x

Tangis haru Mantan Direktur Utama (Dirut) PT PLN Sofyan Basir saat di sambut sanak keluarga usai putusan bebas oleh Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin 4 November 2019. Sofyan diyakini jaksa bersalah karena memfasilitasi pemberian suap dari pengusaha Johanes Budisutrisno Kotjo kepada mantan anggota DPR Eni Maulani Saragih dan mantan Mensos Idrus Marham. TEMPO/Subekti.

Iklan

Anas M

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 11 Oktober 2019

Senin, 4 November 2019 19:29 WIB

Fakta Ini Bikin Bebasnya Mantan Bos PLN Mengherankan, KPK Tak Ditakuti Lagi?

Putusan bebas terhadap mantan Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir amat mengejutkan. Vonis itu dijatuhkan oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada 4 November 2019.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Putusan  bebas terhadap mantan Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir  amat mengejutkan.   Vonis itu dijatuhkan oleh majelis hakim Pengadilan  Tindak Pidana Korupsi Jakarta  pada 4 November 2019.

Sofyan Basir dinyatakan tidak terbukti  melakukan  korupsi sebagaimana dakwaan jaksa.  Pertama,  ia  tidak terbukti memenuhi unsur perbantuan,  memberi kesempatan, sarana dan keterangan  kepada pelaku korupsi.  Kedua,  terdakwa juga tak terbukti mengetahui tentang perbuatan korupsi  itu.

Yang dimaksud perbuatan korupsi  itu adalah yang dilakukan oleh mantan  anggota DPR Eni Maulani Saragih dan pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo.  Kedunya telah diadili dan dinyatakan bersalah.  Eni dituduh menerima fee Rp 4,75 miliar dari Kotjo untuk membantunya mendapatkan proyek PLTU Riau-1.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Eni divonis 6 tahun penjara pada Maret lalu.  Adapun Kotjo yang semula dihukum  2 tahun 8 bulan diperberat menjadi 4,5 tahun penjara ditingkat banding pada Februari 2019.

Dugaan keterlibatan Sofyan
Sofyan  Basir didakwa dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi. Semua pasal itu menyangkut  penerimaan hadiah atau janji yang berkaiatan dengan wewenang  atau jabatan. Perbedaannya pada kadar perbuatannya saja. 

Pasal 11, misalnya,  merupakan kadar perbuatan menerima suap atau gratifikasi paling ringan karena  pelaku tidak harus menyadari bahwa pemberian itu berkaitan dengan wewenangnya.

Jaksa juga mencantumkan Pasal 56 ayat 2  KUHP yang berbunyi: “Barangsiapa dengan sengaja memberikan kesempatan, daya upaya, atau keterangan untuk melakukan kejahatan itu.” 

Bahkan  jaksa menyelipkan  pula Pasal 15 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi yang berbunyi: “Setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan, atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi.”

Artinya, sekedar melakukan percobaan, membantu, atau melakukan permufatakan untuk korupsi,  terdakwa  bisa dinyatakan bersalah.   Tapi menurut hakim,  semua itu tidak  terbukti di pengadilan.

Fakta hukum
Jaksa KPK sebetulnya telah mengungkapkan serangkaian pertemuan  yang melibatkan Sofyan Basir.  Pertemuan itu antara lain  terjadi pada  6 November 2017.  Saat itu Sofyan, Eni, dan Kotjo  bertemu di Hotel Fairmont, Jakarta.   Mereka sedang membahas masa pengendalian PLTU Riau-1 oleh perusahaan pemegang kontrak.

Cuplikan vonis Kotjo

Pertemuan antara Eni dan Sofyan juga terjadi sepuluh hari sebelum Eni dan Kotjo dtangkap oleh KPK dalam operasi tangkap tangan pada 13 Juli 2018.  Semua pertemuan ini masuk dalam berkas  putusan kasus Eni dan Kotjo.

Dalam persidangan,  Eni Saragih juga membeberkan  adanya  jatah fee untuk Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir dalam proyek PLTU Riau-1. Menurut Eni, tadinya Sofyan akan mendapatkan jatah fee paling besar dari Kotjo. Namun Sofyan menolak, dan meminta supaya rezeki dari PLTU Riau-1 dibagi rata di antara tiga pihak.

Cuplikan vonis Kotjo

Dampak Kekalahan KPK
Dengan dakwaan yang berlapis-lapis itu, sebetulnya amat janggal jika jaksa KPK tidak  bisa membuktikan  bahwa Sofyan, setidaknya “ikut membantu” atau memberi kesempatan”  bagi Eni dan Kotjo. Serangkaian pertemuan yang melibatkan Kotjo sebetulnya mengindikasikan keterlibatan itu.

Bebasnya  Sofyan, mungkin karena KPK tidak ditakuti lagi.  Lembaga ini kian  tak berdaya, termasuk dalam mengawasi lembaga peradilan. Kekalahan ini  ditambah dengan adanya pelemahan KPK  akan menyebabkan lembaga ini tak menjadi momok bagi para calon koruptor.  ****

Baca juga:
Video Jatah Parkir: Pejabat Kok Biarkan Minimarket Ditekan Ormas, Pak Jokowi?

Ikuti tulisan menarik Anas M lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terkini

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB