x

Iklan

Syarifudin

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 29 April 2019

Rabu, 25 September 2019 04:13 WIB

Demontrasi Mahasiswa, Masihkah Orisinal?

Demonstrasi sah-sah saja. Apalagi memperjuangkan aspirasi rakyat. Lalu, gimana mengukur orisinalitas demo mahasiswa?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pecah sudah, demo mahasiswa 24 September 2019. Ekspresi anak-anak muda generasi penerus bangsa yang harus didukung. Karena apapun yang terjadi, sungguh para mahasiswa sedang memperjuangkan nasib bangsa agar lebih baik. Tentu, sambil mengkritisi kebijakan pemerintah yang “tidak berpihak” pada rakyat.

 Di hampir banyak kota, demo mahasiswa berlangsung. Jakarta, Semarang, Makassar, dan Palembang. Sebelumnya, mahasiswa pun menggelar aksi di Jogjakarta, Bandung, Malang, Balikpapan, Samarinda, Purwokerto dan lainnya. Puluhan ribu mahasiswa berdemonstrasi untuk menolak revisi UU KPK, RUU KHUP, RUU Agraria, RUU Ketenagakerjaan, dan kriminalisasi aktivis. Sebut saja, bila spiritnya memperjuangkan menolak UU KPK dan RUU KUHP, siapa yang tidak mendukung aksi demonstrasi mahasiswa. Pasti, semunya mendukung.

 Namanya demonstrasi; pasti ada yang demo dan ada yang mengawal demo. Itu semua ada SOP-nya. Untuk apa? Tentu, agar cara-cara menyalurkan aspirasi menjadi lebih tepat sasaran. Di samping untuk menghindari tindakan anarkis, perilaku merusak yang berpotensi terjadi. Apalagi bila disusupi “oknum penumpang gelap” yang memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 Sekali lagi, demo para mahasiswa sah-sah saja. Bahkan patut didukung bila mengkritisi kebijakan pemerintah yang bertentangan dengan hati nurani. Tapi semua pun bakal menyesali, bisa demonstrasi berakhir ricuh, rusuh dan menelan korban. Itulah yang harus dijaga dari demonstrasi. Orisinalitas demonstrasi harus dijaga, harus berbanding lurus dengan perjuangannya.

Demonstrasi, di belahan bumi manapun. Pasti ongkosnya mahal. Nilai ekonomis-nya terlalu besar. Apalagi di tengah kerumuman massa yang besar; baik yang demo maupun aparatur yang mengawal demo. Sebut saja mulai dari pemblokiran jalan, perobohan pagar dan fasilitas jalan raya. Apalagi sampai membakar pos polisi atau jatuhnya korban luka-luka. Belum lagi warga yang terjebak macet atau tidak bisa mengakses jalanan yang menjadi area demonstrasi. Maka penting buat semua pihak untuk menyadari. Tentang orisinalitas demonstrasi mahasiswa kali ini.

Mari kita tempatkan objektivitas di paling atas.

Pendemo pasti tidak mau ricuh. Karena mereka hanya ingin menyampaikan aspirasi terkait kebijakan pemerintah dan parlemen. Sangat wajar, bila hari nurani diabaikan. Maka mahasiswa pantas turun ke jalan. Sebagai kontrol sekaligus ekspresi kekritisan terhadap pemerintah.

 Begitu pula dengan aparat pengawal demo. Pasti pula tidak ingin terjadi ricuh. Karena mereika pun bukan bertugas untuk “melumpuhkan pendemo”. Tapi justru untuk memastikan cara menyalurkan aspirasi sesuai dengan aturan. Jadi, pendemo dan aparat pengawal demo sudah pasti tidak ingin ada kericuhan atau bentrok. Sudah pasti …

Namun, akibat jumlah massa yang banyak. Konsekuensinya, memang sulit dikontrol. Apalagi bila ada “penumpang gelap” yang ingin memanfaatkan momentum demo mahasiswa tadi. Sekali lagi, secara objektif, siapa bisa mengontrol demo ada yang menyusup atau tidak? Bila ada penyusup, maka demonstrasi pasti mudah berubah menjadi arena yang anarkis. Bahkan, membuat orang yang tidak ikut demo alias penonton pun ketakutan dan khawatir. Maka pertanyaannya, benarkah demonstrasi itu orisinal sesuai dengan spiritnya? Siapa yang berani menjamin tidak ada yang menunggangi?

Orisinalitas demonstrasi mahasiswa, patut dijaga oleh semua pihak.

Karena tidak ada yang salah untuk menolak revisi UU KPK, RUU KHUP, RUU Agraria, RUU Ketenagakerjaan, dan kriminalisasi aktivis. Demo itu alat kontrol atas kebijakan pemerintah. Agar tidak sewenang-wenang alias seenaknya saja bikin aturan. Sampai di sini, demonstrasi mutlak diperlukan.

 Hanya saja, sevara akal sehat, agar sulit diterima bila demo kemudian “bergeser” isunya menjadi #TurunkanJokowi. Bahkan mencorat-coret tempok dengan kata-kata yang tidak senonoh. Sederhana saja pertanyaannya, mungkin hal itu dilakukan mahasiswa? Pemilu sudah selesai, pilpres pun sudah rampung. Lalu, mengapa masih ada yang menghembuskan “misa” yang berbeda dari apa yang diperjuangkan mahasiswa. Apa yang diperjuangkan mahasiswa? Sangat jelas, menolak revisi UU KPK, RUU KHUP, RUU Agraria, RUU Ketenagakerjaan, dan kriminalisasi aktivis.

 Namanya menyampaikan aspirasi, demo mahasiswa itu sah-sah saja.

Tinggal akal sehat semua pihak saja yang harus terlibat. Demo itu misinya apa? Lalu bila bergeser ke isu yang lain, apa artinya? Mungkin ada pihak yang menyusup di dalamnya.

Maka demo itu baik. Apalagi memperjuangkan rakyat banyak. Tapi yang sulit di balik demo itu, ada kelompok yang “mengintip” untuk mencari kesalahan aparat. Atau bertepuk tangan dengan keras karena memiliki agenda terselubung. Tentu, demo semacam itu jadi mencederai demokrasi. Orisinalitas demonstrasi itulah jadi “ruang terbuka” yang bisa menimbulkan perdebatan.

Maka kepada semua pihak. Tetaplah objektif dan logis. Demo itu sah-sah saja dan sangat boleh. Sejauh berjuang untuk menyalurkan aspirasi. Tapi demo harus diwaspadai bila direcoki oleh “penumpang gelap” yang masih terus berjuang karena “mimpinya” selama ini tidak tercapai. Mereka yang gagal memahami demokrasi yang sesungguhnya akibat kebencian yang paripurna.

Jadi, mari kita kawal demonstrasi para mahasiswa; anak-anak muda generasi penerus bangsa. Agar tetap orisinal dan menyuarakan hati nurani rakyat. Karena di balik demo, selalu ada oknum yang ingin bertepuk tangan di belakangnya. Teruslah berjuang mahasiswa Indoensia, suarakan apa yang perlu disuarakan … #DemonstrasiMahasiswa #Demontrasi

Ikuti tulisan menarik Syarifudin lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB