x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Rabu, 14 Agustus 2019 17:23 WIB

Amendemen UUD, Membuka Kotak Pandora?

Ketika amendemen sudah diagendakan untuk sidang MPR, materi ini bisa berkembang jadi bola liar. Siapakah yang mampu menjamin bahwa amendemen tidak akan merembet hingga kepada perubahan mekanisme pemilihan presiden, dari semula dipilih rakyat secara langsung menjadi dipilih oleh anggota MPR?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Gerilya untuk mewujudkan amendemen undang-undang dasar terlihat semakin aktif. Sejumlah figur gencar menggaungkan wacana amendemen dan mendorongnya agar masuk ke dalam agenda sidang Majelis Permusyawaratan Rayat [MPR] yang diikuti anggota Dewan Perwakilan Rakyat [DPR] dan Dewan Perwakilan Daerah [DPD]. Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum PDI-P, bahkan sudah mengajukan syarat setuju amendemen bagi partai politik yang memerlukan dukungan PDI-P untuk mendapatkan kursi Ketua MPR.

Seiring dengan itu, untuk menarik dukungan dan menjawab keraguan sementara pihak, parpol pro-amendemen menjanjikan bahwa amendemen akan dilakukan secara terbatas dan dibicarakan secara terbuka. Tapi apa jaminannya bahwa janji itu akan ditepati? Apa jaminannya bahwa pembicaraan tidak akan melebar ke sana kemari dan di belakang pembicaraan terbuka tidak akan berlangsung percakapan tertutup yang bisa mengarah kepada pengambilan keputusan?

Ketika amendemen sudah diagendakan untuk sidang MPR, materi ini bisa berkembang jadi bola liar. Siapakah yang mampu menjamin bahwa amendemen tidak akan merembet hingga kepada perubahan mekanisme pemilihan presiden, dari semula dipilih rakyat secara langsung menjadi dipilih oleh anggota MPR? Seandainya materi ini masuk ke dalam agenda sidang MPR, tampaknya tidak akan mudah mementahkannya kembali.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Komposisi keanggotaan MPR mendukung terwujudnya skenario tersebut, mengingat terdapat 575 anggota DPR dan 136 anggota DPD. Mayoritas DPR yang pro-amendemen sangat potensial tercapai. Selanjutnya, jika materi mekanisme pemilihan presiden masuk ke dalam agenda sidang, peluang bagi perubahan inipun potensial tercapai. Apabila mayoritas anggota DPR mendukung perubahan mekanisme pemilihan presiden, seluruh suara DPD pun tidak akan sanggup membatalkannya karena kalah suara jika dilakukan voting. Apa lagi jika suara DPD terpecah. Sejauh ini, partai-partai memang belum bersuara jelas mengenai gagasan amendemen ini, tapi kepentingan jangka pendek—misalnya, kursi ketua MPR—berpotensi membuat mereka setuju amendemen.

Pengambil-alihan hak pilih rakyat ke tangan MPR, jika memang bakal terjadi, jelas merupakan pengingkaran terhadap amanat reformasi yang menetapkan tujuan mengembalikan hak pilih kepada rakyat. Dari menyaksikan perkembangan politik 10 tahun terakhir, tampak bahwa pengambilan keputusan-keputusan politik yang sangat penting hanya beredar di kalangan elite terbatas. Begitu pula yang akan terjadi seandainya hak memilih presiden diambil alih oleh MPR. Keputusan mengenai ‘siapa yang sebaiknya jadi presiden’ sangat mungkin akan dibicarakan di kalangan terbatas elite politik.

Keraguan dan kekhawatiran bahwa amendemen akan dijadikan pintu masuk untuk menggoyahkan sistem presidensial, di mana presiden dipilih secara langsung oleh rakyat, tidak cukup hanya dijawab dengan janji-janji sebagaimana diucapkan oleh beberapa elite partai. Diperlukan langkah konkret, bahkan penting untuk dieksplorasi terlebih dulu apakah amendemen memang kita butuhkan? Jangan biarkan kotak pandora terbuka sebelum kita benar-benar siap menghadapi dampaknya, karena perubahan ikutannya akan banyak dan mendasar.

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler