x

Penentuan kebijakan harga dan tarif rokok harus dibahas bersama sehingga terjadi keseimbangan antara kepentingan kesehatan, industri, dan konsumen. Foto: Istimewa

Iklan

Muammar Taufiq

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 25 Oktober 2019

Sabtu, 26 Oktober 2019 07:35 WIB

Tahun 2020 Cukai Rokok Naik 35%, Inflasi Meningkat?

tanggal 1 Januari 2020, pemerintah akan menetapkan bea cukai rokok baru. Cukai rokok akan naik sebesar 23% dan harga jual eceran ikut terimbas naik sebesar 35%.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pada tanggal 1 Januari 2020, pemerintah akan menetapkan bea cukai rokok baru. Cukai rokok akan naik sebesar 25% dan harga jual eceran ikut terimbas naik sebesar 35%. Penetapan kenaikan cukai rokok ini tentunya memiliki konsekuensi kebijakan. Konsekuensi kebijakan yang didapatkan oleh pemerintah, yaitu kenaikan inflasi.

Penetapan tarif cukai ini ditempuh pemerintah dengan segala aspek pertimbangan guna untuk mengatur konsumsi rokok khususnya pada kalangan remaja dan anak-anak. Menurut Data Kementerian Keuangan, angka perokok di kalangan remaja dan anak-anak naik dari yang awalnya 7% menjadi 9%, sementara angka perokok pada kalangan perempuan naik dari yang awalnya 2,5% menjadi 4,8%.

Perlu kita ketahui, Indonesia merupakan salah satu pangsa pasar rokok yang bisa dibilang terbesar di dunia. Jika mengutip data dari WorldAtlas, Indonesia menduduki peringkat ke-6 sebagai negara dengan populasi perokok terbesar. Sebanyak 39,8% dari populasi orang dewasa adalah perokok, itu berarti ada sekitar 60 juta perokok yang ada di Indonesia.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Data lain dari TobaccoAtlas menyebutkan bahwa konsumsi rokok per kapita per tahun kira-kira lebih dari 1300 batang/orang per tahun atau sekitar 3-4 batang rokok perharilah. Maka dari itulah mengapa pemerintah tetap memutuskan untuk menaikkan tarif cukai rokok, yang harapannya nanti dapat berimbas pada penurunan konsumsi rokok yang ada di Indonesia. Lagipula proporsi tarif cukai rokok apabila dibandingkan dengan harga jual ecerannya masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan tarif-tarif yang ada di negara lain.

Selain itu langkah ini diambil untuk menekan ongkos kesehatan yang ditimbulkan dari berbagai peyakit yang diakibatkan oleh rokok. Namun kenaikan harga eceran yang mencapai 35% akibat dari kenaikan tarifu cukai tentunya dapat memicu terjadinya inflasi. Menurut Suhariyanto, Kepala BPS, rokok kretek dan rokok kretek filter memiliki andil inflasi sekitar 0,01%. Berdasarkan kajian organisasi dunia (WHO) disebutkan bahwa tingkat inflasi yang dapat ditimbulkan akibat rokok sangat tergantung dari besarnya bobot rokok dalam perhitungan IHK serta proportsi tarif terhadap harga ecerannya. 

Begitu juga proporsi tarif terhadap harga ecerannya, juga berpengaruh. Di indonesia, besarnya tarif terhadap harga jual ecerannya berada di kisaran 52,9% untuk rokok Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan menurut klasifikasi WHO proporsi tersebut masih tergolong medium. Sementara itu, bobot harga rokok dalam perhitungan IHK adalah 5 basis point. Dengan asumsi tersebut dan menggunkan perhitungan metrik kalkulasi yang ditetapkan WHO, maka potensi kenaikan inflasi akibat dari naiknya harga jual eceran rokok dapat mencapai di angka 1-2,5%.

Jadi jika tahun depan laju inflasi diperkirakan berada di angka 3,1% seperti dalam asumsi makro RAPBN 2020, maka ditambah dengan dampak dari kenaikan harga rokok bisa menadi 4,1-5,6%. Semoga saja dampak kenaikan harga rokok terhadap inflasi pada kenyataannya tidak setinggi itu, sebab apabila terjadi maka laju inflasi yang dalam beberapa tahun belakangan ini berhasil dijaga rendah di kisaran 3% bakal terlampaui.

 

Ikuti tulisan menarik Muammar Taufiq lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler