x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Senin, 22 Juli 2019 10:56 WIB

PKS dan Oposisi Formalitas

Posisi sebagai oposisi tunggal dengan kekuatan kursi yang kecil dibandingkan koalisi pemerintah mungkin akan membuat suara oposisi PKS tidak akan berarti bagi pengambilan keputusan. Namun, jika PKS konsisten dengan sikapnya dan menawarkan pandangan alternatif terhadap kebijakan pemerintah, partai ini berpotensi memetik nilai yang akumulasinya boleh jadi akan menguntungkan mereka dalam kompetisi 2024.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Konsolidasi internal partai-partai terus berlangsung. Jika partai pemenang pilpres dan pileg terus melakukan lobi-lobi untuk membicarakan pembagian kekuasaan, partai yang meraih kepercayaan rakyat lebih sedikit tengah memikirkan peran mereka di masa mendatang. Baru PKS yang telah memantapkan diri untuk memilih posisi tidak bergabung dengan pemerintahan koalisi PDI-P. Gerindra, PAN, dan Demokrat belum tegas benar menyebutkan posisi mereka.

Seperti yang sudah-sudah, Demokrat kemungkinan akan mengambil jalan tengah alias tidak bergabung dengan koalisi pemerintah maupun koalisi oposisi—seandainya masih ada koalisi oposisi. Jalan berpikir elite Demokrat barangkali bukanlah mencari jalan yang aman, melainkan mendukung gagasan yang menurut mereka baik. Jika gagasan baik itu datang dari koalisi pemerintah, Demokrat akan mendukung; begitu pula, jika gagasan baik itu berasal dari oposisi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Jalan tengah ini memang menimbulkan kesan di masyarakat bahwa Demokrat tidak memiliki ketegasan sikap. Dalam konteks periode lima tahun mendatang, kesan ini bisa saja menguat mengingat Demokrat berkepentingan membuka jalan bagi terjunnya Agus Harimurti ke dalam ajang kontestasi presiden 2024 nanti. Tampaknya elite Demokrat sudah memikirkan apa yang harus dilakukan bila Agus ditarik ke dalam kabinet Jokowi maupun bila tidak ditarik.

Sementara itu, apa yang kita saksikan pada hari-hari terakhir ini pada elite Gerindra dan PAN ialah belum satunya suara mengenai di mana mereka akan berdiri. Ada nuansa kegamangan sehingga belum ada kata putus. Melihat ‘garangnya’ kampanye Gerindra, akan menjadi keganjilan yang mencolok bila kemudian Gerindra menggeser posisinya yang semula tampak diametral dengan koalisi PDI-P.

Apa yang semestinya diingat oleh para elite Demokrat, Gerindra, PAN, serta PKS ialah bahwa rakyat yang memilih mereka menaruh kepercayaan bahwa mereka akan terus memperjuangkan gagasan-gagasan yang merupakan alternatif dari tawaran koalisi PDI-P. Jika kemudian elite partai-partai ini memutuskan untuk berpaling kepada koalisi petahana, atau bersikap mengambang seperti halnya Demokrat, sikap ini berpotensi kembali mengecewakan pemilihnya. Lantas siapa yang akan meneruskan aspirasi pemilih yang mereka suarakan pada masa-masa sebelum pemungutan suara?

Apakah pilihan tersebut akan berdampak kurang baik bagi partai-partai tersebut dalam kompetisi politik 2024? Mungkin ya, mungkin pula tidak. Perubahan signifikan bisa saja terjadi pada tahun-tahun menjelang kompetisi tersebut, dan inilah yang biasanya lebih diingat oleh masyarakat pemilih. Isu-isu penting yang beredar menjelang ‘tahun politik’ 2024 akan memberi impresi yang lebih kuat pada masyarakat ketimbang beberapa tahun sebelumnya yang sudah lewat. Entah karena masyarakat kita mudah lupa, malas mengingat, atau tidak peduli.

Sementara itu, PKS yang kabarnya sukar dirangkul oleh koalisi petahana, tampaknya akan menjalani peran penyeimbang pemerintah tanpa beban berat. Elite PKS memang mengajak kawan-kawan koalisinya untuk tetap bersatu di barisan oposisi, tapi jika kawan-kawan ini memilih jalan lain, tampaknya PKS tidak akan merasa kehilangan benar. Secara formal, peran penyeimbang dijalankan walaupun mungkin tidak akan efektif dalam menekan pemerintah untuk melakukan perubahan terkait kebijakan tertentu yang menurut PKS tidak tepat atau merugikan rakyat. Secara formal memang ada oposisi-minoritas, tapi secara kalkulatif akan selalu kalah bila pengambilan keputusan dilakukan melalui pemungutan suara. Musyawarah mungkin saja dilakukan sebelum voting diambil, tapi musyawarah juga bisa dibuat agar ‘macet’ sehingga tidak diperoleh kata sepakat, hingga akhirnya satu-satunya jalan hanyalah voting.

Posisi sebagai oposisi tunggal dengan kekuatan kursi yang kecil dibandingkan koalisi pemerintah serta tidak memiliki ikatan dengan Gerindra, PAN, serta Demokrat, mungkin akan membuat suara oposisi PKS tidak akan berarti bagi pengambilan keputusan. Partai ini menjadi minoritas yang tidak akan menjadi rintangan yang tak dapat diatasi. Namun, jika PKS konsisten dengan sikapnya dan mampu menawarkan pandangan-pandangan alternatif terhadap kebijakan pemerintah, partai ini berpotensi memetik nilai yang akumulasinya boleh jadi akan menguntungkan mereka dalam kompetisi 2024. Akumulasi nilai itu bisa saja akan sedikit gembos apabila terjadi kejutan, yakni bila Garbi yang didirikan Anis Matta, mantan Presiden PKS, bertransformasi menjadi partai politik serta mampu menarik banyak kader dan simpatisan PKS. >>

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB