x

Prinsip Perlindungan Data Pribadi

Iklan

Nabillah Saputri

Part-Time Jobles. Tertarik pada Dunia Internet, Perempuan dan Gender Minoritas
Bergabung Sejak: 16 Agustus 2019

Jumat, 16 Agustus 2019 10:38 WIB

Prinsip Perlindungan Data Pribadi

Artikel ini mengulas tentang prinsip-prinsip dasar perlindungan data pribadi dan beberapa contoh kasus terkait data pribadi

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Dewasa ini, maraknya kasus pencurian data pribadi membuat masyarakat khawatir. Kenyataan bagaimana data pribadi kita diolah orang-orang lain, perlu menjadi pertimbangan penting setiap individu. Hal itu terjadi hanya memerlukan akses internet sebagai senjatanya.

Ada berbagai aspek yang menjadikan perlindungan data menjadi penting, yaitu transparansi dan imitasi; Pembuatan profil; dan Pembentukan hak untuk pengguna. Dalam berinternet, data berperan penting untuk menyimpan, memproses, dan menghasilkan informasi. Di dalam keluaran internet, baik pengguna, penyedia layanan dan pemroses data saling berkelanjutan untuk mempermudah berselancar di internet.

Transparansi dan limitasi merupakan radar utama untuk semua yang mengatur perlindungan data pribadi. Juga untuk pemrosesan data pribadi dan perlindungan hak perlindungan data setiap individu. Setiap orang harus mendapatkan jaminan datanya tidak disalahgunakan. Transparansi dan limitasi ini berlaku untuk semua sektor, baik pemerintah atau swasta. Karena kerap kali kita menjamin data pribadi kita ke semua bidang, seperti pengawasan komunikasi, teknologi informasi, penegakan hukum, pendidikan, perdagangan (e-commerce), keuangan, dan keamanan cyber.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Profiling merupakan bentuk pengumpulan dan pengungkapan data untuk merangkum, menyimpulkan dan memprediksi data dari natural person’s performance. Seringkali ketika menggunakan platform transportasi dan mencari tujuan tertentu, platform sudah memberikan saran kepada kita sehingga kita tidak perlu lagi mengetik panjang tentang tujuan tempat. Profiling melakukan itu. Profiling dengan cepatnya memberikan informasi kepada kita dari perilaku yang sudah dirangkum. Dengan demikian, pengaturan yang tepat untuk menjaga agar profiling tidak disalahgunakan juga patut dipertimbangkan oleh pemroses data.

Ketika keduanya telah disadari, maka pemenuhan hak untuk individu mengenai perlindungan data pribadi perlu digagas. Privacy Internasional (London, 2018) mengungkap hak individu untuk mendapatkan perlindungan data pribadi, yaitu (1) Hak Atas Informasi; (2) Hak Atas Akses; (3) Hak Atas Obyek Pemrosesan Data; (4) Hak Atas Meralat, Memblokir dan Menghapus Selamanya Data; (5) Hak Atas Diprofiling dan Memilih Untuk Diprofiling; (6) Hak Mengembalikan Data; (7) Hak Pemulihan Data yang Efektif, dan (8) Hak Kompensasi (Apabila Dilanggar).

Dengan demikian, semua pemroses data harus memerhatikan hak-hak individu ini dengan kesepakatan dari pemilik data berdasarkan jangka waktu pemakaian data, format yang dipakai, penjelasan atas format tersebut dan kejelasan hukum apabila pemroses data terbukti menyelewengkan data.

Urgensi ini nyatanya masih belum terpikirkan oleh masyarakat luas. Masyarakat hanya melihat dari sisi regulasi yang sifatnya terbuka dan terlihat. Nyatanya, regulasi data pribadi yang memiliki efek jangka panjang sudah menjadi ancaman untuk masyarakat.

SAFEnet sebagai organisasi yang menjunjung tinggi kebebasan berekspresi online mencatat terdapat 244 netizen, atau masyarakat online yang dikriminalisasi secara nyata melalui pidana penjara. Mereka, sebagian dianggap sebagai penistaan agama atau pencemar nama baik seseorang. Mereka tidak hanya Diprofiling secara ilegal, dengan mentracking gerak-gerik di media sosial, mereka juga didoxing (doxing: dropping document, pengambilan data pribadi atas niat kejahatan) dengan membuat akun baru oleh kelompok yang tanpa hak menggunakan data pribadi orang lain.

Masyarakat harus melek soalan ini, melihat dari korban yang telah dipersekusi, kehilangan pekerjaan bahkan kehilangan harta benda.

Pengalaman yang paling tidak mengenakan dialami oleh AA, alumnus universitas di Depok yang fotonya dicuri. Kronologisnya, pada awal 2017, AA ingin berhijrah dengan berhijab sehingga segala foto yang tidak berhijab dihapus dari media sosial Instagram. Ternyata, foto tersebut disebar ke Instagram oleh akun @ui.cantik. Akun tersebut berisi kumpulan foto mahasiswa universitas di Depok tersebut. Ketika AA meminta admin akun tersebut untuk menurunkan fotonya, sang admin tak respon dan menghilang untuk sementara waktu. AA pun membuat thread Twitter yang berisi ungkapan hatinya tentang data breach yang dilakukan oleh @ui.cantik dan meminta netizen lainnya untuk take down (laporan massal sehingga akun tersebut tak dapat diakses sementara).

Pengalamannya sangat tidak menyenangkan setelah foto tersebut tersebar di media sosial tanpa seizinnya. AA kebanjiran pertemanan di media sosial Facebook oleh orang tak dikenal. Ia pun risih melihat pesan langsung di media sosialnya yang berisi kata-kata senonoh dan nyeleneh baik mahasiswa di universitasnya, mahasiswa universitas lain, atau pria yang tak dikenalnya. Berdasarkan penelusuran Tirto, @ui.cantik yang berpengikut Maya sebanyak 125 ribu, telah meraup keuntungan Rp, 200 - Rp, 300 ribu per postingan foto.

Tak hanya foto, akun ini pun menambahkan postingan pada keterangannya yang berisi nama, jurusan, fakultas dan angkatan, sehingga dapat mengancam pemilik foto untuk didatangi langsung.

Pengalaman lain tidak hanya terjadi kepada individu, pengguna aplikasi pada ponsel pintar juga dapat mengancam. Siapa yang mengira aplikasi peramal cuaca dapat mengancam pengguna? Ternyata ini bisa terjadi. Aplikasi “Weather Forecast”, aplikasi yang diunduh oleh 10 juta pengguna ditemukan telah melanggar koridor perlindungan data pribadi. Aplikasi yang diurus oleh TCL Communication Technologi Holdings, Ltd, pembuat telepon genggam Alcatel dan BlackBerry ini, ditemukan oleh Perusahaan Keamanan dan Perdagangan Seluler, Upstream System, karena terbukti mengumpulkan informasi lokasi, alamat email, dan International Mobile Equipment Identity (IMEI) pengguna aplikasi tersebut. Hal ini terjadi di Meksiko, Malaysia dan Nigeria, untuk pengguna telepon seluler low budget (dibawah $150 atau sekitar 1,7 jutaan).

Brazil telah memblokir aplikasi tersebut pada Agustus 2018 dan menemukan 128.845 telepon seluler yang terinstal dan 2,5 juta transaksi data yang terpapar. Hingga kini, beberapa ahli menganggap aplikasi asal Tiongkok ini dan aplikasi lainnya telah banyak melanggar perlindungan data pribadi penggunanya. Sebuah data breach yang sangat besar untuk ukuran aplikasi peramal cuaca ini juga.

Berdasarkan pertimbangan kedua kasus di atas, perlindungan data pribadi harus dijalankan berdasarkan prinsip keterbukaan, limitasi penyimpanan data dan sanksi yang tepat bagi pelanggar. Pemenuhan hak-hak perlindungan data pribadi juga harus dilakukan berdasarkan retensi keinginan pengguna, netizen, individu, atau kelompok dalam mengakses datanya di internet. Pemerintah pun harus mempertimbangkan hal ini, dengan mengesahkan undang-undang perlindungan data pribadi berdasarkan prinsip yang mendukung setiap individu, bukan hanya perusahaan pembuat aplikasi saja. Privacy International (2018) telah merinci prinsip perlindungan data sebagai berikut,

Tidak hanya meminta pemerintah mengesahkan rancangan undang-undang perlindungan data. Kita sebagai pengguna yang datanya rentan disalahgunakan, media sosial yang postingannya hanya bisa diambil orang yang tidak bertanggung jawab, harus peka terhadap data kita di internet.




Ikuti tulisan menarik Nabillah Saputri lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu