x

Anggota DPD RI Fahira Idris menunjukkan print out unggahan Facebook oleh Ade Armando yang memperlihatkan wajah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di Polda Metro Jaya, Jumat petang, 1 November 2019. Tempo/M Yusuf Manurung

Iklan

Anung Suharyono

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 14 Oktober 2019

Sabtu, 2 November 2019 13:28 WIB

Foto Anies-Joker: Ade Armando Terancam Jerat ala Buni Yani, Kenapa Berlebihan?

Dosen Universitas Indonesia Ade Armando dilaporkan ke polisi gara-gara mengunggah foto Anies Baswedan berwajah Joker. Kasus ini memicu kontroversi karena pelaporan itu menggunakan pasal yang sama dengan kasus Buni Yani.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Dosen Universitas Indonesia Ade Armando dilaporkan  ke polisi  gara-gara  mengunggah foto Anies Baswedan berwajah Joker. Kasus ini memicu kontroversi  karena pelaporan itu menggunakan pasal  yang sama dengan  kasus Buni Yani.

Pengaduan kasus Ade dilakukan oleh anggota Dewan Pimpinan Daerah  Fahira Idris pada 1 November lalu.  Ia menuduh Ade telah mengedit dan mengunggah ke media sosial Facebook foto wajah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dengan makeup ala tokoh  joker alias badut   dalam film  Joker yang cukup populer.

Layakkah Ade dilaporkan dengan  delik   pengubahan dokumen elektronik dalam Undang-undang Informasi dan Transaksi?  Mari kita telaah.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kasus   Foto  Anies Baswedan
Fahira Idris  mengadukan Ade Armando  dengan pasal  132 Ayat 1 Undang-undang ITE.  Bunyi lengkap pasal ini:

  • Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik.


Adapun  ancaman hukumannya  diatur dalam Pasal 48, yakni pidana penjara paling lama 8 tahun atau denda paling banyak dua miliar rupiah.

Polisi  semestinya tidak bisa memproses  kasus itu  jika ternyata Ade cuma mengunggah  foto Gubernur Anies  yang telah diubah menjadi joker.  Ade pun mengakui mengunggah foto itu, tapi ia  menyatakan  tidak membikin sendiri foto wajah Anies dengan makeup ala  Joker.

Masalah lain yang perlu dicermati,  yakni  motif  pembuatan atau penggugahan foto yang telah diubah.  Bagaimana jika hal itu merupakan bentuk protes masyarakat terhadap pejabat publik?  Proses hukum terhadap  Ade  justru akan melanggar  konstitusi yang menjamin kebebasan berpendapat dan berekspresi.

Semangat Ade  Armando pun untuk mengkritik Gubernur Anies dan bukan bertujuan merusak atau mengubah dokumen elektronik.  "Anies Baswedan memang harus dikecam secara terbuka akibat anggaran Aica Aibon dan bolpen yang tidak masuk di akal,"  kata Ade.

Kasus Buni Yani
PN Bandung   menvonis  Buni  Yani dengan hukuman 1,5 tahun penjara    pada  2017 lalu.  Ia dinyatakan bersalah mengubah video pidato Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok di Kepulauan Seribu saat masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.   Aturan yang digunakan sama dengan  pasal yang kini dipakai untuk melaporkan  Ade Armando.

Kasus Buni Yani sudah sampai ke Mahkamah Agung. Hasilnya,  majelis kasasi memperkuat putusan  itu.  Buni mulai menjalani hukuman  di Lapas Gunung Sindur, Bogor,  sejak Februari  2019.  

Hingga sekarang kasus Buni juga masih kontroversial.  Dalam persidangan, Ahok memang  menyatakan  bahwa video yang diunggah Buni tidak sesuai dengan  aslinya.   "Dapat saya jelaskan bahwa kalimat bapak ibu dibohongi surat Al Maidah 51 masuk neraka, tidak sesuai dengan apa yang saya sampaikan saat memberikan kata sambutan di tempat pelelangan ikan di Pulau Pramuka," ucap Ahok saat itu.

Adapun Buni sendiri juga menyatakan bahwa dirinya tidak mengubah video itu. "Demi Allah saya tidak pernah mengedit dan memotong video, kalau saya bohong biarlah Allah sekarang juga memberikan laknat dan azab kepada saya dan seterusnya kepada anak cucu saya," ujarnya pada tahun lalu.

Perbedaan kasus Ade dan Buni
Sesuai  dengan  isi pasal  132 Ayat 1 UU ITE, semestinya penegak hukum membuktikan bahwa terdakwa  benar-benar mengubah dokumen elektronik. Hal ini juga tidak terungkap secara gamblang dalam kasus Buni. Jadi penerapan hukum  kasus   Buni   sebetulnya tidak akurat, kendati kasus Buni berdampak besar karena video itu mengandung konten yang berbau SARA.  

Adapun kasus Ade Armando lebih  merupakan  bentuk  kritik  terhadap pejabat publik. Dampaknya?   Justru bisa positif, mendorong Gubernur Anies  mengawasi lebih ketat anak buahnya. Hal ini  semestinya pula menjadi pertimbangkan penegak hukum.

***

Baca juga:
Menteri Tjahjo pun Pernah Atur Jilbab, Jenggot, Celana Cingkrang: Diprotes Keras, Lalu…

 

Ikuti tulisan menarik Anung Suharyono lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler