x

Cover buku Dua Dunia Nh. Dini

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Selasa, 24 September 2019 10:09 WIB

Dua Dunia dalam Kumpulan Cerpen Karya Nh. Dini

Cerpen-cerpen bertema perjuangan perempuan yang ditulis oleh Nh. Dini di masa tahun 1950-an.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul: Dua Dunia

Penulis: NH Dini

Tahun Terbit: 2014 (Cetakan kelima)

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penerbit: Pustaka Jaya                                                                                           

Tebal: 112

ISBN: 978-979 -419-660-1

 

Dalam kumpulan cerpen ini NH Dini bercerita tentang keberanian para perempuan. Perempuan harus berani hidup dan mengambil keputusan atas dirinya sendiri. Bergantung kepada lelaki dan keluarga itu tidak akan menyelesaikan permasalahan para perempuan. Apalagi jika sang perempuan itu memiliki status sebagai janda.

Nh Dini berangkat dari posisi perempuan Jawa yang harus tunduk kepada keluarga dan suami. Perempuan Jawa yang baik adalah perempuan yang senantiasa berupaya menyenangkan suami dan keluarganya. Dari titik tersebut Dini kemudian menempatkan para tokoh perempuannya sebagai pihak yang kehilangan gantungan hidup karena ditinggalkan oleh keluarga atau pasangannya. Perempuan-perempuan tersebut ditinggalkan gantungan hidupnya karena sang gantungan hidup tidak lagi layak digantungi (orangtua Siswanti dalam cerpen Dua Dunia), dicerai (Siswanti dalam Dua Dunia) atau ditinggal mati (Ningsih dalam Istri Prajurit). Perempuan yang ditinggalkan oleh mereka yang seharusnya digantungi selalu pada posisi yang tidak beruntung. Itulah sebabnya Dini mendorong para perempuan untuk berani keluar dari kungkungan tradisi yang tidak menguntungkan perempuan tersebut.

Dini sangat mendorong perempuan untuk berani keluar dari kungkungan nilai-nilai yang merendahkan mereka. Dalam cerpen “Keberuntungan” Dini menempatkan tokohnya sebagai perempuan desa yang mengejar karir dan berhasil menjadi pedagang sukses. Sang tokoh juga memilih sendiri calon suaminya, yaitu teman kecilnya yang lebih muda dan berprofesi sebagai salah satu sopir di usaha angkutan miliknya.

Selain dari topik perjuangan perempuan, Dini memasukkan pengamatannya tentang modernisasi tahun 1980-90an. Ia menulis tentang orang desa yang menyambut modernisasi (Warung Bu Sally) dan Irka yang menjadi gali karena modernisasi pertanian yang diterapkan di desanya (Liar). Dini menyertakan sebuah cerita tentang bagaimana orang miskin mempunyai solidaritas untuk saling membantu (Kelahiran).

Marilah kita membedah satu per satu cerpen-cerpen yang terkumpul dalam buku ini.

Dalam cerpen pertama, yang sekaligus dijadikan sebagai judul buku: “Dua Dunia,” Dini berkisah tentang seorang janda yang mempertahankan anaknya. Tokoh dalam cerita pertama ini adalah Siswanti, seorang janda beranak satu karena dicerai oleh suaminya. Suaminya menginginkan anak semata wayangnya diasuh oleh sang suami. Siswanti dalam posisi yang sangat buruk. Ayah dan ibunya mempunyai hutang yang banyak. Ibunya juga selama ini secara diam-diam telah menerima uang santunan dari Darwo, mantan suami Siswanti. Gajinya tidak cukup untuk menghidupi dirinya dan keluarganya, termasuk ayahnya. Sementara fisiknya sudah tidak kuat lagi. Namun Siswanti tetap tegar untuk keluar dari masalah yang dihadapinya.

Cerita kedua “Istri Prajurit” berkisah tentang Ningsih yang menjadi janda karena ditinggal mati oleh suaminya yang adalah seorang prajurit. Ningsih keluar dari keluarga ningrat karena memilih menikah dengan Garjo teman sekolahnya yang adalah orang biasa. Garjo akhirnya menjadi seorang prajurit. Kehidupan mereka bahagia dan mendapatkan seorang anak perempuan.

Namun gelombang hidup melanda Ningsih ketika Garjo gugur dalam pertempuran. Sebagai janda seorang prajurit, Ningsih tidak mendapatkan warisan yang cukup untuk membesarkan anaknya. Sementara orangtua Nani masih tetap tidak mau menolongnya. Ningsih akhirnya memutuskan untuk mengikuti kawannya (Nia) bekerja di Jakarta daripada hanya merenungi nasipnya yang kurang beruntung itu.

Sementara tokoh yang dipanggil Nia adalah seorang perempuan yang memilih untuk mengikuti kata hatinya. Nia memilih untuk meninggalkan Narto, seorang pemuda ningrat yang sebenarnya dia suka. Nia memilih mengejar karirnya daripada menikah dan menjadi perempuan ideal seperti yang digambarkan oleh tradisinya.

Cerpen ketiga berjudul “Jatayu” berkisah tentang anak perempuan yang dikeluarkan dari sekolah karena dianggap bodoh. Prita, demikian nama anak tersebut, adalah anak dalang. Ia sangat menyukai wayang Jatayu. Prita selalu membayangkan dirinya bisa terbang. Prita yang begitu terobsesi bisa terbang, sangat marah saat ayahnya terpaksa harus menjual semua wayangnya. Akhirnya ayahnya mengalah dan menyisakan wayang Jatayu. Wayang tersebut dipajang di kamar Prita.

Suatu hari Prita melihat skuter terparkir di depan rumahnya. Ia telah mengamati bagaimana cara mengoperasikan skuter tersebut sejak lama. Saat ada kesempatan, Prita mengendarai skuter tersebut. Prita merasa dirinya terbang saat mengendarai skuter. Ia melepaskan kedua tangannya dari setir saat jalan menanjak. Prita mengalami kecelakaan dan meninggal. Prita meninggal pada saat ia merasa mencapai cita-citanya. Terbang!

Dalam cerpen ini Dini mengungkapkan bahwa perempuan harus mengejar cita-citanya, walau tiu hanyalah sebuah ilusi. Bahkan seandainya harus mengorbankan nyawanya untuk mengejar cita-citanya.

Cerpen keempat berjudul “Kelahiran.” Selain dari kisah-kisah perempuan yang pemberani, Dini juga mengisahkan solidaritas orang miskin. Dalam cerpen ini Dini berkisah tentang keluarga Sardin seorang buruh yang mencari kerja supaya ada biaya untuk persalinan anaknya. Namun Sardin bernasip malang karena tak ada yang memberinya kerja. Padahal istrinya hamper melahirkan. Upaya untuk menagih uang yang dipinjamkan kepada temannya pun tidak ada hasil. Di tengah keputusasaannya, adiknya – Darmi, datang dari desa membawa beras. Saat istrinya melahirkan teman-teman Sardin datang membawa berbagai keperluan, termasuk jamu untuk istrinya.

Cerpen kelima berjudul “Pendurhaka.” Menurut saya cerpen “Pendurhaka” adalah puncak pemberontakan Dini terhadap nilai-nilai yang merendahkan perempuan. Dalam kisah ini Yati berani menentang keluarganya, bahkan ibunya untuk mengikuti nilai-nilainya sendiri. Dalam cerpen ini juga disampaikan seorang perempuan bernama Sul, kakak Yati yang lebih memilih untuk bunuh diri daripada mengikuti kemauan orangtuanya untuk patuh pada nilai-nilai yang dianggap merendahkan perempuan.

Dalam cerpen keenam, yaitu “Perempuan Warung,” Dini berkisah tentang seorang perempuan bernama Kinah yang berjuang menjaga martabatnya dari keisengan lelaki. Meski harus bekerja keras sebagai penjaga warung, namun Kinah berhasil dari keisengan para lelaki yang mesum.

Cerpen ketujuh berjudul “Penemuan,” berkisah tentang peristiwa anak-anak sekolah yang tertabrak prahoto. Dua anak meninggal dan tokoh aku mengalami patah kaki. Tokoh aku dirawat di rumah sakit. Saat tokoh aku dirawat di rumah sakit, sang sopir prahoto yang menabraknya datang untuk minta maaf. Ternyata sopir yang melarikan diri karena takut masuk penjara adalah seorang yang menderita akibat perang. Keluarganya mati terbunuh dalam perang. Rumahnya dibakar. Itulah sebabnya sang sopir mempunyai nilai-nilai sendiri terhadap hukuman. Ia memilih untuk menghukum dirinya sendiri dariapda menyerahkan kepada hukum formal yang tak mampu mengadili kejadian terhadap keluarganya.

Cerpen kedelapan berjudul “Warung Bu Sally,” bercerita tentang bagaimana seorang perempuan desa yang menyongsong modernitas. Ia memutuskan untuk tinggal bersama suaminya di kota. Saliyem, demikian namanya membuka warung pecel. Karena warung pecelnya laris, makai ia mendapat dukungan dari salah satu perusahaan untuk memasang papan nama di depan warungnya. Tentu saja di papan tersebut akan dicantumkan nama produk yang mendukungnya. Nama Saliyem yang udik pun diganti dengan nama Sally. Sally pakai “Y” sesuai dengan ejaan Inggris. Entah Dini mau mengejek atau mengapresiasi perempuan desa yang memilih untuk menyongsong kemajuan jalan. Sulit untuk diketahui melalui cerita yang singkat ini.

Dalam cerpen ke Sembilan “Liar” Dini menggugat perubahan drastis yang ditawarkan oleh pembangunan. Perubahan jenis tanaman yang selama ini menghidupi masyarakat petani di Gunung Muria tiba-tiba berganti dengan tanaman komoditas perdagangan (cengkeh).

Pada awalnya perubahan jenis tanaman ini sungguh membawa keberuntungan. Panen cengkeh yang berharga mahal telah mengubah perilaku orang desa. Mereka berbondong-bondong untuk berhaji dari hasil cengkeh. Namun saat tanaman cengkeh terserang penyakit, maka kemiskinan tiba-tiba melanda desa.

Irka adalah anak desa yang sekolah teknik di kota. Orangtua Irka dan kepala desa sangat mendorong Irka untuk melanjutkan sekolah. Saat itu desa sedang Makmur karena cengkeh. Namun saat cengkeh tak lagi memberi hasil, Irka tak lagi mendapat kiriman uang dari keluarganya. Akibatnya Irka menjadi gali di kota. Setelah berhasil merampok seorang perempuan, Irka harus melarikan diri karena di kota sedang ada penumpasan gali. Irka berhasil pulang ke desa dan kembali menjadi petani. Dalam cerpen ini Dini mendokumentasikan penumpasan gali di Kota Semarang.

Cerpen kesepuluh “Keberuntungan,” adalah obsesi Dini tentang perempuan mandiri. Dalam cerpen ini dikisahkan perempuan desa bernama Kasnah. Kasnah sekolah sampai lanjut di kota. Ia pulang dan merintis bisnis di desanya. Kasnah berhasil menjadi seorang pedagang sukses. Meski  mendapat gunjingan dari banyak tetangga karena Kasnah tidak tertarik menikah, Kasnah tetap tegar membangun bisnisnya. Kasnah pun akhirnya memilih Jamjuri teman masa kecilnya yang lebih muda dan berporfesi jadi sopir salah satu truk milik Kasnah. Dalam cerpen ini Dini menarasikan bahwa Kasnahlah yang mengajak Jamjuri menikah.

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler