x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Minggu, 15 September 2019 20:31 WIB

Bangsa tanpa Pemimpin

Situasi mutakhir saat ini memperlihatkan seperti apa kualitas kepemimpinan bangsa kita. Para elite itu terlihat belum beranjak dari jenjang pemain politik ke jenjang yang lebih tinggi, sehingga boleh dikata belum naik kelas dari politisi menuju negarawan. Kalkulasi dalam benak mereka lebih diwarnai oleh perhitungan politis ketimbang perhitungan tentang baik-buruk nasib bangsa di masa depan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Di tengah kerisauan dan kecemasan masyarakat terhadap masa depan spirit pemberantasan korupsi, mereka yang biasa disebut ‘elite politik’ sama-sama kompak: tidak bersuara. Cobalah simak setiap media massa cetak, radio, online, maupun televisi—tidak ada komentar apapun dari mereka terhadap situasi mutakhir.

Tidak ada satupun ketua umum partai politik yang menyatakan pendapatnya terhadap isu yang sangat viral. Elite politik seakan-akan membiarkan masyarakat dicekam oleh kegelisahan. Padahal, masyarakat risau karena pemberantasan korupsi hendak dilemahkan secara sistematis melalui perundangan maupun pergantian kepemimpinan. Rakyat gelisah karena masa depan bangsa dipertaruhkan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Apakah rakyat lebay? Apakah protes-protes itu sekedar drama? Tidak, melainkan para elite politiklah yang tidak sensitif terhadap apa yang dirisaukan rakyat, atau bisa jadi—seperti yang diutarakan banyak orang—elite politik punya agenda sendiri. KPK yang lemah, dari segi institusi karena pelemahan melalui UU-nya maupun dari sisi kepemimpinannya, akan menyediakan ruang yang longgar dan leluasa bagi praktik-praktik politik-ekonomi yang merugikan bangsa.

Di tengah situasi yang berjalan seperti sekarang, terasalah bagi kita kekosongan kepemimpinan yang empatetik dan inspiratif. Di tengah kerisauan masyarakat, pemimpin yang empatetik akan berusaha memahami dan merasakan kerisauan yang sama. Ia akan menyerap kegelisahan masyarakat, merenungkannya, dan menggerakkannya untuk mencari jalan terbaik bagi bangsanya. Pemimpin seperti ini akan digerakkan oleh nuraninya. Ia akan memercayai suara rakyatnya sebagaimana rakyat telah memercayai dirinya untuk memimpin.

Pemimpin yang inspiratif akan menebarkan aura yang mampu menghalau kegelisahan masyarakat karena ia tahu di mana ia harus berdiri. Ia akan berjalan bukan dibimbing oleh kalkulasi politik, melainkan kalkulasi baik-buruk masa depan bangsanya. Ia tidak akan mudah percaya oleh bisikan-bisikan orang-orang yang mampu mengakses dirinya, sekaligus ia akan membuka hati nuraninya untuk mendengarkan jeritan rakyat.

Memang terdapat banyak pejabat tinggi berbagai institusi negara dan banyak ketua umum partai politik, tapi boleh dikata kita tidak punya pemimpin yang menginspirasi rakyat tentang apa yang harus dilakukan untuk keluar dari situasi krisis. Pemimpin yang inspiratif itu tahu jalan yang benar, menunjukkan jalan yang benar, dan memimpin kita di jalan yang benar.

Situasi mutakhir saat ini memperlihatkan seperti apa kualitas kepemimpinan bangsa kita. Para elite itu terlihat belum beranjak dari jenjang pemain politik ke jenjang yang lebih tinggi, sehingga boleh dikata belum naik kelas dari politisi menuju negarawan. Kalkulasi dalam benak mereka lebih diwarnai oleh perhitungan politis ketimbang perhitungan tentang baik-buruk nasib bangsa di masa depan.

Cermatilah, ketika banyak pemuka berbagai agama, para profesor kampus dan institusi riset, akademisi, aktivis sosial, jurnalis, maupun unsur-unsur masyarakat lain mengutarakan kecemasan mereka terhadap masa depan pemberantasan korupsi, para elite politik itu diam seribu basa. Tak ada seorangpun ketua umum partai yang memberi tanggapan atas situasi yang tengah berlangsung saat ini. Tak ada satupun ketua umum partai yang menebarkan pencerahan inspiratif bagi masyarakat agar mampu keluar dari kegelisahan ini. Mereka bungkam, satu dan lain alasan karena apa yang tengah terjadi pada KPK saat ini memiliki relasi dengan kepentingan mereka terhadap akses kekuasaan dan sumberdaya ekonomi.

Sejarah bangsa manapun dan di belahan Bumi manapun mengajarkan bahwa setiap krisis adalah momentum kepemimpinan. Inilah momentum bagi siapapun yang telah diberi amanah oleh rakyat untuk menunjukkan kualitas kepemimpinannya yang sejati. Atau, sungguh menyedihkan bila ini yang terjadi, inilah masa-masa ketika bangsa ini tidak lagi tahu siapa sesungguhnya pemimpinnya sebab ‘yang menyebut diri pemimpin’ itu tidak hadir di tengah-tengah rakyatnya. >>

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu