x

Iklan

Mohamad Cholid

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Senin, 26 Agustus 2019 12:38 WIB

#SeninCoaching : Wahai Pemimpin, Apakah Kita Sekarang Sudah Merdeka?

Hari ini, apakah kita sudah benar-benar merdeka? Dalam pengelolaan negara, apakah para pengambil keputusan di simpul-simpul kekuasaan sudah bisa merdeka dari tekanan pihak lain seperti kreditor, bebas dari desakan kepentingan negara lain yang hegemonis? Apakah mereka bisa merdeka dari kepentingan politik jangka pendek kelompok mereka dan para kroni? Apakah mereka benar-benar leluasa fokus mengangkat derajat hidup rakyat?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

#Leadership Growth: Be Free and Grateful in One Coin

Mohamad Cholid

 Practicing Certified Executive and Leadership Coach

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

“It is the first responsibility of every citizen to question authority.
― Benjamin Franklin.

 

Bagi Anda yang sepakat dengan Benjamin Franklin, salah seorang founding father Amerika Serikat, kewajiban pertama Anda hari ini adalah bertanya kepada para pemimpin kita: “Apakah kita sudah benar-benar merdeka?”

Puncak acara rentetan keceriaan peringatan Kemerdekaan 17 Agustus di komplek perumahan kami sudah tuntas. Keesokannya, Ahad usai Subuh, dalam pertemuan dengan Ustadz Aos Abdul Gaos, seorang ulama di Bogor, Jawa Barat, terbuka satu perspektif menarik tentang kemerdekaan. Salah satu ujaran beliau yang memicu pemikiran adalah: “Manusia merdeka pasti bersyukur, shalat.”

Maksudnya? Orang-orang yang bersyukur dan melaksanakan shalat berarti sudah bebas dari kemalasannya, merdeka dari penyangkalan rahmat yang diperolehnya dari Tuhan, kata Ustadz Gaos.

Kalau kemerdekaan merupakan penyerahan diri secara total kepada Pencipta Langit dan Bumi, bebas dari cengkeraman hawa nafsu, terlepas dari perbudakan antar sesama mahluk, pertanyaan mendasar sebagaimana tertulis di atas, “Apakah kita sudah benar-benar merdeka?”, tampaknya akan selalu relevan.

Anda yang hendak melaksanakan kewajiban sebagai warga negara, dapat bertanya kepada para pejabat publik, dari Kepada Desa/Lurah, Bupati sampai Kepala Negara, apakah mereka yang tengah memegang otoritas memimpin wilayah sudah berhasil memerdekakan diri dari "leadership blind spot", sehingga sanggup memerdekan para stakeholders, pemangku kepentingan masing-masing? Supaya orang-orang dalam orbit mereka bebas dari hambatan ekonomi, merdeka dari tekanan, dan merdeka dari pikiran cupet?

Sejak Nabi Musa (Moses), Muhammad SAW, Mahatma Gandhi, Martin Luther King, Nelson Mandela, Bung Karno, Panglima Sudirman (plus para founding fathers Indonesia), Steve Jobs, Bill Gates dan seterusnya sampai hari ini, keberhasilan kepemimpinan ditentukan oleh kemerdekaan jiwa pemimpin bersangkutan dan dapat diukur berdasarkan kemampuan mengangkat derajat para stakeholders masing-masing.

Para pemangku kepentingan yang hidup dalam orbit mereka umumnya lantas memiliki rasa syukur. Utamanya mereka merasa bahagia telah menjadi bagian dari perubahan positif dalam kehidupan bersama, apa pun tebusannya.

Dalam upaya menjadi bangsa merdeka atau masyarakat yang bebas dari perlakuan diskriminatif karena perbedaan warna kulit dan asal-usul, mereka berani menebus dengan nyawa. Di Indonesia, misalnya, bukankah kita masih selalu mengenang ribuan orang di pelbagai wilayah perjuangan yang rela mati demi ikut merebut kemerdekaan?

Kalau dalam bisnis, pelanggan bersedia menebus harga lebih mahal untuk produk teknologi inovatif – terkait contoh di atas, misalnya Apple dan Microsoft – agar bisa merdeka mengarungi dimensi-dimensi baru kehidupan zaman sekarang.

Para pemangku kepentingan yang berada dalam orbit para tokoh dengan perilaku kepemimpinan unggul tersebut di atas, telah engaged, memberikan dukungan (pikiran, jiwa, dan uang) karena merasa dilibatkan dalam proses perubahan. Secara umum, para pendukung Martin Luther King, Nelson Mandela, Bung Karno dan Panglima Sudirman adalah orang-orang yang merasa harkat hidup mereka ikut diangkat, menjadi merdeka dari penjajahan fisik dan batin oleh pihak lain.

Hari ini, apakah kita sudah benar-benar merdeka? Dalam pengelolaan negara, apakah para pengambil keputusan di simpul-simpul kekuasaan sudah bisa merdeka dari tekanan pihak lain seperti kreditor, bebas dari desakan kepentingan negara lain yang hegemonis? Apakah mereka bisa merdeka dari kepentingan politik jangka pendek kelompok mereka dan para kroni? Apakah mereka benar-benar bisa leluasa fokus mengangkat derajat hidup rakyat?

Persepsi publik terhadap semua itu perlu diukur dan disurvei secara seksama.                                                                                         

Dalam organisasi bisnis dan nonprofit, apakah Anda para eksekutif dan yang merasa yakin sebagai leader sudah memerdekakan diri agar berkemampuan mengangkat harkat stakeholder -- tim, atasan, rekan kerja, dan pelanggan -- Anda?

Apakah Anda sebagai eksekutif sudah bersyukur atas jabatan (posisi, fungsi) Anda dan merdeka pula dari ego, keangkuhan, kecemasan semu, limiting belief, agar bisa lebih efektif mengajak orang-orang dalam orbit Anda engaged membangun organissasi berkinerja cemerlang? Atau Anda masih terpenjara oleh mindset lama, doing business as usual, bossy, feodalistis?

Untuk mampu merdeka dari penjara batasan-batasan semu dalam hubungan antar manusia dan bisa lebih bersyukur, sebagai pemimpin kita perlu melakukan pengukuran diri secara berkesinambungan. Upaya ini menjadi lebih efektif jika melibatkan para stakeholder dan kita memiliki keberanian pula dalam melihat cermin, potret diri kita berdasarkan persepsi para pemangku kepentingan. Tanpa proses itu Anda akan menjadi budak dari ilusi tentang diri sendiri.

Kita melihat fakta-fakta di sekitar kita hari-hari ini, para eksekutif dan yang mengaku leader tapi terkungkung oleh ego dan keangkuhannya menolak perbaikan berkesinambungan, berakhir tragis. Minimal kehilangan dukungan dari orang-orang di sekitarnya – di level mana pun itu, dari supervisor sampai CEO. Mereka mungkin masih di posisi sekarang, tapi kinerjanya jauh di bawah rata-rata. Dalam kondisi ini, revenue tentunya menjadi makin jauh dari capaian.

Maka, bersyukur dan menjadi manusia merdeka itu lebih keren. Agar kita mampu dan memiliki legitimasi mengajak orang-orang dalam orbit kita – termasuk para pelanggan -- juga merdeka dan memiliki rara syukur.

 

Mohamad Cholid  adalah Head Coach di Next Stage Coaching.

  • Certified Executive Coach at Marshall Goldsmith Stakeholder Centered Coaching
  • Certified Marshall Goldsmith Global Leadership Assessment

Alumnus The International Academy for Leadership, Jerman

(http://id.linkedin.com/in/mohamad-cholid-694b1528)

(https://sccoaching.com/coach/mcholid1)    

 

Ikuti tulisan menarik Mohamad Cholid lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB