x

Novel Baswedan

Iklan

Anwar Saragih

Penulis dan Pengajar
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Selasa, 17 September 2019 20:32 WIB

Sesat Berpikir Logika Taliban

Saya melihat munculnya isu Taliban di internal KPK sengaja dimainkan oleh oknum tertentu untuk memecah wacana di publik terkait RUU KPK. Alasannya, KPK selama ini memiliki citra yang baik di masyarakat karena prestasinya dalam proses pengentasan permasalahan korupsi. Utamanya prestasi Novel Baswedan dalam menangkap koruptor-koruptor, seperti: Istri Mantan Wakapolri Adang Daradjatun yaitu Nunun Nurbaeti, Mantan Bendum Partai Demokrat Nazaruddin hingga Politisi Partai Demokrat Angelina Sondakh. Artinya Novel Baswedan sengaja di serang dengan isu Taliban dalam upaya memecah opini publik. Pun persepsi dan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap KPK jauh diatas DPR atau partai politik, dua lembaga yang paling bertanggung jawab terhadap RUU KPK.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Argumen paling dasar DPR menyepakati draft revisu RUU KPK adalah kepastian hukum. Utamanya berkaitan dengan Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) dan potensi penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) oleh penyidik atau komisioner KPK dalam proses penangkapan koruptor, entah itu melalui penyelidikan yang panjang atau penyadapan yang berujung pada Operasi Tangkap Tangan (OTT).
 
Atas dasar asumsi ini, draft revisi RUU KPK pun disetujui dengan solusi akan dibentuknya Dewan Pengawas untuk mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang KPK. Pun draft revisi UU KPK itu menghasilkan kesepakatan dalam pembatasan ruang gerak penyidik dalam proses penyadapan yang harus minta izin terlebih dahulu pada dewan pengawas.
 
Pada awalnya, wacana perdebatan soal setuju atau tidak setuju revisi RUU KPK berseliweran di narasi itu. Sebuah kewajaran ruang-ruang wacana politik kita diisi oleh pertengkaran argumen pro dan kontra. Pun sejak wacana ini mulai mencuat tahun 2010, di era pemerintahan sby-boediono, sejak saya masih menjadi mahasiswa S1 tepatnya, saya tetap dalam posisi menolak RUU KPK.
 
Karena RUU KPK berpotensi melemahkan KPK. Pun kemunculan dewan pengawas rentan terhadap kepentingan oknum politisi dalam melindungi dirinya dan kelompoknya. Potensi ini didasarkan pada asumsi, pemilihan posisi dewan pengawas yang menjadi langkah awal intervensi terhadap proses penyelidikan dan penyadapan oknum pejabat yang terlibat dalam korupsi.
 
Kembali pada keriuhan RUU KPK, beberapa hari terakhir ini wacana mengalami penyimpangan. Utamanya bertautan dengan isu Taliban dalam internal KPK ---lebih lanjut, Taliban dalam hal ini merujuk pada isu kelompok islam radikal di internal KPK yang diwacanakan oleh kelompok-kelompok buzzer di media sosial yang secara langsung menunjuk hidung Novel Baswedan.
 
Saya melihat munculnya isu Taliban di internal KPK sengaja dimainkan oleh oknum tertentu untuk memecah wacana di publik terkait RUU KPK. Alasannya, KPK selama ini memiliki citra yang baik di masyarakat karena prestasinya dalam proses pengentasan permasalahan korupsi. Utamanya prestasi Novel Baswedan dalam menangkap koruptor-koruptor, seperti: Istri Mantan Wakapolri Adang Daradjatun yaitu Nunun Nurbaeti, Mantan Bendum Partai Demokrat Nazaruddin hingga Politisi Partai Demokrat Angelina Sondakh.
 
Artinya Novel Baswedan sengaja di serang dengan isu Taliban dalam upaya memecah opini publik. Pun persepsi dan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap KPK jauh diatas DPR atau partai politik, dua lembaga yang paling bertanggung jawab terhadap RUU KPK.
 
Logikanya, urgensi yang substansial dari KPK adalah persoalan korupsi. Namun, Novel Baswedan diserang dengan isu Taliban yang bahkan tidak bisa dibuktikan kebenarannya. Logika semacam ini tentu sangat cacat dalam masuk dalam kesesatan berfikir (Logical Fallacy) Anecdotal. --- Kesesatan berfikir Anecdotal bisa dipahami sebagai serangan kepada personal terkait wacana latar belakangnya dalam mendukung argumen universal demi kepentingan kelompoknya. Biasanya logika semacam ini dimanfaatkan dalam upaya menghancurkan data dan statistik prestasi seseorang.
 
Pada analisis saya, ada kepentingan besar denga menuduh Novel Baswedan bagian dari kelompok islam radikal. Utamanya berkaitan dengan pembahasan RUU KPK sudah cacat sejak mulai dibahas dan disepakati minggu lalu.
 
Pun jika kita cermat, sebenarnya RUU KPK telah melanggar aturan formil perundang-undangan di Indonesia. Alasannya RUU KPK tidak masuk agenda Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015-2019, sementara dalam pasal 45 Ayat 1 UU Nomor 12 tahun 2011 disebutkan bahwa : "Rancangan Undang-Undang, baik yang berasal dari DPR maupun Presiden serta Rancangan Undang-Undang yang diajukan DPD kepada DPR disusun berdasarkan Prolegnas".
 
Artinya, dibahasnya dan disepakatinya RUU KPK, secara politis telah cacat karena sebelumnya tidak ada dalam Prolegnas. Pun mencuatnya wacana Taliban yang menyerang Novel Baswedan selama ini merupakan bagian dari agenda setting dalam membangun ketidakpercayaan masyarakat pada sosok Nove Baswedan. Dan upaya melegitimasi RUU KPK adalah sesuatu yang mendesak demi kepentingan bangsa karena berkaitan dengan ideologi tertentu.
 
Tidak hanya, soal wacana Taliban yang menyerang Novel Baswedan. Namun, pada salah satu pasal di revisi UU KPK, pasal 45A Ayat 1 secara tegas menyerangnya, yang isinya : bahwa penyidik KPK harus sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan surat dokter. Tentu hal ini, secara langsung menyerang pribadi Novel Baswedan dengan pasca matanya disiram air keras oleh oknum yang saat ini belum ditangkap.
 
Ada narasi terstuktur yang terbangun dalam upaya melemahkan KPK lewat bahasa-bahasa Taliban. Ada wacana yang didekonstruksi sedemikan rupa seolah-olah persoalan di KPK berkaitan dengan radikalisme agama hingga muncul pula narasi seluruh pegawai KPK harus berstatus ASN, yang sebenarnya sudah membunuh independensi KPK sendiri. Sebab, ketika status kepegawaian KPK diubah menjadi ASN, sejak itu pula KPK berubah menjadi lembaga birokrasi dan rentan melahirkan patronase di ruang lingkup kepegawaian.
 
Jika diagnosis penyakitnya adalah korupsi, kenapa obatnya soal dampak Taliban. Ini kesesatan berpikir namanya.

Ikuti tulisan menarik Anwar Saragih lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB