x

Iklan

nurmaida situmorang

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 15 November 2019

Jumat, 15 November 2019 15:33 WIB

Mengapa Indonesia Masih Mengimpor Beras dari Luar?

impor beras di Indonesia

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Indonesia adalah salah satu produsen beras terbesar di dunia, dan menempati posisi ketiga sebagai negara produsen beras terbesar di dunia. Jumlah produksi beras tahun 2018 dari data BPS mencapai 32,42 juta ton. Ada pun tingkat konsumsinya pada 2018 sekitar 29,57 ton. Dari hal ini kita bisa menyimpulkan betapa besarnya produksi beras di Indonesia sehingga menduduki posisi ketiga di dunia.

Namun ada yang aneh dengan apa yang kita rasakin sendiri, dengan predikat produsen beras terbesar ketiga di dunia, seharusnya Indonesia mampu mengekspor beras yang ada. Realitanya kita masih rutin melakukan impor beras dari luar untuk memenuhi kebutuhan. Impor beras sudah menjadi kegiatan rutin, dan menurut data BPS sejak tahun 2000 hingga sekarang, Indonesia belum pernah absen mpor beras.

Kita bisa melihat bahwa impor beras Indonesia dari tahun 2000 hingga 2018 terus mengalami perubahan, dengan puncak tertinggi pada tahun 2011 yang mencapai 2.75 juta ton. Angka yang fantastik bukan? Dan disusul pada tahun 2018 yaitu mencapai 2.25 juta ton beras.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Seperti yang kita ketahui Indonesia masih negara agraris dan penduduknya dominan bekerja sebagai petani. Namun  ada apa? Mengapa Indonesia tetap mengimpor beras setiap tahunnya?

Lahan  panen beras Indonesia mengalami fluktuasi, Sejak awal tahun 2018 hingga bulan Maret 2018, memang luas lahan panen padi meningkat, puncaknya sebesar 1,7 juta hektar. Wajar, karena bulan Maret memang biasa menjadi bulan panen raya di Indonesia. Sebab awal tahun biasanya musim hujan adsalah waktu tanam yang optimal bagi tanaman padi. Alhasil stok padi meluap, membuat surplus beras pada bulan Maret 2018 mencapai 2,91 juta ton, diimbangi juga dengan populasi penduduk Indonesia yang kian meningkat dari tahun ke tahun.

Selama Februari hingga September 2018 produksi beras selalu berada di atas tingkat konsumsi beras. Sayangnya, lahan panen dari bulan Oktober hingga Desember 2018 merosot tajam. Tak ayal BPS memperkirakan konsumsi beras pada periode Oktober-Desember 2018 melebihi produksinya, dengan selisih mencapai 3,51 juta ton.

Namun, melihat secara keseluruhan data produksi dan konsumsi beras selama 2018, Indonesia masih diprediksi surplus beras sebesar 2,86 juta ton. Memang, surplus tahun ini jauh lebih kecil dibandingkan 5 tahun terakhir. Dibandingkan pada tahun 2017 saja, surplus  tahun ini diperkirakan turun lebih dari 5 kali lipat.

Perhitungan produksi beras

Untuk memperbaiki metodologi dan mempermudah kini BPS melakukan pengumpulan data atau UBINAN dengan menggunakan metode Kerangka Sampel Area (KSA). Dan tahapan perhitungannya meliputi 4 tahapan sesuai prosedur dan kaidah yang ada, tidak menggunakan data fiktif maupun secara sembarangan. Pertama, BPS Menetapkan Luas Lahan Baku Sawah Nasional dengan menggunakanKetetapan Menteri ATR/Kepala BPN-RI No. 399/Kep-23.3/X/2018 tanggal 8 Oktober 2018.

Selanjutnya, menetapkan luas panen dengan KSA yang dikembangkan bersama BPPT dan telah mendapat pengakuan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Ketiga, menetapkan produktivitas per hektar. BPS juga melakukan penyempurnaan metodologi dalam menghitung produktivitas per hektar, dari metode ubinan berbasis rumah tangga menjadi metode ubinan berbasis sampel KSA. Dan terakhir Menetapkan Angka Konversi dari Gabah Kering Panen (GKP) ke Gabah Kering Giling (GKG) dan Angka Konversi dari GKG ke Beras.

Penyebab dan Solusi

Seperti yang sudah kita bahas di atas ada pengalihan lahan fungsi sawah yang marak saat ini. Banyak lahan yang tadinya sawah berubah menjadi pelauhan, bandara atau pun lahan utntuk industri. Pembangunan pelabuhan, Bandara sampai infrastruktur ikut sebagai penyumbang alasan terbesar mengapa kita harus mengimpor beras. Seperti yang kita ketahui juga bahwa ada supply dan demand, bagaimana kita bisa mengendalikan harga pada saat sisi supply nya itu terbatas jadi kita harus tetap melakukan impor beras

Solusi yang bisa kita gunakan untuk menanggulangi masalah ini, pertama ada pada penyerapan beras dari petani, dengan surplus setidaknya bisa terserap setidaknya setengah. Selanjutnya dengan pemanfaatan lahan sawah yang sesuai dengan kegunaanya. Atau harus diseimbangkan apabila harus mengubah sebagian lahan sawah untuk industri, pelabuhan dan lain-lain. Harus bisa memaksimalkan proditivitas beras dari lahan sawah yang ada.

Kita juga bisa menyiapkan atau memaksimalkan penggunaan bibit unggul agar dapat memaksimalkan kualitas beras begitupun dengan produksinya, atau kita menggunakan teknologi dalam produksi beras yang tidak memerlukan luas lahan besar. Harus memanfaatkan teknologi seperti yang kita jumpai pada negara-negara maju, seperti Singapura dalam budidaya sayur dan lainnya

 

 

 

 

Ikuti tulisan menarik nurmaida situmorang lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Establishment

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Rabu, 10 April 2024 09:18 WIB

Terkini

Terpopuler

Establishment

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Rabu, 10 April 2024 09:18 WIB