x

Pulang Pisau

Iklan

Muhammad Farid

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 7 September 2019

Sabtu, 7 September 2019 23:06 WIB

Ibu Kota Pindah ke Kalimantan?


Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

16 Agustus kemarin tepatnya sehari sebelum hari kemerdekaan Indonesia. Saya menyaksikan di beberapa kanal TV swasta pidato kenegaraan Pak Jokowi. Pidato kenegaraan yang disampaikan sang presiden dalam sidang tahunan MPR 2019 tersebut salah satunya berisi permohonan izin kepada seluruh rakyat Indonesia untuk memindahkan ibu kota negara ke Pulau Kalimantan.

Gembar-gembor tentang pemindahan Ibu kota tersebut sebenarnya sudah jauh-jauh hari beredar. Tidak tanggung-tanggung, wacana tersebut sudah beredar sejak era kolonial. Era ketika Indonesia masih bernama Hindia Belanda. Saat itu sekitar tahun  1762-1818, sang gubernur tangan besi  Herman Willem Daendels sudah curi start duluan soal wacana pemindahan ibu kota Batavia ke daerah Surabaya. Wacana pemindahan ibu kota dari waktu ke waktu terus berkembang seiring merdekanya Indonesia dari jajahan Jepang dan Belanda.

Hingga pada tahun 1950. Bung Karno sebagai presiden Indonesia pada saat itu kembali mencuatkan keinginannya untuk memindahkan ibu kota. Selanjutnya mulai dari Soeharto dengan alternatif ibukota yang baru yaitu Jonggol, Bogor. Dan rencana SBY dengan keseriusannya menyoal pemindahan ibu kota yang pada akhirnya tak jelas muaranya. Ambisi-ambisi itu terus terjaga dalam setiap periode kepemimpinan. Hingga yang terbaru dengan secara gamblangnya Presiden Jokowi di tahun 2019 ini meminta izin untuk memindahkan ibu kota ke Kalimantan. Lalu apa yang salah dengan ibu kota kita yang sekarang hingga tiap-tiap pemimpin punya ide yang sama dan ambisi yang sama, Ibu kota harus pindah.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Seperti yang kita tahu, Jakarta sebagai ibu kota Indonesia saat ini seolah menjadi kota metropolis yang sedang terseok-seok menahan gempuran berbagai permasalahannya. Yang terbaru adalah soal kualitas udara yang cukup anjlok di ibu kota kita saat ini. Selain itu, dengan berbagai angin segar pertumbuhan ekonomi yang tinggi, Jakarta telah menyedot atensi jutaan orang untuk berbondong-bondong datang dan menetap. Dan hasilnya, konsep awal Jakarta yang dirancang hanya cukup untuk menampung 600 ribu jiwa sampai hari ini telah over capacity hingga 10 juta jiwa. Hal tersebut akhirnya menyebabkan kepadatan penduduk yang tak lagi terkontrol, polusi yang merajalela, macet, banjir hingga kemiskinan yang terus merongrong baik masyarakat maupun pemerintah provinsi.

Alasan-alasan seperti itulah yang selalu menjadi pertimbangan setiap rezim untuk terus berpikir bahwa ada baiknya Jakarta sebagai ibu kota dialihfungsikan menjadi kota bisnis saja dan beban ibu kota dilimpahkan ke daerah lain.

Teka-teki yang selalu menjadi pertanyaan menyoal ibu kota pindah ke mana seolah sudah dibuka secara perlahan oleh Pak Jokowi pada pidatonya kemarin. Kalimantan, hanya itu yang beliau sebut. Kalimantan mana? Saya tidak tahu, karena beliau tidak merincikan hal tersebut.

Jujur, ketika Kalimantan disebut-sebut akan menjadi ibu kota baru belakangan ini, saya merasa tersanjung. Saya asli orang Kalimantan, lahir dan hidup hingga sekarang di bumi Kalimantan. Tidak salah bukan, ketika seorang presiden republik ini mempercayakan tanah kelahiran saya sebagai ibu kota? Utamanya tentu ada rasa bangga. Saya sebagai orang yang lahir dan tinggal di Kalimantan selama 21 tahun paham bahwa alasan-alasan yang disampaikan pemerintah menyoal adanya lahan kosong yang potensial, pemerataan ekonomi dan peningkatan SDM di tanah Kalimantan adalah hal yang lumrah.

