x

(dari kiri) Perawat pemerhati gizi, Mustafidz, Pemerhati Kesehatan Masyarakat, Happy Ari Satyani, Dokter, Dianing L, Pemerhati Kesehatan Masyarakat, Farahdila L. Qoriah, dan Bidan, Fitri Yanti berpose saat ditemui Tempo di kecamatan Pakisjaya, Kerawang, 8 Agustus 2015. Tempo/Aditia Noviansyah

Iklan

Mouhamad Bigwanto

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 31 Mei 2019

Kamis, 12 September 2019 12:42 WIB

Polemik Uji Kompetensi Ahli Kesehatan Masyarakat, Disruptive Innovation?

‘Ombudsman Temukan Maladministrasi Dalam Penyelenggaraan Ujian Kompetensi Sarjana Kesehatan Masyarakat’, kira-kira itulah bunyi judul siaran pers yang tersebar di kalangan calon sarjana kesehatan masyarakat dan menjadi pembicaraan hangat (cenderung panas) akhir-akhir ini.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Ombudsman Temukan Maladministrasi Dalam Penyelenggaraan Ujian Kompetensi Sarjana Kesehatan Masyarakat’, kira-kira itulah bunyi judul siaran pers yang tersebar di kalangan calon sarjana kesehatan masyarakat dan menjadi pembicaraan hangat (cenderung panas) akhir-akhir ini. Pernyataan lengkap Ombudsman tersebut lengkapnya bisa dibaca disini. Menanggapi hal tersebut, ijinkanlah saya, remah-remah rempeyek dalam kaleng Kho*g G**n ini berkomentar terkait polemik yang hangat musiman ini (duren kali musiman). Musiman? iya musiman, karena ibarat kampanye pilkada, berita polemik ukom ini selalu muncul menjelang ujian diselenggarakan, kampanye penolakannya dilakukan dengan TSM pula, istilah yang juga selalu muncul musiman. Duh, kenapa jadi bahas pilkada ya :)

Balik ke tujuan awal mencermati isi dari siaran persnya Ombudsman. Saya kutip salah satu statement ombudsman berikut ini: 'Ujian tersebut wajib diikuti oleh sarjana kesehatan masyarakat guna mendapatkan sertifikat kompetensi. Hal tersebut merupakan salah satu syarat lulusan institusi pendidikan tinggi kesehatan masyarakat dan syarat mengajukan permohonan penerbitan Surat Tanda Registrasi (STR)'. 

Dua pernyataan diatas keliatannya baik-baik saja. Eh tapi tunggu dulu!! Kalau dibaca sekilas memang tidak ada yang aneh, tapi sebenarnya ada informasi yang kurang lengkap dari pernyataan tersebut, yaitu bahwa sertifikat kompetensi itu tidak wajib dimiliki seorang SKM untuk mendapatkan gelar akademik, dia bukan exit exam. Karena bukan kewajiban, maka keikutsertaan ujian kompetensi Ahli Kesmas itu sifatnya sukarela, tidak ada paksaan. Agak berbeda dengan bahasa statement Ombudsman yang seakan-akan mengartikan Ukom adalah salah satu syarat lulusan institusi pendidikan tinggi kesehatan? Well, bagian ini mungkin saja saya yang salah mengartikan karena terlalu awam^_^

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Maladministrasi vs Melanggar UU

Seperti yang dikutip di laman website www.persakmi.or.id, "rumah SKM". Bahwa memang UU No. 36/2014 tentang Tenaga Kesehatan mewajibkan semua tenaga kesehatan, termasuk tenaga kesehatan masyarakat untuk memiliki STR sebelum menjalankan tugasnya di pelayanan kesehatan. Untuk mendapatkan STR, semua tenaga kesehatan harus memiliki sertifikat komptensi lewat uji kompetensi. Jadi jelas, ini adalah amanat Undang-undang yang sifatnya wajib alias ‘kudu’. Meskipun setelah itu dijelaskan bahwa menurut UU No. 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi, yang diwajibkan Ukom sebagai syarat menjadi lulusan itu hanyalah pendidikan vokasi dan profesi, tidak termasuk SKM yang berada di jalur pendidikan akademik. Hal tersebut betul sekali, tapi jangan lupa selama ini memang untuk menjadi Sarjana Kesehatan Masyarakat tidak pernah ada syarat harus lulus Ukom terlebih dahulu, dan jangan lupa juga keikutsertaan Ukom sifatnya sukarela. Harus juga kita ingat bahwa yang tidak diwajibkan belum tentu dilarang. Bisa jadi Ukom ahli kesmas ini adalah ‘ibadah sunnah’, masa kalau ada orang menjalankan sunnah kita larang sie (ini sebenernya kita lagi bahas apa ya? ^_^). 

Oke balik lagi ke statement Ombudsman. Statement lain dari Ombudsman adalah meminta "Meniadakan persyaratan Surat Tanda Registrasi (STR) bagi sarjana kesehatan masyarakat dalam proses seleksi penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) di lingkungan Kementerian Kesehatan RI" Pertanyaannya, ini akan ditiadakan atas dasar apa? Apakah sebuah lembaga negara bisa request ke lembaga negara lainnya untuk melanggar Undang-undang dengan dalih Maladministrasi? Untuk menjawab itu, marilah kita mencari pencerahan dari ahli tata negara.

Apa sie akar permasalahannya?

Sebenarnya urusannya sederhana, maladministrasi yang dimaksud Ombudsman itu karena yang menyelenggarakan Ukom ‘bukan organisasi profesi yang mendapatkan pengesahan dari menteri kesehatan’. Tuh kan, sederhana. Bagi saya yang pendidikannya biasa-biasa saja, ya lihatnya ini sederhana saja. Ada masalah, sudah tahu akar masalahnya apa, bahkan sudah tahu solusinya apa, ya tinggal diselesaikan. Tapi nanti dulu saudarah, itu kalau cara berpikir orang awam kayak saya, orang pinter kan mungkin beda.

Dalam dunia tenaga kerja, user yang menentukan kriteria dan standar keterampilan yang akan mereka rekrut itu hal biasa. Mau jadi dosen profesional, mesti ikut proses ujian serdos, mau kerja jadi ahli K3, mesti punya sertifikasi K3 umum lewat ujian, dannnn lain sebagainya. Maka kalau UU mensyaratkan yang bekerja di pelayanan kesehatan harus punya STR dengan syarat punya sertifikat kompetensi, apa salah? dan lapangan kerja SKM itu bukan cuma di pelayanan kesehatan, ada segudang area lainnya yang bisa digeluti SKM.

Kenapa Ukom tetap harus jalan?

Andai IAKMI dan AIPTKMI sekarang ngambek berhenti menyelenggarakan Ukom (cie kayak D*arum aja ngambek), berapa banyak SKM mungkin akan kehilangan kesempatan kerja di pelayanan kesehatan karena tidak bisa mendapatkan STR?. Polemik ini mengingatkan saya dengan polemik mengenai ojek online dulu. Banyak sekali regulasi yang ‘ditabrak’, tapi karena sangat dibutuhkan publik, akhirnya pemerintah menyiapkan regulasi setelah terjadi. Terobosan ini lalu disebut disruptive innovation? Duh apalagi hanya sekedar maladministrasi, bisa lah diselesaikan.

 

Wallhu A’lam

Dari hambamu yang naif

Ikuti tulisan menarik Mouhamad Bigwanto lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler