x

Menyelamatkan BPJS

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Rabu, 30 Oktober 2019 13:08 WIB

Presiden Selamatkan BPJS dengan Korbankan Rakyat

Presiden menyelamatkan BPJS dsmi rakyat, namun rakyat yang mana?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Luar biasa, 24 Oktober 2019, Presiden Joko Widodo resmi membikin rakyat menjerit. Pasalnya, iuran BPJS Kesehatan untuk Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja naik sebesar dua kali lipat dan akan berlaku pada 1 Januari 2020 mendatang.

Bila kita membaca komentar netizen di berbagai media atas resminya kenaikan iuran BPJS yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 menyoal Jaminan Kesehatan yang diteken Jokowi pada 24 Oktober 2019, sungguh sangat memiriskan hati.

Disebutkan dalam Pasal 34 Perpres 75/2019, tarif iuran kelas Mandiri III dengan manfaat pelayanan di ruang kelas perawatan kelas III naik Rp16.500 dari Rp25.500 menjadi Rp42 ribu per peserta per bulan. Iuran kelas mandiri II dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas II naik dari Rp51 ribu menjadi Rp110 ribu per peserta per bulan.

Berikutnya, iuran kepesertaan BPJS Kesehatan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas I melonjak dari Rp80 ribu menjadi Rp160 ribu per peserta per bulan.

Dari hasil tangkap baca komentar netizen dan warga, hampir semua komentar ternyata menolak dan meminta Presiden mencabut dan membatalkan Perpres Nomor 75 tahun 2019. Harapan masyarakat, setelah dilantik dalam periode kedua, Presiden Jokowi dapat membatalkan rencana naiknya iuran JKN-BPJS Kesehatan.

Namun harapan tinggal harapan. Bukannya membatalkan, Perpres nomor 75 Tahun 2019 justru malah diteken.

Jeritan pun menyeruak. Ada yang berkeluh bahwa membayar BPJS secara rutin dan disiplin, namun belum pernah memanfaatkan, tetapi anggaran BPJS defisit.

Mengapa yang disalahkan rakyat dan yang dibebani lagi rakyat? Bahkan rakyat yang taat bayar dan kini kena sasaran kenaikan 100 prosen, adalah rakyat yang bekerja mandiri, mencari sesuap nasi dari jerih peluhnya. Mereka bukan rakyat yang menerima gaji dari perusahaan, instansi maupun institiusi.

Masa harus menanggung beban membayari biaya sakit rakyat lain setiap bulan. Sedang untuk sesuap nasi bagi diri dan keluarganya saja kembang kempis.

Simalakamanya, bila telat membayar iuran BPJS kena denda. Lebih parah bila ternyata juga sakit dan harus berobat menggunakan kartu BPJS, semakin sulit karena denda berlipatpun telah menunggu.

Ini Bapak Presiden paham tidak atas kesuliatan rakyat, khususnya yang terkena sasaran kenaikan iuran BPJS 100 prosen?

Yang pasti, kenaikan iuran BPJS menambah kesulitan hidup golongan rakyat yang terimbas. Banyak rakyat yang kini ancang-ancang untuk keluar menjadi peserta BPJS Kesehatan dan beralih berobat mandiri.

Masa rakyat kecil juga yang harus membiaya berobat rakyat yang sakit? Sementara Presiden yang diharapkan dapat membuat rakyat tidak menderita malah justru menjadi pihak yang menjerat leher rakyat.

Persoalan Perppu KPK yang telah berhasil menelan korban jiwa saja, seperti dianggap angin lalu.

Mahasiswa yang berupaya membela rakyat pun dibungkam, diancam, hingga kini tak berdaya menunggu sikap Presiden.

Padahal, dalam derita rakyat yang tak berupah dan tak bergaji, Presiden justru menambah subsidi iuran BPJS Kesehatan bagi peserta pekerja penerima upah (PPU) yang merupakan pejabat negara, pimpinan dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, PNS, Prajurit, Anggota Polri, kepala desa dan perangkat desa, dari awalnya 3 prosen menjadi 5 prosen yang tertuang juga dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019.

Siapa yang kini juga akan membela rakyat atas kenaikan iuran BPJS Kesehatan?

Presiden Jokowi

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler