x

Iklan

Hamzah Zhafiri Dicky

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Kampanye adalah Adu Gagasan, Bukan Suara Keras-kerasan

Kampanye politik lekat dengan adu teriak dalam debat dan konvoi berisik di jalanan. Bambang Soepijanto adalah anti tesis dari hal tersebut.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Ada sebuah pepatah bijak yang penting untuk kita simak: jika kita ingin didengar, perbaiki substansi argumenmu, bukan volume suaramu. Sering kita lihat di televisi, di kanal youtube, di mimbar publik, berbagai tokoh ataupun pengamat politik berpidato dan berdebat. Ketika situasi sudah panas, mulailah tiap pembicara itu menaikkan oktaf suaranya. Makin tinggi dan makin tinggi, lalu mulai berteriak, mulai mengamuk dan menghardik lawan bicaranya atau lawan politiknya.

Perilaku ini seolah dicontoh oleh pendukung maniak tiap kandidat maupun partai politik. Ruang publik pun jadi korban. Pinggiran jalan dipakai untuk memasang bendera, spanduk, dan baliho partai. Bahkan tiap alat visual saling menindih satu sama lain. Bendera parpol A dipasang, parpol B balas pasang menutupinya, dan parpol C membuat bendera yang lebih besar untuk menutupi keduanya.

Hal ini pun juga diimplementasikan dalam bentuk konvoi. Para simpatisan partai turun ke jalan dengan motor berknalpot modif. Genjrengan motor pun bersahut-sahutan digeber oleh pengendaranya, sementara di kursi penumpang, ada yang bertugas mengibarkan bendera partai super besar. Kadang-kadang simpatisan wanita pun turut serta, berbekal bendera mini, mereka membuat koreografi dalam ombak konvoi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dengan segala kebisingan itu, entah apa yang ingin dicapai. Tidak ada yang salah sebenarnya, namanya juga ekspresi politik. Tapi apakah besar-besaran suara akan mendongkrak elektabilitas parpol atau calon politisi mereka? Sangat sulit dibuktikan. Pada akhirnya konvoi itu hanyalah pamer kekuatan secara simbol saja.

Sementara politik elektoral di level pilpres, DPR, DPRD, memang memiliki corak seperti itu, ada yang lain dengan corak DPD. Sebagai lembaga legislatif non-partisan, calon anggota Dewan Perwakilan Daerah cenderung tidak memiliki kampanye yang bising. Wajar saja, karena calon anggotanya memang bukan dari kekuatan parpol.

Dengan dasar seperti itu, kampanye di pemilihan DPD ini pun relatif bisa lebih kreatif dan berorientasi pada gagasan. Contohnya seperti kampanye yang dilakukan oleh Bambang Soepijanto. Calon anggota DPD dapil Daerah Istimewa Yogyakarta (DPD DIY) ini menampilkan berbagai kampanye yang kreatif dan menyenangkan. Melalui media sosialnya, ia melakukan edukasi interaktif seputar isu kesejahteraan masyarakat, pariwisata Yogyakarta, serta kelestarian lingkungan. Sebagai mantan Dirjen Planologi dan Kehutanan, wajar saja bagi seorang Bambang Soepijanto untuk menyertakan aspek lingkungan dalam kampanyenya.

Tidak hanya itu, Bambang Soepijanto bersama tim kampanyenya juga memproduksi video kampanye interaktif untuk mengkomunikasikan gagasan dan persuasi politiknya. Ini tentu saja hal yang sehat dalam iklim politik elektoral. Semoga saja ada banyak politisi yang mengikuti jejak elegan dari seorang Bambang Soepijanto.

Ikuti tulisan menarik Hamzah Zhafiri Dicky lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu