Polemik antara Menteri Hukum dan Hak Asasi Manunia Yasonna Laoly sebenarnya menggambarkan persoalan pembahasan sederet rancangan undang-undang kali ini. Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat terkesan ingin mengesahkan semua RUU dalam waktu singkat di ujung masa kerja Dewan.
Motif di balik cara pembahasan yang ngebut di lap terakhir--bahkan terkesan sembunyi-sembunyi untuk revisi UU KPK—perlu dipertanyakan. Yang jelas, dengan waktu yang mepet, bagaimana mungkin pemerintah bisa melakukan sosialisasi ke publik mengenai poin-poin penting?
Dengan waktu terbatas, bagaimana mungkin juga masyarakat menyerap dan mencermati semua poin dalam sejumlah RUU? Anggota Dewan saja butuh bertahun-tahun untuk membahas Rancangan KUHP. Nah, masyarakat jelas tidak mungkin paham dalam waktu singkat.
Lalu, siapa yang bodoh?
Dian Sastro versus Menteri Hukum
Saling balas kata terjadi antara Dian Sastro mengenai Rancangan KUHP. Hal ini bermula dari postingan Dian di media sosial. Dalam unggahan itu, ia mengunggah tulisan Tunggal P yang berisi mengkritik sejumlah pasal kontroversial di revisi KUHP. Salah satunya mengenai korban perkosaan bakal dipenjara 4 tahun jika hendak menggugurkan janin hasil pemerkosaan.
Topik itu kemudian menjadi bahan pertanyaan wartawan untuk Menteri Yasonna. Lalu, Menteri pun menjawab: "Dian Sastro tak baca UU sebelum komen, jadi terlihat bodoh. Apa yang disampaikan tak seperti itu tapi sudah komentar dan jadi ke mana-mana."
Menteri Yasonna membantah pemahaman Dian Sastro ini. Menurut dia, justru dengan adanya revisi KUHP, negara melindungi pilihan korban pemerkosaan yang hendak menggugurkan janin. Di KUHP lama itu, korban perkosaan yang menggugurkan janin langsung masuk (dipidana).
“Dalam KUHP baru , korban pemerkosaan diberi waktu 60 hari, lalu setelah dia berpikir misalnya dia mau menggugurkan, maka negara melindungi. Jadi justru tidak dipidana. Ini kan kesalahan pemahaman," ujar Yasonna lagi.
Menanggapi pernyataan Yasonna, Dian tidak tersinggung. Menurut dia, setiap orang harus mempelajari dan mengkritisi rancangan aturan tersebut karena akan mengikat setiap warga negara Indonesia. "Dari pada kita kecil hati dibilang enggak tahu apa-apa, lebih baik pelajari lagi," tulis Dian dalam unggahannya di Instagram, Selasa, 24 September 2019.
Dian Sastro justru mengajak masyarakat untuk membaca ulang undang-undang tersebut. Menurut Dian, lebih baik merasa bodoh supaya terus belajar, ketimbang menjadi seseorang yang merasa paling tahu dan tidak mau membaca ulang. "Kamu bisa memanggilku apa saja, tetapi bukan berarti kami harus diam," kata Dian.
Pelajaran bagi pemerintah dan DPR
DPR dan pemerintah mesti mengambil pelajaran dari kisruh pembahasan berbagai undang-undang. Coba jika undang-undang dibahas satu per satu jauh hari, masyarakat bisa mencermatinya satu persatu. Kini rakyat mesti mempelajari soal UU KPK, RUU KPK, RUU Pertanahan, RUU Pemasyarakatan dan seterusnya.
Media pun kesulitan memberikan pemahaman ke publik karena banyaknya persoalan. Publik akhirnya gagal paham. Lain halnya jika tujuan "ngebut membahas banyak RUU" memang mau bikin orang bingung, enggak ngerti……
Baca juga:
Presiden Pertimbangkan Bikin Perppu: Inilah 3 Faktor Dahsyatnya Demo Milenial
Ikuti tulisan menarik Ratna Asri lainnya di sini.