x

Presiden Joko Widodo mempertimbangkan untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) untuk batalkan UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang KPK. ANTARA

Iklan

Ratna Asri

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 12 September 2019

Rabu, 2 Oktober 2019 18:19 WIB

Rencana Perpu KPK, Jokowi Punya Kartu Sakti Bila Partai Menolak

Menghadapi penolakan itu, Jokowi sebetulnya memiliki kartu sakti. Peneliti senior Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Syamsuddin Haris mengatakan tak masalah jika Perpu KPK yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo mengecewakan partai politik dan anggota DPR.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Tarik  ulur mengenai rencana Presiden Joko Widodo mengeluarkan perpu pembatalan revisi UU KPK masih terjadi. Padahal Jokowi sudah mendapat masukan draf  peraturan pemerintah pengganti undang-undang itu saat mengundang sejumlah tokoh dan budayawan  di Istana, akhir September lalu.

Rupanya rencana Jokowi mendapat penolakan dari  partai pendukungnya yang diundang Jokowi beberapa hari setelah pertemuan dengan budayawan.  Jokowi bertemu dengan lima ketua umum partai koalisi pendukungnya di Istana Bogor, Senin malam, 30 September 2019.

Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan Arsul Sani mengungkapkan dalam pertemuan itu partai koalisi memberi masukan kepada Jokowi ihwal Perpu KPK itu. "Kami tidak beri masukan secara spesifik. Hanya tentu partai politik menyampaikan bahwa opsi perpu harus menjadi opsi paling terakhir karena ada opsi lainnya yang mesti dieksplor juga," kata Arsul  di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 1 Oktober 2019.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sikap partai-partai
Penolakan artai-partai  tergambarkan dari pernyataan para pengurusnya seperti dimuat dalam Koran Tempo edisi 30 September lalu. Berikut pendapat partai-partai iu:

  • Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto:
    "Mengubah undang-undang dengan perpu sebelum undang-undang tersebut dijalankan adalah sikap yang kurang tepat."
  • Sekretaris Jenderal PPP, Arsul Sani :
    "Sikap fraksi-fraksi di DPR kan baru bisa diketahui kalau memang perpu itu sudah dikeluarkan, tidak bisa berandai-andai."
  • Anggota Dewan Syuro PKB, Maman Imanulhaq:
    "Proses di DPR sudah konstitusional. Kami tak ingin menjadi preseden buruk. Berbulan-bulan membahas itu, lalu dipatahkan hanya dengan perpu."
  • Sekretaris Jenderal Partai NasDem, Johny G. Plate:
    "Kalau mau perpu kan harus diundangkan dulu. Harus diteken presiden atau berlaku otomatis setelah 30 hari. Setelah itu baru bisa dilakukan perubahan."
  • Anggota Komisi Hukum Fraksi PKS, Nasir Djamil: 
    "Perpu itu sepenuhnya di tangan presiden. Hak presiden untuk menentukan kegentingan yang memaksa. Unjuk rasa itu bagian dari demokrasi, bukan hal yang genting."
  • Anggota Fraksi Partai Gerindra, Supratman Andi Agtas
    "Kami belum tahu pasal yang akan di-perpu-kan. Apakah seluruhnya atau sebagian? Jadi, belum bisa berkomentar."
    Anggota Fraksi Partai Golkar, Bambang Soesatyo
    "Pertanyaan ini (setuju atau tidak) sangat relevan kalau ditanyakan kepada DPR periode yang akan datang."

Kartu Sakti Jokowi
Menghadapi penolakan itu, Jokowi sebetulnya memiliki kartu sakti.  Peneliti senior Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Syamsuddin Haris mengatakan tak masalah jika Perpu KPK yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo mengecewakan partai politik dan anggota DPR.

"Toh Presiden tidak bertanggung jawab pada DPR. Presiden bertanggung jawab pada rakyat dan konstitusi. Itulah sistem presidensial. Sehingga tidak ada alasan bagi Presiden untuk khawatir atas penolakan DPR atas Perpu itu," kata Syamsuddin   dalam diskusi bertajuk Urgensi Perpu KPK yang digelar Indonesia Corruption Watch (ICW) di Jakarta, Rabu, 2 Oktober 2019.

Menurut Syamsuddin  Presiden punya kartu sakti dalam mengeluarkan Perpu. "Kalau misalnya parpol ngotot menolak Perpu, presiden punya kartu juga untuk tidak mengajak parpol itu ke dalam kabinet. Itu akan jauh lebih aman dan memungkinkan. Mudah-mudahan Pak Jokowi punya pikiran itu," katanya.***

Ikuti tulisan menarik Ratna Asri lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler