x

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Japan After Shock

Cara warga Jepang menghadapi bencana gempa bumi dan tsunami.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul: Japan After Shock

Penulis: Hani Yamashita dan Junanto Herdiawan

Tahun Terbit: 2012

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penerbit: Galang Press

Tebal: 240

ISBN:  978-602-9431-04-9
Negara kita adalah negara yang sering mendapatkan gempa. Bukan hanya gempa-gempa kecil, tetapi gempa besar yang diikuti dengan tsunami pun beberapa kali melanda negeri kita. Gempa yang diikuti tsunami baru-baru ini terjadi di Palu dan Selat Sunda. Gempa besar yang diikuti tsunami setidaknya pernah terjadi dalam beberapa tahun terakhir ini di Banyuwangi, Flores, Aceh dan Nias.

Buku yang ditulis oleh Hani Yamasita dan Yunanto Herdiawan setahun setelah gempa besar di Jepang ini menggambarkan bagaimana Jepang telah siap secara budaya menghadapi bencana yang akrab mendatanginya. Yani Yamasita dan Yunanto Herdiawan adalah dua warga Indonesia yang tinggal di Jepang. Buku yang ditulis pada tahun 2012 ini menggambarkan gempa besar yang melanda Jepang yang diikuti oleh tsunami dan ancaman radiasi dari pusat listrik tenaga nuklir Fukusima. Kedua penulis berada di Jepang pada saat bencana terjadi. Jadi apa yang dituangkan dalam buku ini adalah kesaksian dari mereka yang berada di lokasi. Bahkan Junanto Herdiawan terlibat dalam misi Indonesia untuk memberi bantuan bagi para korban; dan Hani Yamasita bergabung semabagi relawan di perfektur Saitama.

Ada tiga hal besar yang kita bisa belajar dari buku ini. Pertama adalah bahwa orang-orang Jepang telah terlatih bagaimana menghadapi bencana gempa bumi. Kedua, mereka para penyintas menunjukkan semangat untuk membantu dariapda mengiba-iba mencari bantuan. Ketiga pres, baik media tulis maupun media tayang tidak mengeksploitasi korban dalam pemberitaannya.

Sebagai negeri yang berada di zona rawan gempa, Jepang telah menyiapkan warganya untuk menghadapi bencana gempa bumi dan tsunami. Kurikulum kebencanaan menjadi bagian dari kurikulum di sekolah, sejak dari sekolah dasar. Anak-anak ini dilatih bagaimana berperilaku saat ada gempa. Itulah sebabnya kedua anak Hani Yamasita bereaksi dengan benar ketika terjadi gempa pada tanggal 11 Maret 2011. Ryu dan Yuka yang masih duduk di SD bisa bertindak benar saat terjadi gempa. Ryu yang baru kelas 3 SD bahkan mengambil inisiatif untuk memimpin ibunya dan adiknya keluar dari rumah karena dirasakan gempanya sangat besar. Ryu yang masih duduk di kelas 3 SD sudah tahu apakah ia mau berlindung di bawah meja atau harus keluar rumah berdasarkan ukuran gempa yang dialaminya. Mereka keluar dari jendela besar karena merasa tidak mungkin bisa mencapai pintu.

Pengalaman Hani dengan dua anaknya ini menunjukkan bahwa mereka bukan hanya terlatih, tetapi juga arsitektur rumah sudah didisain sedemikian rupa supaya penghuninya bisa selamat. Jendela-jendela besar yang bisa dibuka dengan cepat untuk meloloskan diri dari bencana tersedia di rumah-rumah orang Jepang. Arsitektur yang ramah gempa ini terbukti telah menyelamatkan banyak orang dari bencana gempa.

Pemerintah pun mampu mengambil tindakan berdasarkan prioritas. Melihat bahaya radiasi yang mengancam, pemerintah lebih dulu melakukan evakuasi warga dari wilayah ancaman. Tindakan ini didahulukan. Pemerintah juga segera mengirim tim untuk menanggulangi bahaya radiasi yang bisa timbul sewaktu-waktu.

Hal kedua yang kita bisa pelajari adalah semangat para penyintas. Sering kali segera setelah bencana terjadi, para penyintas mengiba-iba mencari bantuan. Bahkan mereka tidak segan-segan menyalahkan pemerintah yang begitu lamban dalam menolong mereka. Kesaksian Hani dan Junanto ini sungguh berbeda. Mereka berdua menemukan bahwa orang-orang Jepang yang selamat dari bencana segera mengambil tindakan untuk membantu korban lainnya. Mereka sendiri sebenarnya adalah korban juga. Namun mereka mengutamakan untuk berbuat menolong korban lainnya daripada meratapi nasibnya. Sazaki Yusaku contohnya. Guru SD yang kehilangan anak dan ibunya ini tidak meratapi nasipnya. Ia justru membersihkan sekolah dari puing-puing sehingga sekolah siap untuk digunakan.

Warga Jepang yang tidak kena bencana pun secara suka rela segera datang membantu. Kisah Yamamoto yang berkeahlian mereparasi sepeda membaktikan dirinya untuk membantu membetulkan sepeda-sepeda yang rusak tanpa bayaran. Masyarakat yang sedang mengalami bencana merasakan bantuan yang besar dari Yamamoto karena sepeda-sepeda yang rusak bisa segera digunakan sebagai alat transportasi di wilayah bencana.

Hal ketiga yang bisa kita pelajari adalah tentang bagaimana press memberitakan bencana. Kita sering disuguhi dramatisasi korban oleh TV dan koran-koran saat terjadi bencana di negeri kita. Di Jepang lain. Press, baik media tulis maupun media tayang memfokuskan pemberitaannya pada korban selamat dan perjuangan mereka. Tidak terfokus kepada kengerian dengan menampilkan foto-foto mayat dan korban-korban yang menyedihkan. Press di Jepang memfokuskan pemberitaannya kepada upaya-upaya positif dari berbagai pihak dalam menanggulangi bencana.

Sebagai negeri yang – seperti Jepang, sering dilanda bencana alam, kita perlu belajar dari mereka. Mengajarkan kebencanaan kepada anak-anak sejak dini begitu penting. Pelajaran kebencanaan harus berfokus kepada kemampuan anak untuk melakukan tindakan yang tepat. Bukan sekedar memberikan pengetahuan.

Upaya-upaya untuk membangun bangunan-bangunan yang ramah bencana juga perlu didorong. Khususnya di wilayah-wilayah yang sudah diketahui sebagai wilayah rawan bencana. Bangunan yang dirancang ramah terhadap bencana akan menyelamatkan banyak warga dari bencana alam.

Press harus juga ikut mendidik masyarakat. Jangan malah memprovokasi korban untuk merengek-rengek. Kita perlu belajar dari press Jepang yang memfokuskan pada hal-hal positif dari bencana. Pemberitaan yang memfokuskan diri pada hal-hal positif akan mendidik bangsa untuk lebih mampu menghadapi bencana.

Terima kasih Hani Yamasita dan Junanto Herdiawan yang telah memberikan kesaksian betapa bangsa Jepang begitu kuat dan siap menghadapi bencana.

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu