x

Iklan

Syarifudin

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 29 April 2019

Sabtu, 5 Oktober 2019 17:27 WIB

Negara Selalu Dianggap Musuh; Manusia yang Belum Kelar dengan Diri Sendiri

Selalu ada orang, yang tiap terjadi masalah, negara selalu disalahkan. Orang-orang yang bermentalitas korban dan hidup dalam mimpi. Sebut saja manusia yang belum kelar dengan diri sendiri.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Hari-hari belakangan, Negara ini makin gak asyik.

Demo di mana-mana dan terus-terusan. Kebakaran hutan dijadikan komoditi. Hampir semua yang gak benar dan gak becus, Negara yang disalahkan. Orang-orang zaman now, banyak yang jadikan “negara sebagai musuh”. Entah, apa gerangan sebabnya?

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Gaya manusia boleh sebakul. Gawainya pun canggih. Bahkan zamannya pun boleh serba digital. Omongannya revolusi industri. Tapi saying, pikirannya masih ortodoks. Dikit-dikit, yang disalahkan Negara. Negara dianggap musuh. Itulah sikap dan perilaku nyata dari “manusia yang belum kelar dengan diri sendiri”.

 

Celotehnya banyak.  Komentarnya bejibun. Tapi semuanya hanya menyalahkan Negara.

Manusia yang yang gemar dan peduli sama urusan yang remeh-temeh. Urusan kecil yang dibesar-besarkan. Urusan cuma soal salah paham di dalam negeri katanya dari luar negeri. Dan akhirnya, Negara salah melulu. Dia sendiri benar terus. Sungguh, manusia yang belum kelar dengan diri sendiri.

Belum kelar dengan diri sendiri.

Adalah fakta, banyak orang seperti itu sekarang. Dan “belum kelar dengan diri sendiri” gak ada hubungannya sama pangkat atau jabatan. Apalagi status sosial dan harta. Karena itu soal mentalitas dan cara berpikir manusianya. Soal orang-orang yang "sangat mampu" menunjuk orang lain sebagai “biang kerok”. Tapi "gagal" menunjuk dirinya sendiri; sudah berbuat apa agar gak jadi masalah?

 

Di mata orang-orang yang belum kelar dengan diri sendiri. Negara selalu jadi musuh. Orang lain di luar dirinya dianggap sebagai lawan. Sebabnya, karena dia "belum kelar dengan dirinya sendiri".

 

Manusia, siapapun, bila belum kelar dengan dirinya sendiri.

Sudah pasti, pikirannya jelek. Celotehannya buruk sangka. Negara dianggap musuh; orang lain dianggap lawan. Lebih banyak pesimis lalu skeptis. Karena mereka "tidak sedang berpijak di bumi". Tapi mereka sedang "hidup dalam mimpi dan harapan mereka". Konsekuensinya, masalah kecil dianggap besar. Masalahnya ada di diri sendiri. Tapi dianggap masalah akibat orang lain. Tiap kali di Negara ini ada masalah, diekspos dan dicaci-maki atas nama kritik. Sebut saja, belum kelar dengan diri sendiri.

 

Manusia yang belum kelar dengan diri sendiri.

Tentu, masalahnya ada pada dirinya. Boro-boro berbuat yang bermanfaat buat orang lain. Untuk dirinya sendiri saja, belum kelar-kelar. Tidak pernah tuntas. Selalu merundung lalu nestapa. Apa yang dia alami, seolah-olah terjadi akibat perbuatan Negara atau orang lain. Hidupnya hanya dalam mimpi. Dan mentalitasnya selalu jadi "korban". Itulah, manusia yang belum kelar dengan diri sendiri.

 

Tentu tidak sama. Antara manusia yang sudah kelar dengan yang belum kelar.

ORANG-ORANG YANG SUDAH SELESAI DENGAN DIRINYA SENDIRI. Pikiran dan tindakannya hanya difokuskan pada visi yang lebih besar. Bial ada masalah, segera bertindak mencari solusi. Agar tidak berlarut-larut dan jadi “makanan” orang banyak. Minimal, tidak perlu menyebarkan masalah. Atau mencari kesalahan pada Negara atau orang lain. Karena masalah bukan untuk diratapi tapi diatasi. Memangnya, siapa di dunia ini yang hidup tanpa masalah? Jangan Negara, manusia pun pasti punya masalah. Masalah itu lumrah, tinggal gimana kita menyikapinya. Tidak perlu sok gak punya masalah, karena itu hanya omong kosong.

 

Manusia, bila sudah kelar dengan dirinya sendiri. Hidup bukan lagi di atas “narasi”. Tapi eksekusi. Bukan menambah masalah tapi tuntaskan masalah. Selalu berpikir dan bertindak untuk cari solusi. Bagaimana anak-anak yatim tetap bisa sekolah? Bagaiaman anak-anak bisa dapat akses bacaan agar tidak putus sekolah? Bagaimana kaum buta huruf bisa baca tulis di era digital? Semua itu masalah. Maka harus diselesaikan, bukan celotehkan.

 

Maka, buatlah kita kelar dengan diri sendiri. Selesaikan urusan sendiri. Agar tidak lagi jadikan Negara sebagai musuh. Apalagi orang lain dianggap lawan. Jangan lagi bicara tentang "aku" tapi tentang "kita". Agar tiap masalah bisa ikut selesaikan; agar  berbuat maslahat buat orang lain. Karena sulit berbuat untuk orang lain. Bila kita “belum kelar dengan diri sendiri”.

 

Sebaliknya, sangat sulit bila “belum kelar dengan diri sendiri”. Masalah hanya bisa dibesar-besarkan. Hidupnya hanya dalam buaian mimpi dan makin jauh dari realitas. Terlalu benci pada Negara, terlalu meremehkan orang lain. Sering kecewa, sering gagal paham. Karena mimpi dan harapannya belum terselesaikan. Alias “belum kelar dengan diri sendiri”.

 

Manusia yang belum kelar dengan diri sendiri. Persis, seperti anak muda yang lagi pacaran. Bilangnya "sayang" tapi kerjaannya "berantem" melulu. Seperti orang yang “merasa sibuk” tapi tidak ada kontribusinya. Aneh bin ajaib.

 

Belum kelar dengan dirinya sendiri.

Kesannya pintar tapi tidak tahu banyak masalahnya. Omong besar taoi perbuatan kecil. Seolah kuat tapi keropos alias kosong. Sepertinya banyak yang dipikirkan tapi gak ada satupun yang dikerjakan. Hidup mereka bukan dalam KENYATAAN tapi dalam HARAPAN. Ibarat "matanya melotot tapi hampa". Karena belum kelar dengan diri sendiri.

 

Agar kelar dengan diri sendiri. Maka, introspeksi diri saja.

Karena kita tidak lebih baik dari orang yang kita sangkakan. Kita pun tidak lebih hebat dari orang lain. Karena memang kita bukan siapa-siapa; bukan apa-apa.

 

Ketahuilah. Langkah besar pasti dimulai dari langkah kecil. Pikiran besar selalu dimulai dari pikiran kecil. Tindakan besar pun bisa terjadi dari tindakan kecil. Maka tiap masalah pasti ada solusinya. Tinggal kita, mau fokus di masalahnya atau di solusinya.

 

Kelar dengan diri sendiri itu artinya “tidak ada perilaku baik yang lahir dari pikiran buruk". Maka bertanyalah: sudahkah kita kelar dengan diri sendiri?... tabikk #TGS

 

Ikuti tulisan menarik Syarifudin lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler