Teman-teman milineal perlu mencermati Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang kini jadi polemik. Sekali disahkan, kelak akan berlaku dan mempengaruhi kehidupan kita sehari-hari. Memang, bisa saja sih kita ajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi, terhadap pasal yang ngacau. Tapi capek deh, nanti.
Salah satu aturan yang berbahaya adalah pasal mengenai penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden. Keberadaan pasal itu amat kontroversial karena pada KUHP yang lama pasal itu sudah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi. Nah, pada Rancangan KUHP muncul lagi pasal serupa.
Dampaknya jelas akan membelenggu kebebasan berpendapat. Bercoleteh agak miring sedikit soal presiden di media sosial bisa masuk penjara. Begitu pula mengekpresikan kritik lewat gambar ala cover Pinokio Tempo.
Pertanyaannya, apakah martabat presiden dan wakil presiden perlu dihormati dan dilindungi bak raja. Tapi bukankan kita negara republik, bukan kerajaan. Konstitusi juga menjamin kebebasan berpendapat dan adanya persamaan kedudukan warga negara di depan hukum dan pemerintahan.
Biar jelas, mari kita bandingkan aturan lama pasal penghinaan presiden dalam KUHP dengan Rancangan KUHP yang baru.
Penghinaan presiden dalam KUHP lama
Inilah pasal-pasal yang telah dihapus oleh Mahkamah Konstitusi sesuai putusan nomor 013-022/PUU-IV/2006:
- Pasal 134:
“Penghinaan dengan sengaja terhadap Presiden dan Wakil Presiden dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya enam tahun atau denda sebanyak-banyaknya 4.500”; - Pasal 136 bis.
“Perkataan penghinaan dengan sengaja dalam Pasal 134 mengandung juga perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 315, jika itu dilakukan kalau yang dihinakan tak hadir, yaitu baik di muka umum dengan beberapa perbuatan, maupun tidak di muka umum, tetapi dihadapan lebih dari empat orang atau dihadapan orang lain, yang hadir dengan tidak kemauannya dan yang merasa tersentuh hatinya, akan itu, dengan perbuatan-perbuatan, atau dengan lisan atau dengan tulisan”; - Pasal 137 (1) “Barangsiapa menyiarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan atau gambar yang isinya menghina Presiden atau Wakil Presiden dengan niat supaya isinya yang menghina itu diketahui oleh orang banyak atau diketahui oleh orang banyak, dihukum penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500”;
- Ayat (2) “Jika Si Tersalah melakukan kejahatan itu dalam jabatannya dan pada waktu melakukan kejahatan itu belum lagi lalu dua tahun sesudah tetap hukumannya yang dahulu sebab kejahatan yang serupa itu juga, maka ia dapat dipecat dari jabatannya
Penghinaan Presiden dalam Rancangan KUHP baru
Inilah pasal penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden yang diatur dalam rancangan KUHP.
- Pasal 218 Ayat 1:
Setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Kategori IV. Buku kesatu RKUHP menjelaskan denda kategori IV senilai Rp200 juta. - Pasal 218 Ayat 2
Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri. - Pasal 219
Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Kategori IV. - Pasal 220 Ayat 1 Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 218 dan Pasal 219 hanya dapat dituntut berdasarkan aduan.
- Pasal 220 Ayat 2
Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara tertulis oleh Presiden atau Wakil Presiden.
Presiden diistimewakan
Harus diakui pasal penghinaan dalam Rancangan KUHP baru merupakan delik aduan seperti dijelaskan oleh Menteri Hukum, berbeda dengan aturan dalam KUHP lama. Tanpa adanya pengaduan presiden atau wakil presiden, pelaku tidak bisa dijadikan tersangka.
Pertanyaan, kalau memang delik aduan, kenapa presiden dan wakil presiden dibuat pasal tersendiri? Bukankah presiden dan wakil presiden juga berhak mengadukan siapapun yang menghina dirinya sengan mengunakan pasal-pasal pencemaran nama baik yang sudah ada.
Pada dasarnya semua warga negara memiliki persamaan di mata hukum. Seperti warga negara lain, kita semua, Presiden dan wakil presiden sebetulnya bisa memakai aturan yang ada, untuk melaporkan orang yang menghina kita. Keistimewaan itulah yang kini dikritik. ***
Artikel lain:
Ancaman Rancangan KUHP: Seks Muda-mudi di Luar Nikah Dipenjara 1 Tahun, Setuju?
Ikuti tulisan menarik safira Suryawati lainnya di sini.