x

Iklan

Nada Samantha

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 28 Agustus 2019

Rabu, 21 Agustus 2019 10:33 WIB

Ribut Kursi Pimpinan MPR: Sederet Alasan Kenapa Perilaku Politikus Memalukan

Para politikus menyodorkan ide tak wajar sekaligus keterlaluan. Mereka mengusulkan penambahan kursi pimpinan MPR menjadi sepuluh.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Urusan penentuan  ketua dan wakil ketua  Majelis Permusyawaratan Rakyat periode 2019-2024 menelurkan ide tak wajar sekaligus keterlaluan . Sejumlah partai politik mengusulkan penambahan kursi pimpinan menjadi sepuluh. Angka ini sesuai dengan jumlah fraksi di MPR periode mendatang, yaitu sembilan fraksi dari partai-partai dan satu dari Dewan Perwakilan Daerah.

Para penyokong  gagasan itu berdalih:  penambahan itu untuk mencegah perebutan kursi Majelis.  Masuk akalkah  alasan ini? Setidaknya  ada  empat hal yang memperlihaktan perilaku anggota MPR kita memalukan:

1.Kursi pimpinan tak harus sama dengan jumlah fraksi
Alasan bahwa penambahan kursi untuk menyesuaikan jumlah fraksi sungguh tidak masuk akal. Di DPR pun jumlah anggota pimpinan Dewan juga tidak sama engan jumlah partai.  Begitu pula dalih untuk menghindari rebutan jabatan.  Soalnya, Undang-undang tentang MPR, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (MD3) sudah mengatur secara gamblang tata cara pemilihan Ketua dan Wakil Ketua MPR.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sesuai Pasal 15 Undang-undang  2 Tahun 2018 tentang tentang MD3, begini aturannya:

  •  Bakal calon pimpinan MPR berasal dari fraksi dan/atau kelompok anggota disampaikan di dalam sidang paripurna.
  • Tiap fraksi dan kelompok anggota sebagaimana dimaksud dapat mengajukan 1 (satu) orang bakal calon pimpinan MPR.
  • Pimpinan MPR dipilih secara musyawarah untuk mufakat dan ditetapkan dalam rapat paripurna MPR.
  • Dalam hal musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud tidak tercapai, pimpinan MPR dipilih dengan pemungutan suara dan yang memperoleh suara terbanyak ditetapkan sebagai pimpinan MPR dalam rapat paripurna MPR.

 

2.Kursi pimpinan MPR sudah ditambah
Undang-Undang tentang MD3 baru saja diubah tahun lalu. Adapun kursi pimpinan MPR sudah diperbanyak dari lima menjadi delapan anggota, terdiri atas satu ketua dan tujuh wakil ketua. Aturan ini belum dilaksanakan sama sekali karena memang berlaku untuk MPR periode sekarang.

Pasal 15 (UU MD3 2018)

  • Pimpinan MPR terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 7 (tujuh) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota MPR.
  • Pimpinan MPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih dari dan oleh anggota MPR dalam satu paket yang bersifat tetap.

 

3.Menghabiskan anggara negara
Jika fraksi-fraksi di MPR ngotot menggulirkan usul itu, berarti pekerjaan DPR akan bertambah: merevisi lagi Undang-Undang MD3. Betapa banyak anggaran negara yang dihamburkan untuk melayani kepentingan elite partai. Proses revisi undang-undang akan menguras tenaga dan biaya yang semestinya bisa dicurahkan untuk menyelesaikan rancangan undang-undang yang lain.

Tambahan jabatan pimpinan MPR pun akan menyedot anggaran yang tidak sedikit untuk fasilitas, staf, dan pengawalan. Sebagai gambaran, akibat perubahan jumlah anggota pimpinan MPR dari lima menjadi delapan orang, lembaga ini mengajukan tambahan anggaran Rp 350 miliar. Tambahan anggaran akan semakin membengkak jika jumlah anggota pimpinan mencapai 10 orang.

4.Elite partai memikirkan kepentingan sendiri
Sikap para politikus di MPR semakin memperlihatkan bahwa mereka sama sekali tidak memikirkan kepentingan rakyat. Masyarakat hanya dibutuhkan sebagai pencoblos pada saat pemilu. Setelah berkuasa, para politikus mudah melupakan janji yang mereka sampaikan ketika berkampanye. Perilaku kalangan elite partai juga menunjukkan adanya praktik “kartel politik” dalam demokrasi kita. Dalam berpolitik, mereka amat pragmatis dan mengabaikan ideologi partai.

Perebutan kursi pimpinan MPR hanyalah satu gejala buruk perilaku elite partai. Kita semua mesti cemas akan gejala umum yang mengkhianati demokrasi: para politikus semakin mengutamakan kepentingan kelompok mereka, bahkan diri sendiri. ****

 

 

Ikuti tulisan menarik Nada Samantha lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler