x

Sejumlah pegawai KPK menggelar aksi menolak revisi UU KPK dengan membagikan bunga di Car Free Day, Jalan MH Thamrin, Jakarta, Ahad, 8 September 2019. TEMPO/M Rosseno Aji

Iklan

tuluswijanarko

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Rabu, 25 September 2019 13:18 WIB

Pegawai KPK: Setiap Saat Kami Rasakan Busuk Korupsi, Kami Nanti Lagi Sikap Jokowi

Wadah Pegawai (WP) Komisi Pemberantasan Korupsi mengeluarkan manifesto yang meminta Presiden Joko Widodo untuk tidak menanda-tangani revisi Undang-undang KPK

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Wadah Pegawai (WP) Komisi Pemberantasan Korupsi mengeluarkan manifesto yang meminta Presiden Joko Widodo untuk tidak menanda-tangani revisi Undang-undang KPK. WP KPK menilai saat ini tengah terjadi upaya pelemahan KPK dan rakyat membuthkan seorang presiden yang berpihak kepada upaya pemberantasan krupsi.

“Saat ini kunci ada di tangan presiden,” kata Ketua WP KPK Faisal dalam rilis Manifesto itu yang diterima admin Indonesia.id, Rabu, 26/9. Dia menegaskan satu hal yang paling utama untuk ukuran pesiden idaman adalah sosok yang berpihak pada upaya pemberantasan korupsi. “Kami berpikir, Presiden Jokowi adalah representasi gambaran itu, apabila ada komitmen Presiden Jokowi mendukung sepenuhnya upaya pemberantasan korupsi, dengan cara menolak menandatangani revisi UU KPK.”

Revisi Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau revisi UU KPK resmi disahkan menjadi undang-undang dalam Rapat Paripurna ke-9 DPR, Selasa, 17 September 2019. Selanjutnya berdasar Undang-undang nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, revisi ini  diserahkan ke Presiden untuk dibubuhkan tanda tangan. Dalam UU akan ditambahkan kalimat pengesahan serta diundangkan dalam lembaga Negara Republik Indonesia. Dalam hal RUU tidak ditandatangani Presiden dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak RUU disetujui bersama, RUU tersebut sah menjadi Undang-Undang dan wajib diundangkan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Faisal menilai saat ini terjadi rivalitas antara ideologi pemberantasan korupsi dengan para koruptor (dan, para pendukung koruptor). Menurut dia, sebagai pegawai KPK yang hampir tiap saat melihat, mendengar, dan merasakan bau busuk korupsi, dia mengambil kesimpulan bahwa saat ini telah terjadi usaha sistematis melemahkan upaya pemberantasan korupsi. “Jelas sekali (ini) amat memprihatinkan.”

Rakyat, menurut Faisal, saat ini mengidamkan seorang presiden yang tidak butuh citra diri. Rakyat mengharapkan presiden yang pikiran, hati, dan geraknya semata untuk orang-orang yang dipimpinnya, yakni rakyat. “Dan, kini, rakyat menantikan sikap eksplisit Presiden untuk menolak menandatangani revisi UU KPK.”

Dia berharap presiden sudah selesai dengan dirinya sendiri. Maksud dia adalah presiden sudah lepas pikiran dan hatinya dari himpitan kepentingan individu dan kelompoknya. “Dalam kepala dan hati Presiden hanya ada kepentingan rakyat banyak, bukan kepentingan-kepentingan jangka pendek dari orang-orang dekat Presiden. Kepentingan rakyat akan terpenuhi dengan terpinggirkannya korupsi dari negeri ini,” kata dia.

Faisal bertekad jika nantinya Presiden Jokowi akhirnya menandatangani revisi UU KPK, dan itu berarti lembaga anti-rasuah tersebut lumpuh, seluruh pegawai KPKakan terus melakukan perlawanan terhadap siasat pelemahan itu. Perlawanan akan dilakukan sampai para pimpinan KPK menyerahkan mandat ke presiden. “Profesionalitas sebagai abdi bangsa dalam membasmi korupsi tetap kami pegang.”


Baca juga:
Korupsi Oli Pembangunan, KPK Hambat Investasi? Warbiasa, Gak Milenial Banget

 

Ikuti tulisan menarik tuluswijanarko lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler