x

Iklan

Silivester Kiik

Penulis Indonesiana.id, Guru, Penulis, Founder Sahabat Pena Likurai, Komunitas Pensil, dan Pengurus FTBM Kabupaten Belu. Tinggal di Kota Perbatasan RI-Timor Leste (Atambua).
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Jumat, 6 September 2019 14:14 WIB

Pentingnya Budaya Literasi Bagi Generasi Digital

Melalui kegiatan Literasi diharapkan dapat mengasah ketajaman dalam berpikir dengan akal dan hati yang menjelma dalam budi pekerti baik atau akhlak mulia.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Atambua - Indonesia saat ini berada dalam era informasi digital yang identik dengan perkembangan IPTEK. Hal ini menjadi tuntutan zaman yang tidak dapat dihindari. Di mana setiap individu dapat menggambarkan kemampuannya baik melalui interaksi, berkomunikasi, maupun aktualisasi diri yang dinyatakan secara lisan dan tertulis.

Kemampuan interaksi dipandang sebagai peristiwa yang saling mempengaruhi satu sama lain untuk menciptakan kesepakatan. Jika dikaitkan dengan literasi, maka kemampuan ini penting dalam menyampaikan informasi yang telah diketahui oleh individu untuk mengembangkannya menjadi sebuah pengetahuan sehingga mendatangkan manfaat bagi individu yang lain.

Kemampuan berkomunikasi merupakan sebuah kecakapan yang harus dibawa oleh seseorang dalam melakukan interaksi dengan lingkungannya. Hal ini berkaitan dengan pentingnya membangun konsep diri untuk kelangsungan hidup, memperoleh kebahagiaan, dan memupuk kerjasama.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sedangkan kemampuan aktualisasi menekankan pada keinginan seseorang untuk menggunakan kemampuannya dalam menggapai apapun yang diinginkan. Kemampuan ini menjadi dasar dalam menempatkan individu memenuhi kebutuhan dalam kehidupannya.

Jika direfleksikan dengan bijak berdasarkan hasil pengamatan, akhir-akhir ini situasi sosial dan kultural masyarakat semakin hari semakin mengkhawatirkan. Hancurnya nilai-nilai pendidikan karakter, merebaknya ketidakadilan, menjamurnya kasus korupsi yang terjadi dimana-mana, dan berbagai kasus lainnya.

Kondisi pendidikan Indonesia lebih kurang tersebar di hampir 300 ribu sekolah di seluruh Indonesia, dengan jumlah guru sebanyak 3,4 juta, dan 49 juta siswa memperlihatkan keberagaman yang sangat nyata dan tantangan yang sangat serius dalam meningkatkan indeks pembangunan manusia Indonesia yang saat ini berada pada peringkat 113 dari 188 negara.

Tantangan lain dapat kita lihat dari indeks daya saing global yang menduduki peringkat 41 dari 138 negara, indeks persepsi korupsi yang berada pada peringkat 88 dari 176 negara, dan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,04%--5,18%. Lalua juga terlihat pada indeks kebahagiaan masyarakat Indonesia yang menempati peringkat 79 dari 157 negara, serta berbagai kasus kekerasan, intoleransi, radikalisme, terorisme, narkoba, pornografi, kejahatan dunia maya. Adanya penyimpangan seksual dan krisis kepribadian yang melanda bangsa Indonesia juga menjadi tantangan tersendiri (Buku Panduan Gerakan Literasi Nasional, 2017).

Secara pribadi saya merasa bahwa, hal ini dapat merendahkan harkat dan martabat manusia sebagai makhluk sosial. Bisa juga dapat dikatakan bahwa saat ini kondisi ibu pertiwi dalam keadaan menyedihkan dengan demoralisasi akut yang menunggu sentuhan-sentuhan untuk segera diatasi. Semua itu menjadi pekerjaan dan tugas kita bersama, yang tentu harus kita atasi bersama juga.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengembalikan hal tersebut adalah melalui penanaman moral pendidikan karakter dan menciptakan budaya literasi di lingkungan masyarakat.

Merefleksikan Pentingnya Budaya Literasi

Salah satu sarana yang sangat penting untuk menunjang tercapainya kualitas sumber daya manusia adalah budaya membaca. Saat ini minat dan kebutuhan gemar sangat memprihatinkan, sehingga memerlukan perhatian lebih serius dari pemerintah, para aktor pendidikan, penggiat literasi, dan berbagai pihak yang peduli arti pentingnya kegiatan membaca.

Pentingnya menumbuhkembangkan minat baca, menulis, dan menggambar yang dikenal dengan istilah “Literasi” pada masyarakat tidak dapat diwujudkan dengan mudah. Hal ini memerlukan proses yang panjang dan berkesinambungan serta intensif untuk menuju peningkatan perilaku yang berkarakter dan dapat menumbuhkan budi pekerti luhur.

Hal ini sejalan dengan Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3 bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Literasi atau kebiasaan membaca dan menulis merupakan suatu aktivitas untuk melatih kebiasaan dalam berpikir yang diawali dengan proses membaca, lalu menulis dan pada akhirnya menciptakan sebuah karya. Menurut Kirsch & Jungeblut dalam buku Literacy: Profile of America’s Young Adult mendefinisikan literasi sebagai kemampuan seseorang dalam menggunakan informasi untuk mengembangkan pengetahuan sehingga mendatangkan manfaat bagi masyarakat.

Melalui kegiatan Literasi diharapkan dapat mengasah ketajaman dalam berpikir dengan akal dan hati yang menjelma dalam budi pekerti baik atau akhlak mulia.

Kemampuan membaca dan menulis sedang digalakkan oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Hal tersebut bukan lagi sekadar untuk mengembangkan kemampuan, melainkan sebuah jalur utama untuk menciptakan kemampuan yang berkembang sesuai perkembangan cita, rasa, dan karsa masyarakat, komunitas, atau lembaga-lembaga pendidikan formal. Dengan demikian budaya membaca merupakan sesuatu yang lebih luas dan lebih penting daripada sekadar keterampilan teknis membaca dan menulis.

Menunjang Generasi Digital yang Kreatif

Generasi digital bagi kaum muda merupakan komponen utama yang perlu dilibatkan dan aspek pembangunan. Generasi muda adalah kekuatan SDM yang potensial dalam mendukung prestasi bangsa. Di mana mereka sebagai generasi yang memiliki pengetahuan baru, inovatif, dan kreatif yang dapat digunakan untuk membangun bangsa.

Hal tersebut sesuai yang diungkapkan Safrin (2016), bahwa peran generasi pemuda sangat dibutuhkan mengingat bahwa pemuda sebagai tonggak perubahan. Pemuda menjadi faktor penting karena semangat juangnya yang tinggi, solusinya yang kreatif, serta perwujudan mereka yang inovatif. Sebagai penerus bangsa, pemuda harus mampu melakukan perannya dalam berbagai bidang, termasuk bidang ekonomi.

Generasi muda adalah generasi yang harus memiliki karakter. Karakter dimaknai sebagai cara berpikir dan berperilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara (Samani & Hariyanto, 2016, hlm. 41). Karakter tersebut dibutuhkan dalam membangun bangsa karena generasi yang berkarakter akan menjunjung tinggi pancasila.

Namun, masih ada generasi yang masih belum memiliki nilai-nilai karakter. Hal tersebut berhubungan dengan pengaruh asing sehingga terjadi degradasi karakter yang berpengaruh pada degradasi budaya (Subekti dkk, 2016). Terkait dengan degradasi karakter yang berpengaruh pada degradasi budaya ini, Adrianto, dkk. (2015, hlm. 3) berpendapat bahwa dalam kegamangan kultural seperti ini seakan-akan generasi muda mulai kehilangan identitas atau jatidirinya. Seiring dengan tidak adanya pegangan yang baku, mereka lalu berorientasi ke budaya Ero-Amerika. Hal ini tampak nyata dari mode pakaian, seni pop (art pop), kuliner, dan life style yang kebarat-baratan.

Kualitas Pembentukan SDM yang Berkarakter

Menurut Kemendiknas Badan Penelitian dan Pengembangan Kurikulum (2010: 6) untuk lebih memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter pada satuan pendidikan telah teridentifikasi 18 nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional, yaitu: (1) religius, (2) jujur, (3) toleransi, (4) disiplin, (5) kerja keras, (6) kreatif, (7) mandiri, (8) demokratis, (9) rasa ingin tahu, (10) semangat kebangsaan, (11) cinta tanah air, (12) menghargai prestasi, (13) bersahabat/komunikatif, (14) cinta damai, (15) gemar membaca, (16) peduli lingkungan, (17) peduli sosial, (18) tanggung jawab.

Semoga dengan nilai-nilai yang disebutkan di atas dapat dikembangkan oleh setiap dan dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga terbentuklah perilaku-perilaku yang baik sebagai bekal dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, cara sederhana dalam menanamkan moral karakter adalah dengan menanamkan kebiasaan membaca. Sebab dengan membaca akan memberikan manfaat bagi seseorang, yaitu menambah wawasan dan pengetahuan.

Salam Literasi.

Silivester Kiik

 

Ikuti tulisan menarik Silivester Kiik lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler