerintahan era Jokowi.

            Sofyan Basir mengatakan bahwa PLN maupun pemerintah tak dapat seenaknya menaikkan TDL. Kenaikan harus pula atas persetujuan DPR. Dirinya juga menyatakan bahwa pihaknya hanya mengeluarkan kebijakan untuk tidak lagi memberikan subsidi dengan kategori 900 watt kepada masyarakat. Sebab, pada awalnya subsidi dengan kategori tersebut ditujukan bagi masyarakat tidak mampu, namun kenyataannya banyak yang dinikmati kalangan menengah.

Menteri ESDM Ignasius Jonan mengatakan, bahwa dicabutnya subsidi listrik 900 VA yang mengakibatkan naiknya TDL, merupakan langkah menyukseskan tercapainya program pemerataan pembangunan. Sebab, hasil pencabutan subsidi nantinya akan digunakan untuk menunjang pembangunan beberapa daerah yang belum merasakan aliran listrik di seluruh wilayah Indonesia.

            Selain itu Jonan juga menambahkan bahwa saat itu terdapat 2.500 desa yang belum pernah merasakan aliran listrik. Sementara itu, ada sekitar 10.000 desan menikmati listrik minimal sehingga perlu dilakukan pemerataan dengan pencabutan subsidi listrik sesuai kemampuan masyarakat.

            Bagaimanapun juga listrik adalah kebutuhan yang tak tergantikan di era sekarang, meskipun kita tahu bahwa sumber energi memang beragam seperti matahari, angin, panas bumi dan lain – lain, namun output yang dihasilkan adalah listrik, yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan seperti menjalankan usaha, ataupun menunjang aktifitas rumah tangga.

            Vitalnya kebutuhan akan listrik tentu menjadi landasan bagi PLN maupun Kementrian ESDM untuk melakukan upaya agar seluruh desa dapat menikmati aliran listrik secara merata.

            Terkait dengan kenaikan Tarif Dasar Listrik tentu kebijakan tidak diambil oleh Jokowi secara sepihak, PLN beserta Kementrian ESDM tentu telah mengkaji keadaan di lapangan yang menyebutkan bahwa di Indonesia masih ada daerah yang belum teraliri listrik oleh PLN.

            Menjelang pesta politik kabar tentang isu kenaikan harga memang santer di goreng, hal ini tentu menjadi senjata kaum oposisi untuk dapat merebut suara dari rakyat. Penetapan Tarif Dasar Listrik misalnya yang sempat mengalami kenaikan di tahun sebelumnya. Para oposisi akan menyampaikan bahwa kenaikan tersebut adalah salahnya presiden.

            Namun selayaknya kita berpikir lebih luas, bahwasanya kinerja Presiden dibantu oleh Mentri di berbagai bidang, tugas menteri adalah mengupayakan agar program pemerintah dapat berjalan dengan baik, tentu berbagai upaya tersebut telah dipikirkan secara matang oleh kementrian dan disepakati oleh DPR.

            Tentu jika ada yang salah dengan kebijakan tersebut, alangkah baiknya jika keluhan tersebut disampaikan kepada kementrian secara langsung. Kementrian ESDM juga terbuka apabila terdapat aduan dari masyarakat. Melalui laman www.subsidi.djk.esdm.go.id Kementrian ESDM melayani pengaduan listrik bersubsidi terkait dengan program kebijakan subsidi listrik tepat sasaran.

            Saat ini bukanlah waktu yang tepat untuk terus menerus menyalahkan Presiden Jokowi, banyaknya permasalahan yang ada di Indonesia tentu membutuhkan peran nyata untuk menyelesaikannya, bukan dengan menebar kebencian di sosial media.

            Sebagai masyarakat era modern sudah semestinya kita berfikir lebih mendalam dan melihat permasalahan dari berbagai sudut pandang. Kita sadar bahwa berbagai kebijakan yang dihasilkan oleh Kementrian dan BUMN merupakan kebijakan yang dirumuskan oleh orang  yang terdidik mengenai pekerjaan dan disiplin ilmu yang mereka geluti.

            Menodong pemerintah berisi orang – orang yang tidak pro rakyat merupakan sifat yang tak kalah pandirnya dari menyalahkan masa lalu.  Berkat adanya listrik yang merata tentu hal tersebut akan mengurangi kesenjangan sosial. Sudah semestinya manusia berpikir dan memaknai sesuatu tidak hanya dari kacamata dirinya sendiri.

Ikuti tulisan menarik Aditya Harlan lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler