x

Sumber: Tempo.co

Iklan

tuluswijanarko

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Senin, 9 September 2019 07:04 WIB

KPK di Ujung Tanduk, di Mana Posisi Pak Presiden?

Masa depan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berada di ujung tanduk. dan hanya Presiden Joko Widodo yang bisa menyelamatkan situasi itu.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Masa depan Komisi Pemberantasan Korupsi berada di ujung tanduk. dan hanya Presiden Joko Widodo yang bisa menyelamatkan situasi itu. Komisi tengah terancam lumpuh karena Dewan Perwakilan Rakyat akan membahas revisi UU Tentang KPK yang memuat pelemaham badan anti rasuah tersebut. Namun, pembahasan itu bisa diganjal jika presiden tidak mengirimkan surat persetujuan pembahasan ke parlemen. Itulah yang mesti dilakukan Jokowi saat ini.

DPR akan membahas revisi UU KPK setelah menyatakannya menjadi usulan inisiatif pada Sidang Paripurna, pekan lalu. Tapi proses yang dilalui itu cacat hukum karena DPR menerabas beberapa aturan terkait program legislasi nasional (prolegnas) yang tercantum dalam UU 12/2011. Selain itu prosesnya juga menabrak aturan yang dibuat parlemen sendiri, yakni Pasal 65 huruf d Tata Tertib DPR RI.

Di aturan itu disebutkan Badan Legislasi bertugas menyiapkan dan menyusun RUU berdasarkan program prioritas yang sudah ditetapkan. Dan revisi UU KPK bukanlah prioritas, maka menetapkannya sebagai usulan inisiatif adalah tindakan tidak sah. Menyimak cara-cara yang ditempuh itu, tampak para wakil rakyat seperti hendak menyabot kewenangan KPK yang dulu dibentuk untuk mewujudkan pesan gerakan reformasi 1998.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tetapi untuk benar-benar sampai di tahap pembahasan itu DPR harus mendapatkan surat persetujuan presiden. Dasar hukum ketentuan ini adalah pasal 20 UUD 1945 yang menyebutkan setiap RUU harus mendapat persetujuan bersama Presiden dan DPR. Persetujuan presiden itu diwujudkan dalam bentuk surat presiden (Surpres}, dan dengan itu pula pemerintah menunjuk kementerian terkait untuk untuk membahas revisi bersama parlemen.

Tetapi, dengan dasar hukum itu pula Presiden Jokowi punya hak menolak mengeluarkan Surpres. Alasannya jelas, usulan inisiatif DPR itu cacat prosedural dan secara substansi melemahkan KPK. Soalnya adalah apakah Jokowi punya komitmen kuat dalam pemberantasan korupsi?

Pertanyaan itu wajar diajukan mengingat belum lama ini Jokowi meloloskan sejumlah nama bermasalah sebagai calon pimpinan KPK periode mendatang. Dalam berbagai kesempatan Jokowi juga berkelit dengan mengatakan belum mempelajari isi revisi KPK, sedang soal ini sudah cukup lama menjadi perbincangan khalayak. Presiden tak seharusnya lepas tangan seperti itu dan segera menentukan sikap.

Jokowi harus dingatkan KPK adalah perwujudan agenda reformasi dan salah satu lembaga yang masih sangat dipercayai publik hingga saat ini. Pengakuan terhadap kinerja KPK juga datang dari dunia internasional. KPK pernah memproleh penghargaan Commendation Award untuk kategori Good Governance dalam ajang The Gold Standard Awards yang diselenggarakan Public Affairs Asia. Pemerintah Amerika Serikat juga pernah memberikan apresiasi serupa.

Jokowi pasti juga belum melupakan janjinya selama kampanye pemilihan presiden 2019 soal pencegahan dan pemberantasan korupsi. Dia menyebut ada enam fokus yang akan dilakukan dalam periode kedua kepresidenanya, salah satunya adalah memperkuat KPK.

Sekarang adalah saat yang tepat bagi Jokowi untuk membuktikan janjinya itu. Publik menunggu, apakah Jokowi akan berdiri bersama khalayak yang menolak revisi UU KPK atau bergabung ke seberang? Jangan kirim Surpres, bapak Presiden.

Ikuti tulisan menarik tuluswijanarko lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler