x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Tujuh Tantangan Menanti Pemenang Pilpres

Setelah disumpah dan dilantik sebagai Presiden RI, politisi harus mampu naik kelas menuju negarawan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Dalam setiap kompetisi, pertanyaan yang kerap diajukan ialah ‘Siapkah Anda kalah?’ Pertanyaan retoris ini terkait dengan pemahaman bahwa seseorang yang kalah dalam suatu kompetisi akan mengalami ketidaknyamanan psikologis: malu, sedih, marah, kesal, kecewa, dan kondisi lain yang berkonotasi negatif. Pesepakbola yang kesebelasannya kalah akan berjalan ke luar lapangan sembari menundukkan kepala.

Sebaliknya, jarang muncul pertanyaan ‘Siapkah Anda menang?’ Orang banyak mungkin mengasumsikan bahwa pada diri seorang pemenang tidak akan timbul kondisi psikologis yang negatif. Yang diasumsikan ada ialah rasa gembira, senang, sukacita, dan euforia. Juara kompetisi akan melakukan victory lap dengan dada tegak sambil mengibarkan bendera. Jadi, sang pemenang tidak perlu dicemaskan. Benarkah begitu?

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Benar bahwa tidak setiap orang siap untuk kalah dalam kompetisi. Namun, mungkin, akan lebih banyak lagi orang yang tidak siap untuk menang, apa lagi dalam kompetisi politik seperti pemilihan presiden dan legislatif. Ada banyak hal yang mengikuti kemenangan seseorang atau partai politik setelah meraih sukses dalam pemilu, terutama setelah euforia perayaan kemenangan oleh pemenang dan pendukungnya.

Pertama, kesiapan untuk berempati kepada yang kalah dalam kompetisi dan tidak mengolok-olok, mengejek, dan mempermalukan dengan menggelar pesta euforia yang berlebihan. Kemenangan tidak abadi, begitu pula kekuasaan.

Kedua, kemampuan merengkuh kembali mereka yang semula menjadi kompetitor dalam pilpres beserta pendukungnya untuk merajut kembali persatuan yang sempat terganggu oleh kompetisi.

Ketiga, memulihkan kembali sikap saling percaya di antara warga negara dan menghalau prasangka, mengembalikan sikap saling menghormati setelah sempat saling mencaci dan mendustai.

Keempat, kesiapan menghadapi tanggung jawab yang berat dalam memikul amanah kekuasaan. Ketika yang terpilih untuk berkuasa ternyata mengkianati amanah, kekuasaan akan jadi kutukan yang memerangkapnya.

Kelima, kesanggupan untuk bersikap adil sejak disumpah menjadi presiden. Seorang presiden terpilih harus mampu dan mau menempatkan diri sebagai pemimpin bagi seluruh rakyat, bukan jadi penguasa yang mewakili sekelompok kepentingan. Berpikir, bersikap, dan bertindak adil adalah tantangan terberat seorang pemimpin.

Keenam, kemauan untuk lebih banyak melihat dan mendengar ketimbang berbicara. Melihat dan mendengar adalah cara untuk lebih memahami dengan hati apa yang dirasakan oleh rakyat. Lebih berempati.

Ketujuh, kesanggupan untuk menunaikan janji-janji secara jujur dan tidak berpura-pura lupa. Janji yang sudah diungkapkan berulang-ulang di hadapan jutaan orang adalah utang yang harus dibayar lunas. Jutaan orang menjadi saksi.

Seorang presiden terpilih adalah presiden bagi seluruh rakyat, bukan presiden yang jadi petugas partai. Kesetiaannya kini kepada rakyat dan bukan lagi kepada partai. Ketika dilantik dan disumpah sebagai Presiden RI, ia harus mampu benar-benar naik kelas dari seorang politisi menuju negarawan. **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler