x

Rakyat berdaulat kekuatan di tangan rakyat

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 9 November 2019 07:07 WIB

Antara Kedaulatan Rakyat dan Presiden

Sesuai UUD 1945, kedaulatan adalah di tangan rakyat, tapi setelah Presiden terpilih, kedaulatan menajdi di tangan Presiden

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya


Saat mendengar obrolan rakyat di berbagai ruang dan tempat di Republik ini, rasanya miris. Sebab, sepertinya, rakyat di negeri ini malah sudah kurang berdaulat sesuai amanat UUD 1945.

Tapi siapa yang kini terkesan sangat berdaulat? Padahal negeri ini bukan kerajaan.

Harapan rakyat agar Indonesia segera lepas dari berbagai persoalan, namun Presiden malah membentuk kabinet dengan dasar utama karena bagi-bagi kursi. Berbagai persoalan itu, antara lain, di bidang pendidikan dan agama, lalu ekonomi terpuruk, kemiskinan dan ketidaksejahteraan rakyat terus menggelora. Ada juga soal pengangguran yang meningkat, kejahatan dan premanisme tumbuh subur, hingga kisruh elite parpol tak kunjung padam. Puncaknya tak kunjung hadir manusia-manusia berkarakter dan berbudi pekerti luhur.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pada akhirnya, sektor-sektor vital yang diharapkan oleh rakyat dikendalikan dan dipimpin oleh sosok-sosok profesional di bidangnya, justru malah diisi oleh sosok yang langsung menimbulkan pro dan kontra di kalangan rakyat.

Siapa yang salah? Apakah sosok yang dipilih dan ditempatkan di pos yang diragukan kemampuannya oleh rakyat? Atau yang memilih, karena pertimbangannya tidak matang dan sekadar emosional sesaat. Padahal semua pos mempertaruhkan hajat hidup orang banyak, menggunakan anggaran dari uang rakyat, yang seharusnya dikendalikan, dipimpin oleh sosok yang tepat, profesional, handal, dan berpengalaman di bidangnya.

Coba sekarang kita lihat, baru beberapa hari pemerintahan dibentuk, sudah ada menteri yang terkesan jadi bulan-bulanan berbagai pihak. Sebabnya bisa jadi salah tempat atau salah pos. Apakah meneteri itu salah? Tidak. Yang salah ya, yang memilih.

Di sisi lain, rakyat juga sangat gerah melihat aksi para politikus "baru" pun "partai baru" atau "pendatang yang malah sengaja unjuk gigi dengan melakukan berbagai hal yang kontradiksi, kontraproduktif, dan membikin kontrovensi sekadar menaikkan pamor diri dan partainya.

Bisa jadi, media pun dibeli atau dibayar untuk mempublikasikan aksi-aksi mereka yang pada akhirnya membikin gaduh dan kisruh. Atau memang sengaja melakukan hal yang memancing media untuk mengeksposnya menjadi berita trending namun tetap kategori "kacangan".

Wajah Indonesia, sebagian besar kini hanya dikuasai manusia-manusia serakah, gila tahta, gila harta, abaikan adab dan moral, malu dibuang, takut kehilangan yang bukan milik, hingga menjual harga diri sampai bersikap buta dan tuli atas berbagai kondisi yang membelenggu dan menghimpit rakyat ini.

Siapa yang dapat menolong dan diandalkan untuk negeri ini bangkit, bila Presiden saja sudah sulit berpihak kepada rakyat. Iuran BPJS Kesehatan, tarif listrik, tol, dan lainnya dinaikkan, siapa korbannya? KPK dilemahkan, siapa korbannya? Lalu sektor lain?

Bila sekarang kondisinya seperti demikian, siapa yang sejatinya salah? Presiden atau rakyat yang memilihnya?

Sayangnya, saat sebelum Presiden terpilih, semua niatnya untuk mengabdi kepada rakyat, namun setelah dipilih oleh rakyat, Presiden mengabdi kepada rakyat? Atau mengabdi kepada partai?

Kapan Presiden mengabdi untuk rakyat dan tetap memberikan ruang rakyat untuk berdaulat?

 

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler