x

Iklan

Era Sofiyah

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Dolanan Anak sebagai Media Konstruksi Sosial Dan Budaya

Metode belajar sambil bermain merupakan wahana tumbuh kembang yang sangat efektif untuk menanamkan nilai-nilai karakter dan budaya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Dunia anak adalah dunia masa depan penentu sejarah bangsa. Anak memiliki posisi strategis sebagai pewaris dan penerus nilai-nilai budaya. Franz Magnis-Suseno, dalam sebuah acara Sarasehan Nasional Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa pernah mengatakan bahwa pada era sekarang ini yang dibutuhkan bukan hanya generasi muda yang berkarakter kuat, tetapi juga benar, positif, dan konstruktif.

 

Sumberdaya manusia yang berkarakter sebagaimana diungkapkan di atas dapat dicapai melalui pendidikan yang berorientasi pada pembentukan jiwa keberanian dan kemauan menghadapi problema hidup dan kehidupan secara wajar, jiwa kreatif untuk mencari solusi dan mengatasi problema tersebut, dan jiwa mandiri dan tidak bergantung pada orang lain.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 50% variabilitas kecerdasan orang dewasa sudah terjadi ketika anak berusia 4 tahun. Peningkatan 30% berikutnya terjadi pada usia 8 tahun, dan 20% sisanya pada pertengahan atau akhir dasawarsa kedua. Dari sini, sudah sepatutnya pendidikan karakter dimulai dari dalam keluarga, yang merupakan lingkungan pertama bagi pertumbuhan karakter anak. 

 

Untuk merealisasikan tujuan pendidikan karakter tersebut, maka diperlukan metode pengembangan pendidikan karakter yang tidak keluar dari fitrah anak. Pengembangan dan penanaman karakter dapat dimulai sejak usia dini melalui pembiasaan-pembiasaan yang dilakukan dengan cara bermain. Metode belajar sambil bermain merupakan wahana tumbuh kembang yang sangat efektif untuk menanamkan nilai-nilai karakter dan budaya. Dalam bermain, anak membuat pilihan, memecahkan masalah, berkomunikasi, dan bernegosiasi. Mereka menciptakan peristiwa khayalan, melatih keterampilan fisik, sosial, dan kognitif. Saat bermain anak dapat mengekspresikan dan melatih emosi dari pengalaman dan kejadian yang mereka temui setiap hari.

 

Indonesia memiliki banyak khazanah dolanan (permainan) tradisional yang dapat menguatkan pendidikan. Lebih dari tiga puluh permainan nusantara kita miliki. Seperti gobag sodor, petak umpet, engklek, bentik, dakon (congklak), egrang, lompat tali, lempar batu, ular naga, layang-layang, kotak pos, gundu (kelereng), cublak-cublak suweng, sepak sekong, gasingan, boi-boinan, bentengan, gasingan, gatrik, kasti, balap karung, masak-masakan, rangku alu, paraga, tengklek, kucing-kucingan, pletokan, polisi-polisinan, wong-wongan, setan-setanan, perang-perangan, tembak-tembakan, barongan, wayangan, kekean, kapal-kapalan, dan lainnya.

 

Permainan Tradisional yang semakin hari semakin hilang di telan perkembangan jaman, sesungguhnya menyimpan sebuah keunikan, kesenian dan manfaat yang lebih besar seperti kerja sama tim, olahraga, terkadang juga membantu meningkatkan daya olah dan pikir otak. Berbeda dengan permainan anak jaman sekarang yang hanya duduk diam memainkan permainan dalam layar monitor dan sebagainya. Jika digali lebih dalam, ternyata makna di balik nilai-nilai permainan tradisional mengandung pesan-pesan moral dengan muatan kearifan lokal (local wisdom) yang luhur dan sangat sayang jika generasi sekarang tidak mengenal dan menghayati nilai-nilai yang diangkat dari keanekaragaman suku-suku bangsa di Indonesia.

 

Dari penjelasan di atas, manfaat permainan tradisional dalam membentuk karakter anak dapat disimpulkan sebagai berikut:

 

Pertama, dengan permainan tradisional anak akan selalu melahirkan nuansa suka cita. Suasana ceria, senang, dan gembira yang dibangun senantiasa melahirkan dan menghasilkan kebersamaan yang menyenangkan. Inilah benih masyarakat yang menciptakan kerukunan.

 

Kedua, permainan itu dibangun secara bersama-sama. Artinya, demi menjaga permainan dapat berlangsung secara baik, mereka mengorganisir diri dengan membuat aturan main di antara anak—anak sendiri. Dalam konteks inilah anak—anak mulai belajar mematuhi aturan yang mereka buat sendiri dan disepakati bersama. Anak belajar mematuhi aturan bermain secara fair play, apabila ada anak yang tidak mematuhi aturan main, dia akan mendapatkan sanksi sosial dari sesamanya. Dalam kerangka inilah, anak mulai belajar hidup bersama atau hidup bersosial.

 

Ketiga, keterampilan anak senantiasa terasah. Anak terkondisi membuat permainan dari berbagai bahan yang telah tersedia di sekitarnya. Dengan demikian, otot atau sensor motoriknya akan semakin terasah pula. Di pihak yang lain, proses kreativitasnya merupakan tahap awal untuk mengasah daya cipta dan imajinasi anak memperoleh ruang pertumbuhannya.

 

Keempat, pemanfaatan bahan—bahan permainan, selalu tidak terlepas dari alam. Hal ini melahirkan interaksi antara anak dengan lingkungan sedemikian dekatnya. Kebersamaan dengan alam merupakan bagian terpenting dari proses pengenalan manusia muda terhadap lingkungan hidupnya.

 

Kelima, hubungan yang sedemikian erat akan melahirkan penghayatan terhadap kenyataan hidup manusia. Alam menjadi sesuatu yang dihayati keberadaannya, tak terpisahkan dari kenyataan hidup manusia. Penghayatan inilah yang membentuk cara pandang serta penghayatan akan totalitasnya mengenai hidup. Cara pandang inilah yang kemudian dikenal sebagai bagian dari sisi kerohanian manusia tradisional.

 

Tersingkirnya dolanan anak tradisional saat ini adalah salah satunya faktor transfer budaya yang hampir tidak berjalan. Hal tersebut terjadi karena terputusnya proses pewarisan dolanan anak tradisional dari orang tua kepada anaknya. Perkembangan kota – kota kecil menuju kota metropolitan memberikan dampak terhadap semakin terbatasnya wahana atau tempat bermain untuk anak-anak.

 

Situasi demikian seringkali justru juga dipengaruhi oleh sikap orang tua yang mulai terpengaruh dengan budaya konsumtif sebagai konsekuensi dari munculnya berbagai iklan dan promosi yang giat dilakukan oleh para produsen mainan modern. Sebagian dari orang tua menganggap dolanan anak ketinggalan jaman dan menginginkan model permainan baru bagi anak-anaknya agar dapat mengikuti gaya hidup modern.

 

Hilangnya dolanan anak tradisional akan membawa berbagai dampak, terutama terhadap unsur budaya lokal yang sudah ada terlebih dahulu. Karakter masyarakat Indonesia yang sangat terkenal akan keramahannya, mulai bergeser dengan adanya konflik, kekerasan, dan hilangnya rasa solidaritas. Tentunya hal tersebut sangat tidak diharapkan. Masyarakat Indonesia yang ramah tamah dengan solidaritas sosial yang tinggi akan sangat di idam-idamkan untuk mempertahankan identitas bangsa dan memperkuat diri dalam menghadapi pusaran arus globalisasi.

 

Dengan gempuran teknologi yang rentan disalahgunakan, permainan tradisional urgen dikuatkan kembali. Sehingga, semua pihak yang terlibat dalam persiapan generasi terbaik di masa depan perlu mempertimbangkan untuk meregenerasi dan mempopulerkan permainan-permainan tradisional anak yang bisa mendampingi pembentukan karakter anak sejak dini.  Seperti pengenalan ulang berbagai jenis dolanan di sekolah dalam bentuk compact disc atau modul. Selain dengan cara itu festival atau lomba dolanan juga perlu diadakan untuk melestarikan dolanan tradisional. Selain untuk melestarikan budaya dolanan tradisional festival atau lomba dolanan tradisional juga bisa sebagai sektor pariwisata.

 

Dalam ranah ini, orangtua, pendidik/guru, pemerintah (legislatif maupun eksekutif) perlu menginisiasi kebijakan terstruktur dan sistematis dimasing-masing institusinya, orangtua di rumahnya, pendidik di sekolahnya, dan pemerintah pada kebijakan program serta pendanaan yang dapat menstimulus pembangunan karakter melalui media dolanan anak. Dengan tersosialisasikan pendidikan karakter diharapkan peserta didik dapat memahami, menganalisis, menjawab masalah-masalah yang dihadapi bangsa, dan dapat membangun kehidupan budi pekerti luhur dan moral bangsa secara berkesinambungan, konsisten yang bersumber pada nilai-nilai budi pekerti dan karakter bangsa sehingga cita-cita bangsa dan tujuan nasional bisa tercapai.

Ikuti tulisan menarik Era Sofiyah lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler