Putusan bebas terhadap mantan Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir amat mengejutkan. Vonis itu dijatuhkan oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada 4 November 2019.
Sofyan Basir dinyatakan tidak terbukti melakukan korupsi sebagaimana dakwaan jaksa. Pertama, ia tidak terbukti memenuhi unsur perbantuan, memberi kesempatan, sarana dan keterangan kepada pelaku korupsi. Kedua, terdakwa juga tak terbukti mengetahui tentang perbuatan korupsi itu.
Yang dimaksud perbuatan korupsi itu adalah yang dilakukan oleh mantan anggota DPR Eni Maulani Saragih dan pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo. Kedunya telah diadili dan dinyatakan bersalah. Eni dituduh menerima fee Rp 4,75 miliar dari Kotjo untuk membantunya mendapatkan proyek PLTU Riau-1.
Eni divonis 6 tahun penjara pada Maret lalu. Adapun Kotjo yang semula dihukum 2 tahun 8 bulan diperberat menjadi 4,5 tahun penjara ditingkat banding pada Februari 2019.
Dugaan keterlibatan Sofyan
Sofyan Basir didakwa dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi. Semua pasal itu menyangkut penerimaan hadiah atau janji yang berkaiatan dengan wewenang atau jabatan. Perbedaannya pada kadar perbuatannya saja.
Pasal 11, misalnya, merupakan kadar perbuatan menerima suap atau gratifikasi paling ringan karena pelaku tidak harus menyadari bahwa pemberian itu berkaitan dengan wewenangnya.
Jaksa juga mencantumkan Pasal 56 ayat 2 KUHP yang berbunyi: “Barangsiapa dengan sengaja memberikan kesempatan, daya upaya, atau keterangan untuk melakukan kejahatan itu.”
Bahkan jaksa menyelipkan pula Pasal 15 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi yang berbunyi: “Setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan, atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi.”
Artinya, sekedar melakukan percobaan, membantu, atau melakukan permufatakan untuk korupsi, terdakwa bisa dinyatakan bersalah. Tapi menurut hakim, semua itu tidak terbukti di pengadilan.
Fakta hukum
Jaksa KPK sebetulnya telah mengungkapkan serangkaian pertemuan yang melibatkan Sofyan Basir. Pertemuan itu antara lain terjadi pada 6 November 2017. Saat itu Sofyan, Eni, dan Kotjo bertemu di Hotel Fairmont, Jakarta. Mereka sedang membahas masa pengendalian PLTU Riau-1 oleh perusahaan pemegang kontrak.
Cuplikan vonis Kotjo
Pertemuan antara Eni dan Sofyan juga terjadi sepuluh hari sebelum Eni dan Kotjo dtangkap oleh KPK dalam operasi tangkap tangan pada 13 Juli 2018. Semua pertemuan ini masuk dalam berkas putusan kasus Eni dan Kotjo.
Dalam persidangan, Eni Saragih juga membeberkan adanya jatah fee untuk Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir dalam proyek PLTU Riau-1. Menurut Eni, tadinya Sofyan akan mendapatkan jatah fee paling besar dari Kotjo. Namun Sofyan menolak, dan meminta supaya rezeki dari PLTU Riau-1 dibagi rata di antara tiga pihak.
Cuplikan vonis Kotjo
Dampak Kekalahan KPK
Dengan dakwaan yang berlapis-lapis itu, sebetulnya amat janggal jika jaksa KPK tidak bisa membuktikan bahwa Sofyan, setidaknya “ikut membantu” atau memberi kesempatan” bagi Eni dan Kotjo. Serangkaian pertemuan yang melibatkan Kotjo sebetulnya mengindikasikan keterlibatan itu.
Bebasnya Sofyan, mungkin karena KPK tidak ditakuti lagi. Lembaga ini kian tak berdaya, termasuk dalam mengawasi lembaga peradilan. Kekalahan ini ditambah dengan adanya pelemahan KPK akan menyebabkan lembaga ini tak menjadi momok bagi para calon koruptor. ****
Baca juga:
Video Jatah Parkir: Pejabat Kok Biarkan Minimarket Ditekan Ormas, Pak Jokowi?
Ikuti tulisan menarik Anas M lainnya di sini.