x

Cover buku WNI Beragama Islam

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Jumat, 25 Oktober 2019 11:46 WIB

Kesaksian Para Tionghoa Islam atas Agama Baru Mereka

Kesaksian para orang Tionghoa yang memilih Islam sebagai agama

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul: WNI Beragama Islam

Penulis: Junus Jahja

Tahun Terbit: 1991 (cetakan kedua)

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penerbit: Yayasan Abdulkarim Oei Tjeng Hien                                                   

Tebal: 198

ISBN:

Islam dan Tionghoa sebenarnya tidak mempunyai jarak. Jauh sebelum orang Eropa datang ke Nusantara, orang-orang Tionghoa yang datang ke Nusantara banyak yang memeluk agama Islam. Migrasi orang Tionghoa ke Nusantara di jaman Dinasti Ming kebanyakan beragama Islam. Bahkan diyakini para pendatang dari Tiongkok ini ikut serta menyebarkan agama Islam di Nusantara.

Jadi mengapa Islam dan Tionghoa seakan terpisah di era sekarang?

Menurut saya ada dua peristiwa yang menyebabkan Islam dan Tionghoa terpisah di Indonesia. Pertama, adalah karena politik Belanda yang memisahkan orang Tionghoa dengan orang pribumi. Undang-undang kolonial yang terbit 1854 memisahkan warga Hindia Belanda menjadi warga Eropa, warga Timur Asing dan Pribumi (inlander). Dengan menempatkan orang-orang Tionghoa menjadi warga kelas dua dibawah orang Eropa dan di atas Pribumi yang ditempatkan sebagai warga kelas tiga membuat jarak sosial antara dua etnik ini terpisahkan. Politik kewarga-negaraan Belanda ini membuat jarak sosial antara orang Tionghoa dan pribumi yang kebanyakan beragama Islam. Apalagi kesempatan bagi orang-orang Tionghoa mendapatkan pendidikan di sekolah Belanda menyebabkan mereka berpikir secara barat dan mengadopsi kekristenan.

Hal kedua yang membuat Tionghoa dan Islam terpisah di Nusantara adalah karena adanya “Gerakan Purifikasi” pada tahun 1900. Gerakan Purifikasi adalah gerakan kembali kepada tradisi dan budaya asli Tiongkok. Menurut Didi Kwartanada Gerakan Purifikasi ini lebih disebabkan oleh masalah kewarganegaraan orang Tionghoa dan kekhawatiran akan banyaknya orang Tionghoa yang hidup dengan tradisi lokal (makan sirih, perempuannya berbaju kebaya, merayakan imlek dengan menari tandak, dan lain-lain).

Didi Kwartanada juga menyampaikan bahwa menurut Claudine Salmon Gerakan Purifikasi ini juga disebabkan oleh banyaknya orang Tionghoa yang berpindah agama menjadi Islam dan Kristen. Budaya-budaya asli Tiongkok tersebut tentu ada yang tidak sesuai dengan Islam. Pemurnian budaya tersebut juga berarti kembali kepada kepercayaan dan agama-agama asli Tiongkok. Yerry Wirawan menyatakan bahwa: “Bagi mereka yang tidak serius memegang Islam sebagai agama, lambat-laun mereka kembali ke tradisi China dan meninggalkan Islam. Sementara para keturunan yang memegang teguh Islam lama kelamaan melebur ke masyarakat setempat dan ‘kehilangan’ identitas ke-Tionghoa-annya,” (Sejarah Masyarakat Tionghoa Makassar. 2013, hal. 109).

Meski Islam dan Tionghoa semakin berjarak, namun tetap ada orang-orang Tionghoa yang memeluk Islam. Bahkan sejak Orde Baru, kecenderungan konversi ke agama Islam di kalangan Tionghoa semakin banyak. Pada jaman orde baru, dimana aliran asimilasi didukung oleh rezim, maka orang Tionghoa yang masuk Islam semakin banyak. Hal ini karena Islam dianggap sebagai salah satu cara mujarab untuk menyelesaikan masalah Tionghoa. Orang Tionghoa yang menjadi Islam telah memangkas jarak sosial dengan masyarakat Indonesia yang mayoritas Islam.

Buku “WNI Beragama Islam” ini memberikan gambaran bagaimana para “saudara baru” ini mengalami transfromasi menjadi Islam dan tantangan-tantangannya. WNI yang dimaksud di buku ini adalah etnis Tionghoa. Memang pada era Orde Baru kata “WNI” mempunyai arti khusus untuk menyebut orang-orang Tionghoa yang memilih kewarganegaraan Indonesia. Saudara baru adalah sebutan untuk orang-orang Tionghoa yang berganti agama menjadi Islam. Dari sekian banyak kesaksian yang ditulis oleh Junus Jahja ini tidak ada satu pun yang berpindah agama karena alasan politik atau alasan sosial dan ekonomi. Semuanya memilih Islam sebagai agama baru karena yakin bahwa Islam adalah agama yang terbaik untuk mereka. Para saudara baru ini menjadi Islam karena perenungan yang mendalam.

Orang Tionghoa yang menjadi Islam mengalami tantangan. Tantangan utama adalah dari keluarganya. Beberapa kesaksian dalam buku ini menyebutkan bahwa saat ketahuan menjadi Islam, beberapa dari mereka mendapatkan perlakuan yang kurang baik dari keluarganya. Namun pada umumnya keluarga bisa menerima setelah melihat kesungguhan mereka memeluk Islam. Keluarga juga akhirnya menerima anggotanya memeluk Islam karena melihat hidup dari anggota keluarga ini semakin baik dan santun setelah memeluk Islam. Tidak jarang anggota keluarga lainnya ikut memilih Islam sebagai agama barunya.

Orang-orang Tionghoa yang masuk Islam disambut dengan suka cita oleh masyakarat. Namun saat yang sama tetap dicurigai tentang keputusan memeluk Islam ini. Oleh sebab itu Cina yang sudah memeluk Islam ini mereka harus lebih waspada lagi. Tanggung jawab mereka menjadi lebih besar. Sebab begitu mereka melakukan kesalahan “habis” dia! (hal. 55).

Meski tidak ada orang Tionghoa yang pindah agama menjadi Islam didasarkan kepada alasan lain selain dari alasan Islam adalah agama yang terbaik untuk mereka, Junus Jahja memberikan juga satu bab yang membahas tentang alasan politik. Di bagian “Pembauran” Junus Jahja menyampaikan bahwa asimilasi adalah cara satu-satunya (hanya) untuk menyelesaikan masalah Cina (hal. 140). Salah satu pembauran yang penting adalah dalam hal memeluk agama yang diyakini oleh mayoritas. Dengan memeluk agama mayoritas maka orang Tionghoa mempunyai sarana membaur yang lebih cepat. Islam bisa menjadi modal besar bagi penyelesaian masalah Tionghoa di Indonesia.

 

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB