Tolong tidak berpikir sempit. Jangan picik menilai tentang bantuan hukum di sidang praperadilan dari 13 perwira TNI aktif kepada tersangka kasus makar dan kepemilikan senjata api, Kivlan Zein.
Buru-buru mengambil pandangan yang keliru; ada yang menganggap TNI "pecah dua antara pro capres Jokowi dan Prabowo Subianto", menuding TNI berpolitik gara-gara membela purnawirawan yang berpihak ke salah satu kontestan Pilpres 2019 dan lainnya.
Aneh saja jika ada yang menyimpulkan begitu. Hei, cepat sadar, Pilpres 2019 telah usai. Tidak ada lagi polarisasi kubu pendukung capres.
Semua sudah wajib membangun kemajuan Indonesia bersama-sama. Yang ada persatuan Indonesia sekarang. Itu yang diutamakan kini.
Soal adanya bantuan hukum dari 13 perwira TNI di sidang praperadilan kasus tersangka Kivlan Zein, itu kan biasa saja. Tidak ada yang mengejutkan.
Semua masyarakat mempunyai kedudukan yang sama di depan hukum. Siapapun dia, punya hak serta kewajiban yang sama. Begitu pula Kivlan Zein, berarti berhak juga memperoleh bantuan atau perlindungan hukum.
Sama saja logikanya, ada maling ayam tertangkap. Cuma maling kelas kampung tapi siapa saja berhak mendampingi hak hukumnya. Termasuk pengacara paling hebat dan terkenal di Indonesia.
Dengan berpikir jernih begitu, tidak ada politisasi kan? Semua dijamin konstitusi dan UU tentang pendampingan hukum. Semua berjalan sesuai perintah hukum, bukan perintah politik.
Lagipula, prapreradilan kan digelar di pengadilan umum. Tentu tidak bakal bisa ada intervensi dari siapa saja. Percayalah pada pengadilan kita yang independen.
Jangan mengira gara-gara perwira TNI mendamping hak hukum Kivlan Zein, jadi dibuat heboh. Namanya pendampingan hukum, hanya mencari keadilan. Jadi, semua normal saja kan.
Ikuti tulisan menarik Gadis Desa lainnya di sini.