Kalimantan punya berbagai kelebihan yang jarang terekspos. Kalimantan punya pulau yang luar biasa luas yang lagi-lagi jarang terekspos. Kalimantan punya SDM yang potensial yang selalu jarang terekspos. Kalimantan adalah permata yang tersembunyi di rimbunnya hutan-hutan Kalimantan. Begitulah mungkin yang ada di pikiran orang-orang berdasi di pemerintahan.

Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat dan Kalimantan Utara. Lima Provinsi utama di pulau Kalimantan yang punya sejuta keunikan dan kelebihannya masing-masing. Punya jutaan surga yang banyak tidak diketahui masyarakat Indonesia.

Lalu ketika Kalimantan ingin dijadikan ibu kota, haruskah kita sambut dengan tangan terbuka atau kita tolak dengan kepalan tangan?

Bagi saya, pro dan kontra itu selalu ada, bahkan hal-hal sepele pun ada yang pro dan kontra. Apalagi jika hal sakral semacam pemindahan ibu kota ini. Kita sudah terbiasa dengan zona nyaman Jakarta sebagai pusat segalanya. Hingga kita sering melupakan slogan yang selalu keluar dari mulut-mulut orang sukses, “keluarlah dari zona nyaman.” Tentu masih banyak orang yang takut melepas status keibukotaan Jakarta dengan alasan perlu dana yang besar, perlu perencanaan yang matang hingga yang paling umum, apakah warga Kalimantan setuju?

Jika ditanya hal tersebut kepada warga Kalimantan, jawabannya sudah pasti ada yang setuju dan ada yang tidak. Mereka yang setuju tentu berpikir bahwa pemindahan ibu kota akan memberi angin segar bagi pertumbuhan ekonomi di Kalimantan, pemerataan kualitas SDM dan seperti yang sering digembar-gemborkan, pembangunan yang merata ke semua daerah. Mereka yang pro sudah pasti menyebut bahwa pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan adalah pilihan yang produktif dan potensial mengingat tiap-tiap provinsi di Kalimantan terus menunjukkan grafik-grafik positif mengenai pembangunan dan tingkat kesejahteraan penduduknya. Lain lagi jika mereka yang tidak setuju.

 Pastinya alasan  kesiapan dengan titik tembak utamanya adalah pertanyaan, “mau jadi apa Kalimantan yang hijau saat ini jika ibu kota jadi pindah?” Pemindahan ibu kota akan menjadi pemantik rusaknya lingkungan dengan skala yang lebih besar dikarenakan akan adanya pembangunan yang besar-besaran di pulau Kalimantan. Lingkungan menjadi faktor penting banyaknya orang yang kontra dengan pemindahan ibu kota ke Kalimantan. Ditambah rasa takut akan kemacetan yang melanda, ledakan jumlah penduduk yang mengerikan hingga tetek bengek semacam bahasa daerah yang akan bergaya Kalimantan-Jaksel.

Bagi saya sendiri, dengan terpilihnya Kalimantan sebagai target pemindahan ibu kota, saya yakin melalu proses yang tidak terjadi dalam semalam. Seperti yang saya sebutkan, kajian-kajian dan impian-impian itu sendiri sudah ada sejak Indonesia belum berdiri secara resmi sekalipun. Dan akhirnya, ambisi yang punya grafik naik turun sejak zaman presiden Soekarno menemui titik klimaks dengan seruan Pak Jokowi menetapkan pulau Kalimantan sebagai Ibu kota. Menyoal adanya pro dan kontra. Itu sangat wajar. Dan itu memang diperlukan sebagai sebuah keseimbangan jika memang kelak pulau Kalimantan akhirnya menunaikan tugasnya sebagai ibu kota. Permasalahan lingkungan dan berbagai keuntungan yang akan didapat kelak jika Pulau Kalimantan resmi menjadi ibu kota diharapkan mampu dikombinasikan dengan baik.

Beton boleh saja diperkuat demi kepentingan kemajuan peradaban di bumi Kalimantan. Tapi jangan lupakan pohon dan rimbunnya hutan yang terus diperkokoh dan dijaga sebagai refleksi yang menandakan bahwa jangan menjadi kacang yang lupa kulitnya.

Kalau Kalimantan jadi ibu kota. Saya sih yes.

Ikuti tulisan menarik Muhammad Farid lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler