Elite Politik Rindu Orde Baru?
Sabtu, 21 September 2019 03:19 WIBPara elite zaman now ingin menikmati kenyamanan sejawat mereka yang berkuasa di zaman Orde Baru. Mereka ingin membalik arah jarum jam sejarah agar bisa kembali ke suasana di masa-masa ketika penguasa bebas merdeka melakukan apa yang mereka kehendaki.
Dalam kampanye pemilu yang belum lama berlalu, poster bergambar wajah Pak Harto bertulisan ‘Masih enak zamanku to?’ banyak beredar. Sindiran yang seolah-olah disampaikan oleh Pak Harto itu jadi judul berita utama [headline] Koran Tempo yang terbit baru-baru ini [Kamis, 19 September 2019]. Kerap dipahami bahwa sindiran itu ditujukan kepada kita semua—khususnya rakyat kecil bahwa Pak Harto mengingatkan kita akan zamannya dan prihatin melihat keadaan sekarang, khususnya ekonomi rakyat.
Namun, begitu membaca headline Koran Tempo, dan kemudian mengaitkannya dengan perkembangan nasional akhir-akhir ini, yang tebersit di benak saya ialah sindiran itu tertuju pula kepada elite politik masa sekarang. Dari sudut pandang yang berbeda, kata-kata ‘Masih enak zamanku to?’ tersebut merupakan sindiran bahwa elite politik di masa Orde Baru lebih enak ketimbang sekarang. Mengapa? Karena di masa Orde Baru, elite politik terbebas dari kritik rakyat.
Di masa itu, mana berani rakyat mengritik pemerintah, menteri, parlemen, maupun pejabat lain? Koran dan majalah terbit di bawah ancaman bredel. Kritik keras akan membuat media tidak terbit dan jurnalis kehilangan pekerjaan. Pegawai negeri yang bersikap kritis siap-siap saja pensiun dini tanpa pesangon. Korupsi sangat jarang diungkap, kecuali jika pelakunya dianggap orang yang tidak lagi dikehendaki. Rakyat hanya bisa ngrasani, bisik-bisik, dan kasak-kusuk.
Penguasa zaman sekarang, di pemerintahan maupun di parlemen, tidak terbebas dari kritik masyarakat. Nyaris setiap hari ada kritik. Tidak enaklah mereka, meskipun lama-lama kritik itu masuk telinga kanan dan langsung keluar telinga kiri. Bahkan, telinga dan mata pun ditutup agar tidak mendengar dan melihat kritik rakyat. Buktinya, dalam urusan revisi dan penyusunan undang-undang, pemerintah dan DPR ‘lempeng’ saja tanpa tengok kiri-kanan.
Sindiran Pak Harto itu sangat mungkin jadi inspirasi bagi politisi masa kini. Rancangan KUHP dibuat sedemikian rupa untuk kembali memberi proteksi yang lebih kuat kepada pejabat maupun pemerintah. Hukuman untuk koruptor, pelaku kejahatan luar biasa, malah dilonggarkan. Langkah-langkah ini menunjukkan bahwa elite politik rindu pada kenyamanan dan keenakan yang dinikmati elite zaman Orde Baru. Sindiran Pak Harto, ‘masih enak zamanku to’, ternyata mengena di hati elite zaman now, dan mereka agaknya terinspirasi untuk mengulanginya.
Tanda-tanda bahwa elite politik maunya jalan sendiri jelas terlihat: undang-undang direvisi secara terburu-buru, bahkan terkesan sembunyi-sembunyi, masyarakat tidak diajak berbicara, kesepakatan dicapai dengan cepat melalui kompromi yang saling menguntungkan. Demokrasi yang diperjuangkan oleh rakyat dengan susah payah dan memakan banyak korban dari segi apapun ternyata kini hendak diringkus ke bawah ketiak kepentingan elite politik-ekonomi.
Para elite zaman now ingin menikmati kenyamanan sejawat mereka yang berkuasa di zaman Orde Baru. Mereka ingin membalik arah jarum jam sejarah agar bisa kembali ke suasana di masa-masa ketika penguasa bebas merdeka melakukan apa yang mereka kehendaki. Mereka buat rakyat takut untuk menyuarakan keinginannya. Para elite itu tidak peduli bahwa Orde Baru bukanlah orde pemerintahan yang baik bagi perkembangan bangsa. Menyedihkan memang bahwa mereka yang pernah merasakan kesukaran hidup di zaman Orde Baru ingin memerlakukan rakyat masa sekarang seperti rezim Orde Baru memerlakukan mereka.
Elite zaman now agaknya benar-benar rindu masa Orba. Sindiran Pak Harto, “Masih enak zamanku to” mungkin terus terngiang-ngiang. Para elite itu baru sadar bahwa sindiran itu bukan untuk kehidupan rakyat, melainkan untuk kehidupan penguasa sekarang yang tidak bisa bebas dari kritik. Kini, mereka ingin kembali ke masa lampau, kembali ke zaman enak, agar tidak dibikin sibuk dan tidak enak hati oleh kritik rakyat, dan para oligark pun bisa lebih leluasa memenuhi hasrat kuasanya. Mudah-mudahan sih tidak terwujud. Sieun atuh, kang. >>
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Pemimpin Ghosting, Jadi Teringat Lagunya Dewa
Rabu, 4 September 2024 11:28 WIBAda Konflik Kepentingan di Klab Para Presiden
Kamis, 9 Mei 2024 12:38 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler